kesehatan
Bayi di Gunungkidul Alami Kelumpuhan Tangan Diduga Salah Prosedur Persalinan, Dokter Spesialis Anak Dilaporkan




Wonosari,(pidjar.com)– Pilu yang dialami oleh Nurul Hidayah Isnaniyah (34) warga Padukuhan Besari, Kalurahan Siraman, Kapanewon Wonosari. Bagaimana tidak, sebagai seorang ibu pastinya ia bersama dengan suami ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya sejak dalam kandungan hingga besar. Namun ternyata keadaan tak seperti yang diharapkan, selama hampir 1 tahun lebih ini ia diselimuti rasa kecewa karena putra keduanya mengalami kelumpuhan pada bagian lengan kirinya.
Tahun 2022 lalu, Isna sapaan akrabnya mengatakan, hasil pemeriksaan dari sejumlah dokter spesialis di beberapa rumah sakit besar di Yogyakarta hingga Solo dan lainnya mengatakan kelumpuhan tangan lengan sebelah kiri putranya tersebut bukan karena bawaan lahir, melainkan adanya penanganan saat persalinan atau kelahiran.
Nurul Hidayah Isnaniyah mengatakan, sejak mengetahui kehamilan putra keduanya ia rutin memeriksakan kandungannya ke salah satu rumah sakit ibu dan anak yang berada di wilayah Wonosari. Tak ada yang aneh dalam kandungannya tersebut, namun memang ada sedikit kekhawatiran mengenai riwayat ovesitasnya.
Ia rutin melakukan konsultasi di rumah sakit tersebut, dengan dokter ternama disana. Bulan April 2023 lalu ia melahirkan putra keduanya, pada saat itu karena sudah merasakan sakit yang luar biasa lebih dari 18 jam ia berjuang dalam rasa sakit hendak melahirkan.
Dirinya bersama dengan suaminya berusaha meminta pihak medis di RSIA tersebut untuk tindakan operasi namun pada saat itu tidak ada tindakan. Hingga akhirnya, pembukaan secara lengkap sudah dialami oleh Isna, namun ternyata prosesnya tidak mudah, pada saat itu kepala bayinya tertahan di jalan lahir selama beberapa waktu.




Menurutnya, pada saat itu petugas medis yaitu dokter di RSIA tersebut yaitu dr. Anita dan tim meminta menggunakan alat vakum, namun pada saat itu beberapa kali sempat gagal karena bayi tersebut berukuran besar. Di tempat persalinan dengan merasakan sakit yang luar biasa dirinya tak bisa berbuat banyak dan berpikir. Dokter dan tim langsung melakukan tindakan dengan kembali menggunakan alat vakum dan menarik bayi tersebut.
“Pada saat periksa bulanan itu saya sudah menceritakan kekhawatiran saya mengenai riwayat bayi besar di anak pertama. H-1 lahiran saya kontrol dna USG katanya berat bayi 3,3 kg dan masih aman untuk lahiran normal. Tapi ternyata anak saya ini lahir dengan berat 4,8 kg,” kata Nurul.
“Bayi saya lahir masuk kategori makrosomia atau berat bayi baru lahir lebih dari 4 kilogram. Beberapa dokter yang saya datangi di berbagai rumah sakit menduga terjadi distosia bahu sehingga menyebabkan beberapa saraf di lengan kiri tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” imbuh Isna panjang lebar.
Saat menjalani pemeriksaan di Poliklinik Rehabilitasi Medis RSUP dr. Sardjito pada 28 April 2024 terungkap diagnosa baru. Bukan lagi erb’s palsy. Anak keduanya ini didiagnosa mengalami Brachial Plexus Injury. Cedera pleksus brakialis melibatkan kerusakan mendadak pada jaringan saraf yang saling terkait yang mengendalikan gerakan dan sensasi di lengan dan tangan. Akibatnya, dapat menyebabkan nyeri, kelemahan, hilangnya sensasi atau hilangnya gerakan di bahu, lengan dan/atau tangan.
“Bahkan pernah dites kelistrikan dan tangan kiri anak saya itu tidak ada respon. Beberapa rumah skait besar saya datangi untuk konsultasi dan pengobatan, berharap ada keajaiban untuk anak saya. Namun yang dikatakan oleh para dokter itu sama, saraf anak saya yang rusak,” papar dia.
Tak sampai disitu saja, saat berusia satu bulan bayi tersebut harus menjalani operasi benjolan merah di kepala sebelah kiri. Kemunculannya dimungkinkan akibat tindakan vakum ekstraksi saat proses persalinan.
“Sekarang ini anak saya berusia 14 bulan, terapi demi terapi terus kami lakukan seminggu 3 kali. Progressnya pun ya seperti itu, tangan anak saya masih belum bisa digerakkan. Dokter mengatakan itu bukan karena cacat bawaan namun karena tindakan saat lahir,” jelas dia.
Dari yang dialami, ia menganggap RSIA Allaudya berikut dokter tak memberikan pelayanan kompeten. Oleh karena itu, dia dan suami sepakat membuat aduan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Pokok pengaduan yang dilayangkan yakni terkait Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 2 Peraturan KKI No. 4 Tahun 2011.
Tidak hanya itu, perempuan yang berpofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) ini juga melaporkan dr. Anita ke Polres Gunungkidul dengan dugaan malpraktik. Beberapa waktu lalu, mediasi namun hingga sekarang belum ada perkembangan mengenai pelaporan tersebut.
Terpisah, dr. Anita Rohmah saat dihubungi belum bersedia memberikan pernyataan. Bahkan saat RSIA Allaudya didatangi, petugas jaga menyebut tidak ada pihak berwenang yang bersedia ditemui.
“Tunggu konfirmasi lanjut, nggih,” tulis dr. Anita melalui pesan WA.
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
Pemkab Gunungkidul Naikkan Gaji Pamong dan Staf Kalurahan
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Angka Kemiskinan di Gunungkidul Masih 15,18%
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
Gunungkidul Ajukan Tambahan Vaksin PMK 20 Ribu Dosis
-
Sosial2 hari yang lalu
43 Tahun Berdayakan UMKM Gunungkidul, Koperasi Marsudi Mulyo Terus Berinovasi
-
Peristiwa2 minggu yang lalu
3 Korban Laka Laut Pantai Drini Ditemukan Meninggal, 1 Masih Dalam Pencarian
-
Pemerintahan1 minggu yang lalu
Gelontoran Anggaran Rp 1,5 Miliar Untuk Perbaikan Gedung Sekolah
-
Sosial1 minggu yang lalu
Bupati Gunungkidul Kukuhkan Pengurus FPRB Baru
-
Info Ringan3 hari yang lalu
Dibalut Horor, Film Petaka Gunung Gede Angkat Kisah Sahabat Sejati
-
Uncategorized2 minggu yang lalu
Jumlah Pengguna Kereta Api Membludak saat Libur Panjang, PT KAI Daop 6 Klaim Bisa Dorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
BKPPD Periksa 2 ASN Yang Diduga Terlibat Perselingkuhan
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Keluarga Korban Laka Laut di Pantai Drini Akan Terima Asuransi
-
Peristiwa1 minggu yang lalu
Gempa 5,2 SR Guncang Gunungkidul