Uncategorized
Jogja Komik Weeks Digelar Keenam Kalinya, Singgung Konsistensi Komikus






Jogja, (pidjar.com) — Yogyakarta Komik Weeks untuk kali keenam kembali diselenggarakan pada 11-20 Oktober 2024 di Langgeng Art Foundation, Yogyakarta. Pameran kali ini melibatkan 30 siswa-siswi SMA/SMK Hasil Workshop dan Lomba Komik Kukuruyug #10 dan juga 30 Seniman Komik yang telah terkurasi.
Mengusung tema “Konsisten Sequen”, pameran ini berusaha mengangkat konsistensi para komikus, atau cergamis yang menghadirkan gambar sekuensial sebagai medium bercerita dan menyampaikan pesan yang terus mengisi ruang literasi gambar para pembacanya.
Kurator Pameran Yogyakarta Komik Week 2024, Terra Bajraghosa mengatakan, konsistensi tersebut sekaligus dapat dilihat sebagai sekuen masa yang mampu menginspirasi munculnya lapis demi lapis generasi komikus-komikus berikutnya yang terus bertumbuh.
“Tema kuratorial Konsisten Sequen hendak ditawarkan kepada seniman komik undangan dalam pameran Yogyakarta Komik Weeks 2024, untuk secara fleksibel dapat diinterpretasi, diterjemahkan, ditawar, ataupun dikritik, dengan konsistensi karya masing-masing,” katanya, Jumat (11/10).







Kepala Seksi Seni Dinas Kebudayaan DIY, Zita Uttungga Dewi Maharani mengatakan, Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang tentang komik dalam wujud relief atau pahatan yang menghiasi berbagai candi. Relief ini pun dibuat untuk menggambarkan kehidupan masyarakat, menyampaikan pesan kebaikan dan menangkap peristiwa- peristiwa menjadi bagian perjalanan sejarah. Hal ini mencerminkan bahwa seni visual telah lama menjadi bagian dari cara leluhur kita dalam mewariskan berbagai pengetahuan ke generasi selanjutnya.
“Komik sebagai sebuah media komunikasi alternatif yang komunikatif dan menghibur dapat menjadi upaya dalam mengarsipkan pengetahuan dan kekayaan budaya serta meneruskannya ke generasi muda, ” ungkapnya.
Zita menyebut, dengan mengusung berbagai fenomena budaya, ragam perilaku dan nilai-nilai kehidupan, harapannya kegiatan Pekan Komik ini selain hadir sebagai sebuah perayaan dan ajang apresiasi karya.
“Ini juga merupakan sarana untuk terus menggulirkan semangat pelestarian budaya yang semakin memperkuat karakter pribadi generasi muda kita,” tandasnya.
Sebelum pameran ini dilaksanakan, telebih dahulu telah diselenggarakan sebuah lokakarya dan lomba komik Kukuruyug #10 pada 22-23 Agustus di Kaliurang, Sleman. Acara yang didukung sepenuhnya oleh Dinas Kebudayaan DIY dan komunitas Mulyakarya Seniman Kolektif sebagai pelaksana ini menyasar pelajar SMA/SMK sederajat se-DIY.
Kurator Kukuruyug #10, Danang Catur menambahkan, kegiatan ini diikuti oleh 100 peserta pelajar SMA/SMK sederajat dari 42 sekolah se-DIY dengan mengambil tema “Sumbu Filosofi sebagai Inspirasi dalam Membuat Komik tentang Jogja”.
Kata Danang, kegiatan ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana konsep Sumbu Filosofi dapat diterjemahkan ke dalam karya komik oleh para pelajar. Sebab komik sebagai medium yang kuat dalam menyampaikan cerita dan gagasan, memungkinkan pelajar untuk menggambarkan bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam Sumbu Filosofi dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di Yogyakarta.
“Melalui komik, pelajar diajak untuk merenungkan bagaimana keseimbangan antara budaya, spiritualitas, dan modernitas dapat dipertahankan dalam konteks yang terus berubah. Acara ini diharapkan dapat menjadi pengalaman yang edukatif, menyenangkan, dan memotivasi, serta memberikan manfaat jangka panjang dalam pengembangan keterampilan dan minat anak-anak muda dalam bidang seni visual dan literasi,” jelasnya.
Danang mengungkapkan, komik lebih dari sekadar hiburan atau dokumentasi budaya karena komik adalah alat literasi yang kuat. Dalam dunia yang semakin visual, komik menjadi jembatan antara teks dan gambar, membantu membangun keterampilan literasi yang lebih luas.
Bahkan di era digital ini, budaya komik telah mengalami transformasi besar. Dari bentuk cetak ke platform digital, komik telah menemukan cara baru untuk berinteraksi dengan audiensnya. Webtoon, komik digital, dan animasi pendek telah memperluas jangkauan komik, menjangkau pembaca di seluruh dunia dengan lebih cepat dan lebih mudah.
“Dengan ini, komik tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang, menjadi bagian dari budaya global yang terus berubah. Melalui komik, literasi menjadi lebih inklusif dan menarik,” jelasnya.
Danang menyampaikan, bagi pembaca muda, komik seringkali menjadi pintu masuk pertama menuju dunia buku dan membaca. Karakter-karakter yang kuat dan cerita yang menghibur memotivasi mereka untuk mengeksplorasi lebih jauh, menumbuhkan kecintaan pada membaca.
“Dalam pendidikan, komik telah diakui sebagai alat yang efektif untuk mengajarkan berbagai mata pelajaran dari sejarah hingga sains, dengan cara yang menyenangkan dan mudah dipahami,” pungkasnya.(Ken).