Peristiwa
Konflik Perebutan Lahan di Watukodok Terus Berlanjut, Benarkah Ada Jatah Untuk Para Pejabat?






Tanjungsari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Sejak dibuka tahun 2010 lalu, Pantai Watukodok yang terletak di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari tak pernah luntur menyuguhkan keindahan alamnya yang masih murni. Tak heran apabila banyak pihak yang tergiur ingin menempati atas lahan di sekitar pantai tersebut.
Bahkan rentetan kejadian klaim atas tanah di sekitar pantai mulai gencar sejak tahun 2012 silam. Investor serta okum-oknum mulai masuk dan mengusik warga yang telah menempati lokasi disekitar pantai lebih dulu. Perebutan lahan pun terjadi. Berbagai macam cara akhirnya dilakukan agar mereka dapat menempati kawasan pantai berpasir putih itu.
Dikatakan Sekretaris Paguyuban Kawula Pesisir Mataram, Surahman, bahwa konflik yang ada di Watukodok bermula pada sekitar tahun 2012. Saat itu berhembus isu lahan di sekitar pantai sudah dikontrak investor dengan nilai yang cukup fantastis. Hal ini tentu membuat warga yang mengadu nasib mulai resah dengan munculnya kabar tersebut.
"Saat itu kami mendengar bahwa lahan yang kami tempati ini sudah dikontak investor senilai Rp 1,5 miliar. Saat itu penggarap mulai panik," kata Surahman, Senin (19/03/2018).
Dibeberkan Surahman, suasana di Watukodok semakin kacau ketika pada 2013, Asek 1, Pemkab Gunungkidul yang saat itu dijabat oleh Tommy Harahap, berhadapan dengan warga. Adapun perkara yang dibahas bahwa lahan tersebut telah dikontrak selama 5 tahun dengan nilai Rp 1,5 miliar oleh investor atas nama Eny Supiani.







Gejolak semakin pecah ketika warga malah diminta angkat kaki dari wilayah Watukodok oleh pihak Pemkab lantaran adanya lahan kontrak dari investor tersebut. Tentu saja hal ini membuat warga menjadi panas sekaligus cemas akan nasibnya. Meski begitu, masyarakat memilih untuk pasang badan mempertahankan lahan.
“Kami diusir, disuruh angkat kaki. Tetapi kami bersama-sama bersatu untuk mempertahankan lahan ini. Meskipun tanah Sultah Ground (SG) ini memang bukan milik kami tapi akan lebih bermanfaat kalau kami sendiri yang nggarap dari pada orang luar," terang dia.
Namun, segala upaya yang dilakukan untuk mempertahankan lahan tersebut bukan berarti gejolak menjadi padam. Hingga saat ini, gejolak terus berlanjut seolah tak diberi jeda tanah tersebut berhenti diperebutkan. Konflik terus berlanjut, bertahun-tahun ditempa berbagai permasalahan hingga belum menemukan titik semu sampai saat ini.
Berdasarkan penuturan Surahman, belum lama ini Bukit Barat Pantai Watukodok menjadi sengketa. Diduga dalang dibalik sengketa tersebut merupakan seorang investor beserta para oknum yang pernah berniat menggarap tanah di kawasan pantai. Namun, karena dulunya gagal menduduki kawasan pantai, seolah tak mau kalah, investor pun akhirnya beralih mendapatkan lahan di sebelah barat pantai milik desa.
"Kabarnya juga dikontrak Rp 1,5 miliar dan sudah diberikan uang muka Rp 200 juta. Kami menduga dahulunya lokasi tersebut memang diinginkan oleh investor," kata dia.
Surahman terus bercerita, dari serangkaian peristiwa yang terjadi, ada kemungkinan oknum yang terlibat di dalam perkara tersebut hendak ikut menggarap lahan di kawasan pantai. Sebab banyak dari mereka yang enggan ditemukan dalam satu forum resmi. Kebanyakan hanya mendatangi pengelola di lapangan.
"Kalau memang investor tok yang pengen mengolah lahan itu kenapa kami tidak pernah ditemukan dengannya. Kenapa selalu muter-muter sampai saat ini. Ada apa sebenarnya. Itu yang ada di pikiran kami sebagai orang katok abang," pungkas dia.