fbpx
Connect with us

Pemerintahan

Kurangnya Regenerasi Dituding Jadi Penghambat Utama Berkembangnya Sektor Pertanian Gunungkidul

Diterbitkan

pada

BDG

Playen,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Kurangnya regenerasi pertanian dituding menjadi penyebab utama kurang berkembangnya pertanian di Gunungkidul. Saat ini, sudah sangat jarang generasi muda yang tertarik untuk terjun di dunia pertanian. Padahal dengan luasan lahan yang masih sangat besar, potensi pertanian di Gunungkidul sebenarnya sangat besar.

Hal ini terungkap dalam sarasehan Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Gunungkidul yang digelar di Balai Desa Bleberan, Kecamatan Playen pada Minggu (18/02/2018) siang kemarin. Hadir dalam acara tersebut Wakil Bupati Gunungkidul Immawan Wahyudi; Ketua DPRD Gunungkidul Suharno; Ketua KTNA DIY Sumari; Ketua KTNA Gunungkidul Slamet S.Pd, serta sejumlah LSM maupun perwakilan kelompok petani dari seluruh Gunungkidul. Dalam pertemuan ini, para petani mengeluhkan sejumlah hal termasuk diantaranya mahalnya bibit yang tidak diimbangi dengan harga jual yang bagus sehingga seringkali membuat para petani merugi.

Ketua DPRD Gunungkidul Suharno, menyayangkan jarangnya pemuda yang mau menjadi petani saat ini. Kebanyakan, petani di Gunungkidul saat ini sudah berusia tua dengan rata-rata usia mencapai sekitar 50 tahun. Hal ini ditengarai lantaran pemuda saat ini lebih mengedepankan gengsi hingga menolak bekerja sebagai petani.

Berita Lainnya  Dinas Perhubungan Usulkan Penambahan 3 Lampu Suar di Pantai Gunungkidul

Padahal, kata Suharno, peran petani sangat penting dalam menjaga kedaulatan pangan di Indonesia. Apalagi saat ini teknologi semakin canggih sehingga petani tidak perlu lagi membajak menggunakan kerbau dan arit sebagai alat memanen. Hal ini seharusnya bisa membuat pemuda mau melanjutkan generasi tua menjadi petani.

"Bekerja menjadi petani dianggap melelahkan bagi pemuda. Padahal petani saat ini beda dengan yang dulu. Kalau dulu memang masih lelah bajak sawah dengan kerbau. Sekarang sudah modern," papar Suharno.

Penurunan jumlah pemuda petani menurut Suharno sangat krusial untuk diantisipasi. Beralihnya generasi ini dari sector pertanian, dikhawatirkan dapat berpotensi mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia.

Adanya petani muda, dinilai bisa menerapkan pola pertanian berkelanjutan untuk dapat bertahan dari pasar global. Selain itu, ide kreatif pemuda bisa membuat petani keluar dari ketergantungan dan mampu menciptakan bibit, pupuk organik, dan menciptakan pasar.

Berita Lainnya  Tiga Pekan Berlalu Kasus Keracunan Massal di Girisubo, Dinkes Masih Menunggu Hasil Uji Lab

"Sebagai contoh, dulu saya punya teman, masih muda pilih bekerja ke luar daerah. Saya suruh balik ke Gunungkidul jadi petani. Sekarang sudah sukses, punya mobil 3, dan masih menjadi petani. Itu salah satu contoh kalau jadi petani bisa menjadi orang yang berhasil," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Immawan Wahyudi berjanji akan terus mendukung sektor pertanian. Pihaknya saat ini tengah mengkaji sejumlah perbaikan antara lain dengan menambah anggaran di sektor pertanian, serta lebih intens dalam melakukan pembinaan. Menurut Immawan, ke depan pihaknya ingin melibatkan para petani dalam pembuatan regulasi mengenai pertanian. Dengan pengalaman dan pengetahuan, para petani dianggap merupakan praktisi yang menjadi pihak paling terdampak dengan kebijakan dari pemerintah. Adanya regulasi diharapkan bisa melindungi sekaligus mempermudah para petani dalam menggarap sektor ini.

“Kita akan terus lakukan perbaikan agar pertanian Gunungkidul bisa maju dan bisa menjadi tuan rumah di tanah sendiri,” tandas dia.

Berita Lainnya  Budidaya Kakao Semakin Menjanjikan, Luas Tanam Capai Ribuan Hektar

Dengan segala keterbatasan yang ada, peran pertanian Gunungkidul disebut Wakil Bupati sangat penting. Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu daerah penyangga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi di DIY. Hal ini lantaran selama ini, tingkat produktifitas pertanian Gunungkidul sangat tinggi, jauh melebihi konsumsinya.

“Gunungkidul sangat mandiri dan tidak tergantung pada impor beras atau kebijakan lainnya terkait pangan,” tambah dia.

Senada dengan Suharno, masalah utama pertanian di Gunungkidul disebutkan Immawan masih berkutat pada persoalan regenerasi petani. Sebagian besar generasi muda Gunungkidul sama sekali tidak bercita-cita menjadi petani yang dianggap tidak bergengsi dan tidak menjamin masa depan.

“Ini yang harus kita rubah bersama,” ucap dia.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler