Info Ringan
Tujuh Makna Ketupat saat Hari Raya



Jogja,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Pada hari raya Idulfitri seperti saat ini, ada satu hal yang pasti disiapkan sebagai makanan khas, yaitu ketupat lebaran. Kamu sudah tahu belum? Bagaimana asal-usul ketupat bisa menjadi makanan khas lebaran? Di balik bentuknya yang unik, ketupat lebaran ternyata memiliki sejarah dan beberapa fakta menarik, lho. Yuk, ketahui lebih jauh mengenai sejarah dan fakta menarik ketupat lebaran dilansir dari berbagai sumber.
Sejarah Ketupat Lebaran
Ketupat merupakan makanan terbuat dari beras yang dibungkus anyaman daun kelapa muda. Makanan ini pertama kali muncul di Jawa sejak abad ke-15, tepatnya pada masa pemerintahan Kerajaan Demak. Pahamifren pasti sudah tahu dong sejarah mengenai Kerajaan Demak. Jadi, pada masa pemerintahan Kerajaan Demak, Sunan Kalijaga menjadi orang yang memperkenalkan ketupat pertama kali dalam rangka berdakwah menyebarkan agama Islam. Masyakarat Jawa kala itu sudah punya sistem kepercayaan sendiri yang dikenal sebagai Kejawen sehingga sangat sulit mengajak mereka masuk Islam.
Akhirnya, Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan budaya dalam penyebaran agama Islam. Ketupat lebaran adalah salah satu yang dipilih karena dinilai bisa dekat dengan kebudayaan masyarakat Jawa saat itu. Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya, sekaligus filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai-nilai Islam. Berkat ketupat, penyebaran agama Islam pun akhirnya berhasil. Banyak masyarakat Jawa yang akhirnya memeluk agama Islam.
Ketupat sebagai Hidangan Lebaran
Nah, karena asal-usul ketupat berkaitan erat dengan agama Islam, ketupat lambat laun menjadi simbol kebersamaan umat Islam. Hingga akhirnya terus berkembang menjadi makanan khas hari raya Idulfitri. Ketupat sebagai hidangan lebaran berbahan dasar beras dan dibungkus anyaman daun kelapa muda (janur). Biasanya, ketupat dihidangkan bersama lauk bersantan, seperti lontong sayur, opor ayam, gulai, rendang, semur, dan masih banyak lagi. Ketupat dipilih sebagai hidangan lebaran karena bisa bertahan lama. Orang-orang akan sibuk bersilaturahmi saat hari raya Idul Fitri sehingga menyiapkan hidangan yang bisa tahan lama menjadi pilihan tepat.
Sebagai Simbol Permintaan Maaf
Tak heran kalau ketupat selalu menjadi makanan wajib saat lebaran karena ketupat merupakan simbol permintaan maaf. Dalam budaya Jawa, ketupat dicampur dengan lauk bersantan disebut kupat santen. Istilah kupat santen berasal dari singkatan kulo lepat nyuwun ngapunten, atau berarti ‘saya salah, mohon maaf’.
Memiliki Banyak Nama
Ternyata, ketupat memiliki beragam nama berbeda di seluruh daerah Indonesia. Orang Jawa dan Sunda menyebut ketupat lebaran dengan “kupat”. Masyarakat Bali menyebut makanan ini “tipat”. Sementara masyarakat Minangkabau menyebutnya “katupek”. Di Madura, ketupat disebut “katopak”. Sedangkan orang Makassar menyebut ketupat dengan “katupa”. Kalau di daerah kamu, apakah ada sebutan lain untuk ketupat?
Dipercaya sebagai Penolak Bala
Ketupat tak hanya digunakan sebagai ikon hari raya Idulfitri, melainkan juga dipercaya sebagai media penolak bala. Di beberapa daerah Jawa, ketupat digantung di daun pintu rumah karena dipercaya bisa menolak hal-hal buruk. Selain itu, bagi masyarakat Barabai, ketupat menjadi makanan para lelaki yang tengah memanjatkan doa saat ritual tolak bala. Ketupat yang dimakan para lelaki tersebut dicampur oleh kuah dan lauk dalam satu wadah.
Tidak Hanya Ada saat Lebaran
Banyak orang beranggapan ketupat hanya ada saat lebaran, makanya disebut ketupat lebaran. Faktanya, ketupat tidak hanya berlekatan dengan hari raya umat Islam saja, lho. Ketupat juga digunakan sebagai sesajen pada hari raya Kuningan, yang dirayakan oleh umat Hindu Dharma di Bali. Masyarakat Ternate juga menggunakan ketupat pada upacara Saro (doa dan berkah) dengan bentuk kerbau, burung, hingga nanas. Masing-masing bentuk ketupat tersebut memiliki maknanya masing-masing.
Bermakna Kembali Suci
Makna ketupat lebaran sendiri begitu unik, Pahamifren. Daun kelapa atau janur dalam bahasa Jawa merupakan akronim dari “Jannah Nur” atau “Cahaya Surga”. Janur pembungkus ketupat juga dianggap akronim dari “Jatining Nur” yang dalam bahasa Jawa berarti “hati nurani”. Maknanya, saat lebaran, kita harus membersihkan hati dari segala macam hal negatif sehingga dapat kembali ke fitri, kembali suci dengan saling memaafkan.
Selain itu, anyaman ketupat yang rumit juga menggambarkan keragaman masyarakat harus dilekatkan dengan tali silaturahmi. Anyaman tersebut kerap dianggap pula sebagai kesalahan manusia. Sebab, kesalahan manusia itu rumit dan saling berhubungan satu sama lainnya seperti anyaman ketupat. Sementara itu, beras di dalamnya bermakna kesucian hati. Ada pula yang memaknai beras ketupat sebagai nafsu duniawi. Saat ketupat dipotong, itu berarti kita telah melepaskan segala kesalahan, nafsu duniawi, atau dosa selama puasa, serta membuat kita kembali suci dan putih seperti nasi.
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Masa Jabatan Tinggal Menghitung Hari, Sunaryanta : Kembali ke Orang Tua dan Bertani
-
Sosial4 minggu yang lalu
Bupati Gunungkidul Dikukuhan Sebagai Ketua Pengurus Daerah Keluarga Organisasi Tarung Derajat
-
Sosial3 minggu yang lalu
Gilang dan Salma Dinobatkan Sebagai Dimas Diajeng Gunungkidul 2025
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Progam Makan Bergizi Gratis Mulai Dilaksanakan di Gunungkidul
-
Sosial3 minggu yang lalu
Festival Umuk Kampung, Merayakan Kelestarian Kota dengan Merawat Tradisi
-
Sosial3 minggu yang lalu
Berkenalan dengan Ekawati Rahayu Putri, Calon Ketum HIPMI DIY yang Visioner
-
Uncategorized4 minggu yang lalu
Asmat Pro Group Helat Jogja Fashion Parade 2025, Usung tema Pararellel Aesthetics
-
Sosial4 minggu yang lalu
Kasus Kesehatan Mental Tinggi, Gunungkidul Kolaborasi dengan IPI untuk Penanganan dan Antisipasi
-
film3 minggu yang lalu
LSB PP Muhammadiyah Luncurkan Film “Djuanda: Pemersatu Laut Indonesia”
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Kasus Antraks Kembali Ditemukan di Gunungkidul
-
Uncategorized4 minggu yang lalu
Asmat Pro Berikan Award 2025 pada Sejumlah Model saat Wisuda, Termasuk Desainer Cilik
-
Sosial2 minggu yang lalu
Purna Tugas, Mantan Bupati Sunaryanta Pulang dengan Berlari 8 Km