fbpx
Connect with us

Sosial

Berawal Dari Gadaikan BPKB, Damanhuri Bebaskan Warganya Dari Krisis Air

Diterbitkan

pada

BDG

Playen,(pidjar.com)–Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Di tengah hari air yang diperingati setiap tanggal 22 Maret, pemenuhan akan kebutuhan air di Gunungkidul masih bisa dibilang belum terpenuhi. Di sejumlah titik, di mana belum terjangkau layanan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Handayani, warga masih sangat kesulitan mengakses air bersih dan bahkan harus membelinya.

Padukuhan Ketangi, Desa Banyusoco, Kecamatan Playen merupakan salah satu wilayah yang sebelumnya selalu mengalami kekurangan air terutama ketika musim kemarau. Pada masa lalu menjadi pemandangan biasa ketika warga setempat harus menempuh jarak yang cukup jauh menuju sungai maupun telaga hanya untuk mendapatkan air bersih. Hal ini tentu saja sangat merepotkan dan menguras tenaga serta waktu warga. Akan tetapi, warga yang rata-rata berada di tingkat ekonomi rendah itu tak punya pilihan karena tak mampu membeli air dari truk tangki swasta.

Berkat jasa Damanhuri, derita warga Ketangi tak lagi harus bersusah-susah lagi. Ratusan rumah warga kini sudah terpasang instalasi pengolahan air swadaya yang dirintis Damanhuri bersama teman-temannya sejak beberapa waktu lalu.

"Kini sudah ada 322 warga kami yang menggunakan instalasi pengolahan air swadaya Ngudi Ajining Tirto yang kami kelola," jelas Damanhuri kepada pidjar.com, Kamis (22/03/2018) siang.

Derita warga itu cukup menggelitik Damanhuri. Padahal di Padukuhan Ketangi, sebenarnya terdapat sumber air yang dikelola Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) 2005 lalu. Namun dibiarkan mangkrak dan tak terurus karena hanya bisa dinikmati segelintir warga yang tinggal di sekitar bak penampungan. Ia pun lantas mengajukan diri untuk bisa mengelola distribusi air bersih dari sumber tersebut sehingga bisa menjangkau lebih banyak orang.

Berita Lainnya  Minat Besar Para Petani Muda Tanam Bawang

Sekitar tahun 2006, ia bersama 2 orang temannya yang tidak memiliki modal lalu nekat untuk membangun kembali sumber air itu. Untuk menutup modal awal yang mencapai puluhan juta, ia kemudian terpaksa menggadaikan BPKB sepeda motornya yang lantas dibelikan pralon serta pompa air.

"Ada 3 BPKB milik saya dan teman-teman yang saya gadaikan, kita dapat dana awal 7,5 juta sedangkan kekurangan lainnya kita diperbolehkan mengangsur," urainya.

Awal pembangunan diungkapkan Damanhuri menjadi masa yang paling berat. Sangat banyak warga yang meremehkan upayanya dalam memperluas jangkauan distribusi air. Ia memasang instalasi ke bak reservoir yang menampung air yang diambil dari Sumber Ngringin di tepi Sungai Oya.

Berita Lainnya  Minim Inovasi, Status Layak Anak Gunungkidul Tak Kunjung Naik

"Yang penting instalasi bisa sampai ke pemukiman dulu, masalah warga mau menggunakan atau tidak itu urusan belakangan," katanya.

Setelah terpasang, ia lalu mengumpulkan warga sekitar untuk pemasangan instalasi ke rumah warga. Namun dari sekitar 70 an Kepala Keluarga yang datang, hanya 13 orang yang mau memasang. Salah satu yang menjadikan warga masih enggan menggunakan adalah biaya awal pemasangan sebesar Rp 600.000 sementara mereka sangsi distribusi air akan berfungsi maksimal.

"Padahal itu bisa dicicil 3 kali, per bulannya juga hanya bayar Rp5.000," ucap Damanhuri.

Minimnya pemasangan tetap tak menyurutkan semangat mereka. Seperti sudah diduga, dengan memasang instalasi tersebut, warga bisa dengan mudah memenuhi kebutuhan airnya. Hal ini lantas membuat warga lainnya ikut-ikutan melakukan pemasangan. Kini hampir seluruh KK di Padukuhan Ketangi dan Kepek sudah terpasang instalasi air.

Untuk membatasi penggunaan air, warga sepakat untuk menaikkan harga perkubik air yang digunakan. Setiap kubik, warga membayar Rp 2000, dan setelah menggunakan lebih dari 10 kubik, warga harus membayar Rp 3000 perkubiknya.

Berita Lainnya  Incar Miras, Sat Pol PP Sisir Penginapan dan Tempat Karaoke di Pesisir Selatan

Lantaran perkembangan yang cukup pesat tersebut, saat ini bak penampungan program PKPS BBM tak lagi difungsikan karena sudah tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan. Ia lalu membangun bak penampungan anyar dengan kapasitas yang lebih besar.

"Saya sangat senang karena selain bisa membantu warga sini memenuhi air, kerja saya juga diakui dengan memperoleh Piagam Kalpataru untuk tingkat provinsi pada tahun 2013 lalu," beber pria yang hanya lulus SMP ini.

Dengan kesuksesan mengelola sumber air mandiri itu, Damanhuri bahkan saat ini mendapatkan kepercayaan untuk mendampingi 240 kelompok pengelola air di berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Lampung, Lombok, NTB pernah dikunjunginya. Bahkan ia pernah memberikan paparan di Universitas Indonesia untuk membagikan pengalamannya.

"Saya pernah diajak untuk meneliti sumber air yang akan dikelola pemerintah, saat itu sudah saya perkirakan besaran sumbernya. Namun karena saya hanya lulusan SMP, mungkin kurang percaya, lalu didatangkan profesor dari Bandung, dan hasilnya tidak begitu banyak perbedaannya," imbuhnya.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler