Sosial
Cerita Pahlawan PAD yang Mulai Kibarkan Bendera Putih Karena Pandemi






Tanjungsari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Lebih dari satu tahun dunia pariwisata bisa dibilang tiarap selama pandemi. Terlebih satu bulan belakangan pemberlakukan PPKM Darurat hingga PPKM level empat membuat sektor tulang punggung Pendapatan Asli Daerah Gunungkidul ini kian merintih. Sebagian mereka memilih mengibarkan bendera putih di lapak-lapak yang biasanya tiap akhir pekan dipadati wisatawan.
Pidjar.com, Sabtu (31/06/2021) siang mencoba melakulan perjalanan ke Pantai Indrayanti. Pantai yang terletak di Kapanewon Tepus ini bisa dikatakan cukup populer. Jika di hari biasa jumlah kunjungan wisatawan selalu memadati area pantai, di pekan keempat penutupan lokasi wisata ini cukup sepi. Terlihat bendera putih berkibar di sejumlah lapak pedagang.
Pemilik Restoran Indrayanti, Arif Rahman mengatakan, ia sudah mulai mengibarkan bendera putih sejak awal PPKM Darurat diberlakulan. Bendera ini ia jadikan lambang keprihatinan terhadap kebijakan pemerintah yang ia nilai tak peduli dengan nasib para pemilik usaha jasa pariwisata.
“Aturan terus diberlakukan dan mereka tidak memberikan sedikitpun solusi untuk kami,” ujar Arif.
Hampir dua tahun ini omzet yang ia dapatkan bisa dikata cukup memprihatinkan. Hantaman pandemi dibersamai dengan berbagai macam pembatasan membuatnya harus merasakan dampak dari melemahnya ekonomi.







“Kami berusaha terus bertahan dengan mengifisienkan operasipnal, misalnya pemberlakuan sistem shift untuk pekerja,” imbuh Arif.
Pada awal pandemi tahun lalu, ia berusaha idealis untuk tidak mengurangi jumlah karyawan. Namun apa boleh buat, lama kelamaan dampak luar biasa ia rasakan sehingga terpaksa harus merumahkan karyawannya.
“Tinggal 22 orang pekerja yang kami bagi dua sift, karena pendapatan kami juga turun separuh dari kondisi normal, tapi khsusus untuk bulan ini semua kami istirahatkan karena tidak ada pemasukan,” jelas Arif.
Kebijakan pemerintah untuk melayani take away ataupun delivery order ojek online menurutnya hanya bisa dilakukan di kota. Selain karena sinyal internet yang sulit, lokasi restonya yang berada di kawasan pantai sangat tidak memungkinkan untuk tetap buka.
“Lha wong pantai aja ditutup, jadi tidak ada pilihan lain,” ujarnya.
Untuk bertahan, ia bahkan menjual sejumlah aset bergerak miliknya. Misalnya saja mobil hingga sepeda motor. Barang kesayangannya tersebut terpaksa ia jual karena karyawan yang ia pekerjakan harus tetap bertahan untuk makan.
“Bantuan belum ada ya termasuk untuk karyawan saya,” jelas Arif.
Ia berharap, pemerintah segera membuka kembali pariwosata. Karena itu adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan roda perekonomian.
“Kami sudah semakin terhimpit harapannya wisata segera dibuka dengan prokes ketat,” tandasnya.