Sosial
Kebaikan Tetangga Jadi Semangat Nenek Miskin Yang Hidup Sebatangkara Ini Jalani Hidup






Paliyan,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Hidup di tengah masyarakat yang masih kental dengan tradisi gotong royong menjadi penyelamat bagi Mukiyem (70). Warga Padukuhan Pengos, Desa Giring, Kecamatan Paliyan ini di usia tuanya, tetangga sekitar menjadi keluarga satu-satunya yang ia miliki. Sebab sendiri merupakan seorang wanita yang tidak memiliki saudara, anak maupun suami lantaran memang seumur hidupnya ia belum pernah menikah.
Beruntung bagi Mukiyem yang karena usia tuanya sudah tak lagi bisa bekerja maksimal, para tetangganya begitu perhatian kepadanya. Tak hanya memberikan makanan maupun kebutuhan lainnya, para warga sekitar juga dengan sukarela memberikan bantuan lainnya. Mereka bahkan tak segan-segan untuk bergotong royong memperbaiki rumah Mukiyem.
Sejak pagi hari, puluhan warga Padukuhan Pengos berbondong-bondong datang ke bekas bangunan rumah milik Mukiyem yang telah dirobohkan beberapa waktu lalu. Ada yang membawa potongan bambu, alat-alat pertukangan dan bahkan bahan makanan.
Para pria di padukuhan itu nampak sibuk merangkai bahan bangunan rumah untuk didirikan. Sedangkan para wanita meracik masakan untuk perisapan para pekerja pria itu.
Mukiyem sendiri juga tak tinggal diam, meski pandangannya telah kabur, ia masih merajang cabai untuk keperluan sayur lombok sebagai lauk. Sesekali dirinya berusaha beranjak dari tempat duduk untuk membantu para wanita lainnya.







Namun, tenaganya sudah tidak begitu perkasa lagi. Otot yang nampak melekat di kulitnya tak mampu lagi menopang raganya untuk beraktifitas normal.
Ketika berjalan, dirinya terlihat sempoyongan, tangganya sesekali melambai untuk menggapai benda yang ia gunakan untuk berdiri. Kondisi semacam ini ternyata belum lama ia alami.
“Baru sekitar dua tahun ini saya sudah tidak bisa melihat secara jelas,” kata Mukiyem, Minggu (07/04/2019).
Keadaan itu yang membuat dirinya hanya bisa berserah diri pasrah dan hanya menunggu pemberian dari tetangga sekitar. Kehidupan Mukiyem memang sangat memprihatinkan lantaran juga tak mempunyai harta. Tak ada lagi tanah atau pun ternak sekalipun yang dapat ia jual untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
“Tidak punya tanah, dulu garap tanah kas desa, tapi sekarang sudah tidak mampu,” kata dia.
Ia mengatakan, sebelum rumahnya dirobohkan untuk dibangun. Angin dan air hujan selalu menjadi kawannya setiap ia berlindung di gubuk reotnya.
“Tidak ada yang tidak bocor, gedek (anyaman bambu sebagai dinding) juga sudah banyak yang bolong. Tapi saya tidak takut,” ucap dia.
Kepedulian oleh masyarakat lain kepada dirinya ternyata menjadi semangatnya untuk terus hidup. Sebelumnya diketahui, jika Mukiyem mengalami depresi dan kurang bisa berkomunikasi dengan baik kepada orang lain.
“Saya berterimakasih kepada tetangga dan saudara yang telah membantu membangunkan rumah. Semoga saya sehat terus dan bisa melihat tetangga anak cucu bahagia,” ucap dia.
Di usia tuanya, Mukiyem sudah merasa tercukupi. Keinginan satu-satunya adalah kesehatan dan semangat untuk hidup agar bisa bercengkrama dengan masyarakat sekitar.
“Sudah tidak ingin apa-apa. Pengen sehat saja, biar bisa srawung dengan masyarakat lain,” kata dia.
Sementara itu, Dukuh Pengos, Ratno yang ikut hadir dalam kerja bakti pembangunan rumah Mukiyem mengatakan, Mukiyem selama hidupnya memang belum pernah menikah. Sehingga selama ini ia hanya hidup sendiri di lereng sebuah lereng bukit kecil.
“Dulu ada saudaranya, tetapi semenjak meninggal ia hidup sendiri,” kata Ratno.
Mukiyem menurut Ratno patut mendapatkan perhatian khusus. Sebab di usia tuanya ini beberapa permasalahan kesehatan patut diwaspadai.
“Kita memberikan pendekatan ini, karena simbah patut mendapatkannya. Jangan sampai ada warga yang tidak mendapatkan perhatian ditengah kesulitan hidup yang dihadapi,” kata dia.
Belum lama ini, ia bersama warga masyarakat Padukuhan Pengos berupaya mencari donatur untuk membantu Mukiyem. Berkat usahanya itu, Mukiyem pun telah mendapatkan terapi untuk kesehatannya.
“Sebelum diterapi itu ya seperti orang depresi, karena dia hidup sendiri toh. Kemarin setelah diterapi semakin cerah,” kata dia.
Ratno menambahkan, latar belakang pembangunan rumah Mukiyem ini atas dasar rasa kemanusiaan. Sebab sebelumnya kondisi rumah Mukiyem sudah tidak layak dan sangat berbahaya.
“Sempat saya malam-malam sama pak Bhabinkamtipmas datang, saya salah pintu, ternyata itu dinding saya dorong jebol. Rumahnya sudah sangat tidak layak,” kata dia.
Dalam pembanunan rumah ini menggunakan dana sumbangan serta patungan dari warga, donatur dan pemerintah desa. Namun, lebih dari itu, Ratno mengaku bahwa hal semacam ini merupakan cara untuk terus menjaga kerukunan serta kepedulian di tengah keberagaman.
“Di sini ada Islam, Kristen, Hindu, Budha, Katholik sangat beragam masyarakatnya. Tapi dengan budaya gotongroyong ini semua dapat bersatu untuk menolong sesama manusia,” ucap dia.
-
event1 hari yang lalu
Gunungkidul Geopark Night Specta Kembali Digelar, Simak Jadwal dan Bintang Tamunya
-
Uncategorized23 jam yang lalu
Perebutan Gelar Triple Crown 2025 di Indonesia Indonesia Derby 2025
-
musik23 jam yang lalu
Tahun ke-11, Prambanan Jazz Festival Gaet Kenny G dan EAJ
-
Budaya23 jam yang lalu
Yogyakarta International Dance Festival Digelar di Jogja, Diikuti 8 Negara
-
Sosial4 jam yang lalu
Pelatihan Teknis Budidaya Kelapa Sawit Tingkatkan Kapasitas Petani di Sumatera Utara