fbpx
Connect with us

Pemerintahan

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Masih Marak di Gunungkidul, Bagaimana Langkah Pemerintah?

Diterbitkan

pada

BDG

Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Kasus kekerasan pada perempuan dan anak masih terus ditemukan di kalangan masyarakat. Layaknya gunung es, kasus seperti ini terus mengalami peningkatan jumlah kasus yang tertangani baik oleh aparat penegak hukum, pemerintah daerah maupun lembaga perlindungan. Sayangnya, para pemangku kewenangan ini masih cukup kesulitan dalam memberikan pendampingan akibat minimnya pelaporan yang dilakukan.

Seperti yang diungkapkan oleh Rumi Hayati, Kepala Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, Dinas P3AKBPMD Gunungkidul, kurangnya kesadaran korban dalam melakukan pelaporan tentu menghambat petugas dalam melakukan pendampingan dan penelusuran atas kasus kekerasan yang dihadapi. Maka dari itu, kesadaran korban atau keluarga terus dipupuk agar pelaporan mengenai adanya kasus kekerasan dapat terdata sehingga nantinya bisa menjadi dasar dalam perumusan kebijakan pemerintah guna langkah antisipasi.

“Kalau sudah terdata dan terlaporkan tentu kami baik dari pemerintah dan penegak hukum memiliki komitmen untuk menyelesaikan perkara hingga ke tingkat hukum,” kata Rumi Hayati, saat ditemui dalam Deklarasi Hari Anti Kekerasan di Balai Desa Baleharjo, Selasa (11/12/2018).

Berbagai faktor memang mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam melakukan pelaporan kasus kekerasan, diantaranya anggapan mengenai hal itu merupakan aib dan kekhawatiran mengenai kesalahpahamanan di lingkup masyarakat luar. Menurut Rumi, sebenarnya di masyarakat banyak sekali kasus kekerasan yang terjadi baik terhadap anak atau perempuan.

Berita Lainnya  Bantuan Sosial Upah 1 Juta Untuk Pekerja Gunungkidul Mulai Dicairkan

Namun karena faktor yang telah disebutkan itu maka sangat banyak kasus yang tidak tertangani oleh pemerintah maupun aparat kepolisian dan penegak hukum lainnya. Misalnya di tahun 2017 lalu terdapat 42 kasus, sedangkan di tahun 2018 ini ada sebanyak 76 kasus yang terlaporkan. Diyakini memang di lingkup masyarakat masih cukup banyak kasus yang belum tertangani.

“Banyak memang yang tidak tertangani, karena memang kesadaran yang belum tumbuh. Kemudian dalam prose pendmpingan dan penanganan memang harus berhati-hati, semua harus benar-benar tergerak,” imbuh dia.

Memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, pihaknya memang lebih menekankan kepekaan terhadap masyarakat. Sehingga nantinya jika ada secuil informasi dapat segera sampai ke tangan yang tepat dan segera dilakukan penanganan yang tepat pula.

Berita Lainnya  Wacana Sampel Swab Rutin Untuk Pelajar Guna Antisipasi Penyebaran Covid19 di Lingkungan Sekolah

Kekerasan pada perempuan dan anak, memang berkaitan sangat erat dengan adanya pernikahan dini yang dilakukan oleh masyarakat Gunungkidul. Sehingga untuk menekan kekerasan pada perempuan dan anak, baik seksual (fisik) atau verbal perlu dilakukan penekanan pula pada pernikahan dini.

“Memang kaitannya erat. Berbagai program tengah kami rancang untuk menekan pernikahan dini kemudian merambah ke kekerasan,” papar dia.

Dalam momentum ini, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sepakat menjalin hubungan baik dengan lembaga perlindungan dan penegak hukum. Deklarasi anti kekerasan juga terus digaungkan agar nantinya tidak ada lagi atau terjadinya kekerasan pada anak dan perempuan dapat diminimalisir.

Salah satu lembaga perlindungan perempuan dan anak, Rifka Anissa sejak beberapa tahun belakangan ini terus melakukan pendampingan bagi korban kekerasan. Hal ini agar nantinya para korban kekerasan mendapat jaminan perlindungan dan merasa tidak diasingkan oleh kerabat atau lingkungannya.

Berita Lainnya  Maksimalkan Pelayanan Masyarakat, 26 MPP Diresmikan Wapres

Direktur Rifka Anissa Yogyakarta, Suharti memaparkan perkembangan teknologi informasi merupakan salah satu faktor tertinggi yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak. Tidak dipungkiri, sekarang ini korban kekerasan justru berusia muda. Hal itu karena memang pengawasan yang dianggap begitu kurang, dan orang tua terlalu mempercayai anak.

“Ada banyak memang kasus yang melibatkan usia anak-anak dan remaja. Di DIY sendiri ada 24 kasus yang tengah kami tangani,” ucapnya.

Berbagai upaya pendekatan juga terus dilakukan, hubungan kerjasama yang baik dan perlindungan yang tepat juga sangat dibutuhkan oleh para korban dan keluarga. Pasalnya tidak dipungkiri kasus seperti ini tidaklah sepele, dan perlu penanganan yang tepat serta panjang. Dampak yang ditimbulkan pun juga sangatlah panjang bagi kepribadian korbannya.

“Semua lini memang harus sadar dengan keterlibatannya. Sosialisasi dan pemahaman perlu digaungkan kembali,” tutupnya.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler