Budaya
Libatkan 69 Seniman, UNU Yogyakarta Gelar Pameran Seni Rupa Indonesia 100 Persen






Jogja, (pidjar.com) — Galeri Seni NUsantara Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta menggelar pameran seni rupa bertajuk ‘Indonesia 100 Persen’ di Kampus Terpadu UNU Yogyakarta dengan melibatkan 69 seniman yang terdiri dari 56 seniman, 7 mahasiswa UNU Yogyakarta dan 6 seniman anak.
Pameran yang berlangsung pada 31 Agustus hingga 30 September 2024 itu dapat dikunjungi setiap hari, Senin-Minggu pukul 10.00-18.00 WIB dan tanpa dipungut biaya.
Mengambil tema nasionalisme yang disesuaikan dengan suasana peringatan HUT Kemerdekaan RI, tema ini juga selaras dengan prinsip NU, hubbul wathon minal iman, cinta tanah air adalah sebagian dari iman.
Rektor UNU Yogyakarta, Widya Priyahita Pudjibudojo mengatakan, pameran ini memperkuat eksistensi kehadiran Galeri Seni NUsantara sebagai galeri seni pertama di kampus, terutama di kampus NU.







“Kehadiran gedung Kampus Terpadu yang modern dan ramah lingkungan membuat UNU Yogyakarta memiliki tekad untuk memanfaatkan sudut-sudut kampus sebagai ruang apresiasi karya seni yang dapat diakses siapa saja,” katanya, Jum’at (30/8/2024).
Menurut Widya, pameran ini lebih dari sekadar tempat memajang karya seni. Sebab Galeri Seni NUsantara dapat mendekatkan esensi karya seni ke civitas dan khalayak luas.
“Karya seni adalah medium olah rasa, mengasah kepekaan kita terhadap sekitar, menumbuhkan sisi apresiasi kita pada estetika dan ujungnya meluaskan khazanah kemanusian kita,” ujarnya.
Widya berharap, Galeri Seni NUsantara terus berkembang dengan melibatkan civitas, nahdliyin dan masyarakat luas yang bisa menjadikan galeri tersebut sebagai Rumah Budaya NU.
“Ke depan, civitas, nahdliyin dan masyarakat luas dapat mengadakan art project di sini, bahkan menjadikan galeri ini sebagai Rumah Budaya NU untuk menyiapkan Strategi Kebudayaan NU yang menjadi pedoman NU dalam menyongsong Indonesia Emas 2045,” jelasnya.
Kurator pameran, A. Anzieb menyebut, pameran ini menunjukkan beragamnya proses kreatif penciptaan karya oleh para perupa, terutama melalui pemahaman kultur nusantara yang inklusif. Sebab seni di Indonesia diisi oleh budaya masyarakat lisan yang menggunakan intuisi, imajinasi, pengalaman, narasi, hingga keyakinan/religiusitas sebagai sebuah kecerdasan perasaan.
“Di sisi lain berkembang pula seni wacana dari Barat yang mengutamakan kecerdasan pikiran. Perhelatan seni wacana umumnya yang sering menonjol adalah kehebohannya yang lebih besar ketimbang hasil yang dicapai. Dengan kata lain, pesan yang terdapat dalam karyanya justru tidak pernah sampai, berhenti pada retorika dan eksistensi sebagai ujungnya, karena banyak yang kehilangan otentitas cara berfikir kelokalannya,” paparnya.
Anzieb menjelaskan, pameran ini hendak menunjukkan bahwa dunia dan kesenian Indonesia sesungguhnya terang dan penuh keberagaman. Hal ini sekaligus juga menunjukkan adanya dunia yang kabur dan kehilangan ungkapan.
“Indonesia 100 persen akan membuka berbagai kemungkinan, falsafah lokal-kultural dan tafsir serta pengandaian-pengandaian sebagai produksi pengetahuan yang khas Indonesia dengan berbagai pilihan medium atau bahasa artistik hari ini,” pungkasnya. (Ken).