fbpx
Connect with us

Sosial

Rutin Mengangsur, Korban Bank Plecit Ini Masih Diminta Bayar Puluhan Juta Untuk Tebus Sertifikat Tanahnya

Diterbitkan

pada

BDG

Playen (pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Jerat jejak bank plecit yang berkedok koperasi di Gunungkidul memang cukup banyak. Tak sedikit warga yang harus dirugikan dengan bunga tinggi maupun bobroknya manajemen operasional koperasi.

Giyartono (65) warga Padukuhan Kernen, Desa Ngunut, Kecamatan Playen merupakan salah satunya. Sejak beberapa waktu terakhir ini, ia kebingungan saat memikirkan nasib sertifikat tanahnya yang ia agunkan untuk mencairkan pinjaman sebesar Rp 30 juta ke koperasi simpan pinjam (KSP) Gotong Royong Dlingo. Meski sudah hampir 2 tahun mengangsur, saat hendak melakukan pelunasan dan mengambil jaminan, ia masih disodori kuitansi pelunasan yang mengharuskannya membayar hingga puluhan juta.

Dikatakan lansia yang biasa dipanggil Om Yong ini, dirinya meminjam uang dari KSP Gotong Royong yang beralamat di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul pada 21 September 2016 senilai Rp 30 juta. Kala itu, uang tersebut digunakan untuk menutupi kebutuhan keluarga yang mendesak.

“Dari pinjaman Rp 30.000.000 itu saya hanya terima Rp 26.400.000,- sebab terpotong untuk uang pangkal, simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela. Untuk itu saya wajib mengangsur rata-rata dua juta rupiah kali 24 bulan,” terangnya, Sabtu (27/10/2018) siang.

Pihak koperasi, sambung Om Yong, dalam hal penagihan memasrahkan kepada Wad, oknum karyawan KSP Gotong Royong yang datang setiap bulan. Sebagai peminjam, Yong mengaku sudah berupaya tertib melakukan pembayaran angsuran. Masalah mulai muncul ketika memasuki bulan September 2018 yang menjadi angsuran terakhir, diapun datang ke kantor koperasi tersebut di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Betapa kagetnya ia saat disodori jumlah tunggakan yang harus dilunasi mencapai Rp 22.550.000,- agar kemudian bisa mengambil sertifikat tanahnya.

Berita Lainnya  Laka Maut di Jalur Tengkorak, Pemotor Vespa Tewas Terlindas Mobil

“Katanya saya masih menunggak angsuran selama 11 bulan sebanyak Rp 14.150.000, bunga senilai Rp 600.000 kali 11 bulan totalnya Rp 6.600.000 dan dendanya Rp 1.800.000. Total saya harus membayar jumlah yang hampir sama dengan yang saya terima meski telah mengangsur selama 2 tahun,” keluhnya.

Merasa dirugikan, buruh harian lepas ini protes sembari menunjukkan kwitansi-kwitansi pembayaran yang ia berikan kepada karyawan KSP Gotong Royong yang melakukan penagihan. Tetapi pihak koperasi tetap bersikukuh agar pria renta tersebut membayar tunggakan sesuai yang tertera sebelum bisa mengambil sertifikat tanah miliknya.

“Oleh pihak KSP Gotong Royong saya disuruh protes kepada Wad. Dan sebagian kwitansi yang saya miliki dikasih tanda silang alias dianggap tidak berlaku. Ini jelas merugikan saya. Pokoknya saya sudah mengangsur 23 kali dan bukan hanya 13 kali, perkara uang angsuran saya disetorkan ke KSP Gotong Royong ataupun tidak oleh Wad, itukan ranahnya KSP Gotong Royong untuk menagih ke Wad, bukan kepada saya lagi. Intinya sertifikat tanah saya mestinya bisa segera saya ambil kembali,” protesnya dengan nada geram.

Om Yong menilai pihak KSP Gotong Royong seolah lepas tangan terkait permasalahan yang membelitnya. Pasalnya dalam kwitansi yang diberikan Wad kepadanya sebagai bukti telah mengangsur nyata-nyata tertera stempel dari KSP Gotong Royong. Artinya dia telah melaksanakan kewajibannya untuk mengangsur pinjaman pokok sekaligus bunga per bulan sebesar Rp 600.000. Sebagai rakyat kecil, dia bingung hendak mengurus kemana nasib sertifikat tanahnya yang saat ini tertahan di KSP Gotong Royong.

Saat dikonfirmasi, salah satu petinggi di KSP Gotong Royong, Juminto bersikeras bahwa Giyartono harus membayar sejumlah puluhan juta tersebut sebelum bisa membawa pulang sertifikatnya. Ia justru mengusulkan kepada Giyartono selaku nasabah untuk melaporkan pegawai koperasinya yang dianggap menggelapkan uang angsurannya.

Berita Lainnya  Geram Puluhan APK Miliknya Dirobek dan Disiram Cat, Suharno Lapor ke Bawaslu

“Aslinya di koperasi kami itu sportif, namun memang kita juga sedang ada permasalahan internal dengan Wad yang notabene juga karyawan kami sendiri. Karena ini ada pihak yang dirugikan, silahkan saja kalau mau dilaporkan. Pasalnya itu ulah oknum,” kelit Juminto.

KSP Gotong Royong berharap permasalahan ini diselesaikan secara baik dengan musyawarah mufakat. Di sisi lain KSP Gotong Royong tidak membantah jika pihaknya beroperasi secara ilegal di Gunungkidul. Pasalnya, hingga saat ini KSP Gotong Royong sama sekali belum pernah mengajukan ijin membuka cabang di Gunungkidul.

“Namun menurut pemahaman saya itu hal biasa, karena kita kan berada di wilayah perbatasan. Biasa to ada warga Gunungkidul yang mencari pinjaman kepada kami. Atau sebaliknya warga Bantul yang melakukan hal sejenis di Gunungkidul,” terangnya.

Terpisah, Widagdo, S.Sos, M.Si, Kepala Dinas Koperasi UKM Gunungkidul secara tegas menyatakan bahwasanya KSP Gotong Royong yang beralamat di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul itu beroperasi secara ilegal di wilayah Kabupaten Gunungkidul.

Berita Lainnya  Update Kasus Pembangunan Balai Desa Baleharjo, Dari Pencarian Pimpinan Proyek Hingga Pengembalian Kerugian Negara

“KSP Gotong Royong tidak punya ijin beroperasi di Gunungkidul, badan hukumnya dari Dinas Koperasi UKM Kabupaten Bantul. Mereka tidak boleh beroperasi di Gunungkidul karena bukan wilayah kerjanya. Bisa saja beroperasi, namun setelah memiliki ijin buka cabang di wilayah Gunungkidul,” tegas Widagdo.

Terkait kasus Giyartono, sambung Widagdo, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Koperasi UKM Bantul. Artinya nanti yang akan melakukan pembinaan secara kelembagaan kepada KSP Gotong Royong Dlingo mestinya dari Bantul, Dinas Koperasi UKM Gunungkidul juga akan melakukan pendampingan kepada Giyartono agar tidak dirugikan dalam permasalahan ini.

Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler