Sosial
Kisah Mbah Daliyem, Hidup Sebatang Kara Dengan Kondisi Kejiwaan Terganggu






Tepus, (pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Daliyem (80) warga Padukuhan Tepus III (02/10), Desa Tepus, Kecamatan Tepus hidup sebatang kara di usia senja. Semenjak suaminya Dalim meninggal dunia 2007 silam, kejiwaannya tergganggu. Ketiga anaknya memilih hidup sendiri bersama keluarganya masing-masing. Sementara hidupnya hanya mengandalkan uluran tangan tetangga sekitar rumahnya.
Setiap harinya, ia hanya berada di atas lincak dengan kondisi ala kadarnya. Kondisinya yang renta dan sedikit depresi, ia tak lagi bisa mengais rezeki. Jangankan untuk hidup dengan fasilitas normal sebagaimana mestinya, untuk makan saja, ia hanya mengandalkan tetangganya, Suti.
Di dalam rumah yang cukup luas, hanya ada satu lincak kecil di kamar tengah. Tempat dimana makan dan bermacam aktivitas lainnya ia jalani. Maklum, secara fisik ia sudah tak kuat menopang tubuhnya. Selain kejiwaannya tergoncang, setelah suaminya meninggal ia pun lumpuh.
Sebenarnya jika dilihat dari kasat mata, dari kondisi rumah Daliyem, ia tergolong berpunya. Namun, kondisinya yang renta, sebatang kara dengan kejiwaan terganggu tentu saja ia tak mampu mengurus dirinya sendiri.







“Makan biasanya saya antar, mandi, buang air semuanya saya yang mengurus,” kata tetangganya yang sehari-hari merawatnya, Suti kepada pidjar-com-525357.hostingersite.com, Minggu (08/09/2019).
Setiap harinya, hanya Suti yang mampu mengajak komunikasi Daliyem. Dimana sesekali Daliyem mengamuk berteriak, ia dengan sabar dan telaten mengurus tetangganya yang hidup sebatang kara itu.
“Anak-anaknya setelah bapaknya meninggal mau ngajak tinggal Mbah Daliyem ke rumahnya yang berada di Bandung Jawa Barat tapi simbah tidak mau,” kata Suti.
Dalam sehari-hari, Suti merawat Daliyem dengan bermodal uang pribadinya. Tanpa meminta balasan apapun, ia dengan telaten membersihkan tempat tidur, menyiapkan makan, memadikan bahkan membersihkan saat Daliyem buang air di kamarnya.
“Anaknya setahun sekali kesini, kalau lebaran, paling ke rumah saya bawa roti, maklum saya sudah dikasih tanah sebidang depan rumah Mbah Daliyem,” ujarnya.
Kendati demikian, dalam lubuk hatinya, Suti membutuhkan uluran tangan untuk merawat Daliyem. Saat ini Daliyem sama sekali tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.
“Saya sendiri ekonomi juga pas pasan pekerjaan suami serabutan,” ucapnya.
Selama mengalami gangguan jiwa, Suti mengaku belum pernah membawa Daliyem memeriksakan kondisinya ke layanan kesehatan. Hal tersebut lantaran dari keluarga Daliyem sendiri enggan membawanya ke fasilitas kesehatan.
“Kalau mampu saya hanya sebatas mengurus, itupun dengan makanan yang sangat sederhana,” ujarnya.
Saat pidjar-com-525357.hostingersite.com mengunjungi rumah Daliyem pun, kondisinya memang cukup memprihatinkan. Tubuhnya yang renta hanya terbujur di atas lincak kecil di kamarnya. Ia pun sangat sulit diajak berkomunikasi.