Uncategorized
Dari Harga 10 Rupiah, Jenang Dawet Tetap Eksis dengan Cita Rasa Khas


Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Jenang dawet merupakan kuliner legendaris yang masih dapat di jumpai di Gunungkidul. Kuliner tersebut pertama jali dibuat dan dipopulerkan kleh alm Karto Yatinah atau kerap dikenal Mbah Dawet sejak tahun 1965 silam.
Jenang dawet ini merupakan perpaduan antara dawet, santan, gula jawa cair, jenang sumsum dan jenang ngangrang. Biasanya, kuliner tersebut dinikmati menggunakan mangkuk kecil sebagai alat penyajinya.
Untuk rasanya sendiri, Jenang dawet memiliki rasa khas berupa kuah manis serta lembutnya bubur sumsum. Rasa manis juga dapat dirasakan ketika lidah mulai tersentuh jenang ngangrang, hingga kekenyalan dawet.
“Jenang dawet itu dibuat ibu saya sejak tahun 1965, dan memiliki banyak penggemar dan pelanggan setia hingga saat ini,” kata anak kempat Mbah Dawet, Karti, saat ditemui di Kiosnya Sekitar Taman Bunga, Kota Wonosari, Minggu (20/10/2019).
Untuk mempertahankan cita rasanya, resep rahasia masih dipegang oleh keturunan yang melestarikan kuliner tersebut. Salah satu hal yang membuat bertahan dikalangan penggemar ialah penggunaan bahan alami tanpa pemanis buatan. Sehingga orang yang membeli tidak kapok.
“Kalau dawet, dan bubur sumsum dibuat dari tepung beras, sementara jenang ngangrang dari ketan. Semua dibuat sendiri, tanpa pengawet, dan pemanis buatan,” kata dia.
Ia mengatakan, untuk harga satu porsinya pada jaman dulu pertama kali dijual adalah Rp 10 rupiah dan kini Rp 3.500. Namun begitu, Mbah Dawet sendiri sudah meninggal sejak tahun 2016 lalu, dan sekarang diteruskan oleh putra putrinya.
Untuk dilokasi terakhir mbah dawet berjualan diteruskan anak ke 3 Parti, dan anak ke 4 Karti, serta beberapa orang cucunya. Selain buka di sekitar Taman Bunga, Kota Wonosar, tepatnya di Dusun Pandansari, Desa Wonosari, anak yang lain ada yang buka cabang di Siono, Semanu, dan Siraman.
“Dulu awalnya pindah-pindah, sampai akhirnya disini. Pindah-pindah karena dulu hanya diemper toko,” ucapnya.
Menurutnya sampai saat ini masih banyak pelanggan setia artinya mereka yang dulu masih kecil hingga kini dewasa pun masih kerap membeli jajanan itu. Bahkan ketika libur lebaran banyak yang dari kota datang hanya untuk minum Jenang dawet.
“Hingga saat ini masih mempertahankan cara memasak sejak ibu saya dulu. Gak perlu bahan pengawet, karena pagi buka sekitar 07.30 WIB, paling siang jam 11.00 WIB sudah habis,” ujarnya.
-
Uncategorized2 hari yang lalu
Perebutan Gelar Triple Crown 2025 di Indonesia Indonesia Derby 2025
-
event2 hari yang lalu
Gunungkidul Geopark Night Specta Kembali Digelar, Simak Jadwal dan Bintang Tamunya
-
musik2 hari yang lalu
Tahun ke-11, Prambanan Jazz Festival Gaet Kenny G dan EAJ
-
Sosial21 jam yang lalu
Pelatihan Teknis Budidaya Kelapa Sawit Tingkatkan Kapasitas Petani di Sumatera Utara
-
Budaya2 hari yang lalu
Yogyakarta International Dance Festival Digelar di Jogja, Diikuti 8 Negara