fbpx
Connect with us

Sosial

Minim Air Hujan, Produksi Kedelai Menurun

Diterbitkan

pada

BDG

Wonosari,(pidjar.com)–Hujan yang tidak merata saat awal musim penghujan berdampak pada hasil produksi kedelai di Gunungkidul. Pasokan air yang minim saat masa pertumbunan tanaman disinyalir menjadi penyebabnya.

Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul, Raharjo Yuwono mengatakan, beberapa wilayah saat ini sudah mulai memasuki masa panen kedelai. Kendati demikian, dari wilayah yang dipantau hasilnya berkurang jika dibanding dengan tahun lalu.

“Kalau curah hujan normal kemarin bisa sampai 1,4 ton per hektar saat ini hanya 1,2 sampai 1,3 ton saja. Ya akibat hujan yang sempat pethatan hujan,” ujar Raharjo, Rabu (26/02/2020).

Ia menjelaskan, untuk serangan hama sendiri tidak begitu signifikan. Sehingga para petani masih bisa meraup keuntungan pada masa panen pertama tahun ini.

Dirinya mencontohkan, seperti para petani di Padukuhan Blembeman II, Desa Natah, Kecamatan Nglipar, pada musim tanam pertama di tahun 2020 atau di musim hujan pertama petani berhasil panen perdana kedelai di lahan seluas 5 hektar. Varietas kedele yang dipanen adalah varietas Grobogan dan mendapat hasil memuaskan.

Berita Lainnya  Jumat Berkah, Komunitas DSD/SDS Bagikan Air Bersih ke Korban Kekeringan

“Untuk varietaa Grobogan di dua tempat diperoleh angka ubinan  1,3 ton per hektar dan 1,1 ton per hektar atau rata rata 1,2 ton per hektar kedele wose,” ujar dia.

Kepala Dinas DPP, Bambang Wisnu Broto mengapresiasi langkah yang dilakukan para petani di Desa Natah. Sebab dalam setahun mereka mampu menanam kedelai hingga 3 kali. Sedangkan petani di wilayah lainnya banyak yang enggan tanam kedele sehingga luas tanam kedele di Gunungkidul terus menurun.

“Boleh dikata Desa Natah khususnya Padukuhan Blembeman II bisa dikatakan daerah sentra kedele. Para petani layak disebut pahlawan pangan,” jelas dia.

Jikalau dihitung secara materi maka pendapatan petani dari hasil panen tumpangsari jagung, kedele pada musim ini bisa mencapai Rp 31 juta dari hasil penjualan kedele dan jagung per hektarnya dan dalam setahun bisa mencapai 90 juta rupiah per hektarnya.

“Suatu peredaran uang di pedesaan yang sangat besar. Kita berharap para petani terus memperjuangkan penanaman kedele karena kebutuhan kedele untuk konsumsi tahu tempe sangat besar dan kalau bisa kedele konsumsi berasal dari kedele lokal bukan kedelai impor karena kedele lokal lebih sehat dan lebih enak,” beber dia.

Sementara itu, ketua KWT Lestari, Desa Natah Sukiyem (57)  mengatakan bahwa di wilayahnya kedelai dapat ditanam hingga 3 kali dalam setahunnya. Tidak hanya di ladang saja, para petani di wilayahnya juga memanfaatkan pekarangan untuk ditanam kedelai.

Berita Lainnya  Berawal Dari Upah Manggung Rp150.000, Penyanyi Dangdut Laddy Wijaya Kini Resmi Punya Album Sendiri

“Di musim tanam pertama seluas kurang lebih 5 hektar kita tanam di pekarangan dan tegal, pada musim tanam kedua ditanam 15 hektar ditanam di pekarangan dan tegalan kemudian di musim tanam ketiga  atau di musim kemarau ditanam di lahan sawah bekas padi seluas 20 hektar oleh poktan Sumber Rejeki,” kata dia.

Untuk musim tanam kedua seluas 15 hektar nantinya akan mulai ditanam pada bulan Maret 2020. Kemudian untuk musim tanam ketiga akan ditanam pada bulan Juli 2020.

“Kita akan tanam terus,” pungkas dia

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler