bisnis
Pabrik Gula Madukismo Sulap Limbah Tebu Jadi Pupuk Hayati Majemuk






Jogja, (pidjar.com) — Pabrik Gula Madukismo yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berlokasi di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, berhasil menyulap limbah olahan tebu menjadi pupuk organik hayati majemuk. Pupuk organik hayati majemuk yang diberi nama Pucamadu itu, bisa dimanfaatkan petani untuk menggemburkan tanah dan menaikkan pH tanah yang saat ini terlalu asam dan sulit untuk menumbuhkan tanaman pangan.
Formulator pupuk Pucamadu PT Madu Baru yang mengelola Pabrik Gula Madukismo, Sigit Himawan mengatakan, pertumbuhan tanaman itu selalu melalui proses biokimia. Namun selama ini, masyarakat hanya diperkenalkan dengan produk kimianya saja tanpa mengenal produk biologi yang ternyata memiliki manfaat untuk pertumbuhan tanaman.
“Jadi kami tidak mengganti pupuk kimia tapi mensubsitusi dengan adanya pupuk hayati maka penggunaan pupuk kimia bisa kita kurangi. Ini bisa mengurangi beban pemerintah atas biaya subsidi pupuk,” katanya di Pabrik Gula Madukismo Yogyakarta, Kamis (11/7/2024) sore.
Dijelaskan Sigit, selama tiga tahun penggunaan Pucamadu, demplot-demplot yang menggunakan pupuk hayati majemuk terbuki mampu meningkatkan produksi. Terutama di lahan marjinal atau lahan yang tidak subur. Misalnya di Berau, Kalimantan Timur yang awalnya hanya menghasilkan 2,5 ton Gabah Kering Panen (GKP) per hektar padi sawah, setelah menggunakan pupuk hayati majemuk di tiga kali putaran panen, bisa menghasilkan 7,5 ton GKP per hektar.
“Artinya ada peningkatan 300 persen dalam tiga musim, dengan penggunaan pupuk kimia 50 persen,” jelasnya.







Menurut Sigit, pupuk hayati majemuk tak hanya menggemburkan tanah dan menaikkan pH tanah di lahan pertanian biasa. Pupuk itu diklaim bisa mereklamasi lahan eks tambang, terutama nikel dan batu bara. Sebab, penggunaan Pucamadu bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia sekitar 20 sampai 50 persen karena sekitar 1 hektar lahan hanya membutuhkan hanya 5-6 liter Pucamadu.
“Jadi pemakaiannya 1:100, tergantung peruntukannya. Bisa untuk pola tanam atau lanjutan,” jelasnya.
Sigit menjelaskan, proses pembuatan pupuk hayati majemuk ini menggunakan bahan baku utama hasil dari destilasi alkohol dengan sisanya adalah vinase yang mampu larut dalam air. Vinase ini dijadikan media untuk bakteri yang ditempatkan di wadah khusus.
“Kami prinsipnya itu recycle, jadi kami tidak punya limbah. Tidak ada limbah yang dibuang di lingkungan karena kita proses menjadikan pupuk hayati yang bernilai. Penyimpanan vinase dilakukan selama dua bulan di wadah khusus,” ujarnya.
Bahkan, kata Sigit, beberapa waktu terakhir ini ada perwakilan dari Kementerian PUPR dan Ibu Kota Negara (IKN) yang melihat pembuatan pupuk dan mesin yang digunakan. Rencananya, akan dijajaki kerjasama dengan IKN untuk menggemburkan lahan di kawasan tersebut.
“Belum lama ad dari PUPR dan IKN malah melihat mesin apa karena butuh penggemburan tanah di IKN. Kan yang dibutuhkan dalam pembangunan IKN selain pembebasan lahan adalah ketersediaan logistik pertanian. IKN perlu memiliki lahan pertanian yang bagus untuk memenuhi kebutuhan setelah pada pindah kesana sehingga tidak perlu beli dari Sulawesi,” urainya.
Kepala Unit Alkohol dan Pupuk PT Madu Baru yang mengelola Pabrik Gula Madukismo di Yogyakarta, Iwantoro menambahkan, terciptanya pupuk hayati majemuk berawal dari tak menentunya harga gula pasir di pasaran. Hal ini membuat produksi gula lokal di Pabrik Gula Madukismo mengalami penurunan. Apalagi adanya kebijakan pemerintah dalam mengimpor gula disaat harga melambung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang akhirnya semakin merusak harga gula pasir lokal sangat berimbas.
“Kalau dulu Madukismo bisa mengolah tebu minimal 4-5 juta kuintal atau sekitar 400-500 ton per tahun, sejak 2 atau 3 tahun terakhir hanya menghasilkan sekitar 300-320 ton per tahun atau turun 20 persen lebih. Akhirnya kami tak hanya memproduksi gula tapi juga produk lain sepeti pupuk hayati, ” tandasnya.
Diungkapkan Irwan, Pucamadu yang dihasilkan Madukismo per harinya bisa mencapai 21 ribu liter. Jumlah ini diperoleh dari limbah olahan tebu yang dibuat dalam tiga shift per harinya.
“Pabrik ini kan beroperasi 24 jam yang terbagi dalam tiga shift per harinya. Satu shift atau sekitar 8 jam kami bisa hasilkan sekitar 7 ribu liter pupuk hayati ini. Sudah banyak dipasarkan di berbagai daerah, seperti Jawa Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bali, Sulawesi Selatan dan lainnya. Omzetnya bisa mencapai Rp 15 miliar. Kalau harga pupuknya ini per liter Rp 72.500,” pungkasnya.(Ken).
-
Olahraga4 minggu yang lalu
Mengenal Demon Pratama, Pemuda Gunungkidul yang Masuk Timnas Bola Pantai Indonesia
-
Pemerintahan1 minggu yang lalu
Bupati Endah Harapkan Tradisi Urbanisasi Mulai Berkurang
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Bupati Copoti Reklame Tak Berizin yang Bertebaran di Gunungkidul
-
Pemerintahan6 hari yang lalu
Akhirnya Gunungkidul Akan Kembali Punya Bioskop
-
Sosial4 minggu yang lalu
Istri Wakil Bupati Gunungkidul Dilantik Jadi Ketua Tim Penggerak PKK, Ini Hal yang Akan Dilakukan
-
film1 minggu yang lalu
Diputar Bertepatan Momen Lebaran, Film Komang Ajak Rayakan Perbedaan
-
bisnis4 minggu yang lalu
PT Railink Raih Penghargaan 7th Top Digital Corporate Brand Award 2025
-
Uncategorized3 minggu yang lalu
Milad ke 12, Sekolah Swasta Ini Telah Raih Ribuan Prestasi
-
Uncategorized4 minggu yang lalu
Sejumlah Siswa SMA Muhammadiyah Al Mujahidin Gunungkidul Lolos SNBP
-
bisnis2 minggu yang lalu
Hadirkan Zona Baru, Suraloka Interactive Zoo Siap Berikan Pengalaman Interaktif dan Edukatif
-
bisnis3 minggu yang lalu
Sambut Lebaran 2025, KAI Bandara Beri Diskon Tiket dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis
-
bisnis3 minggu yang lalu
Catat Kinerja Positif di Tahun 2024, WOM Finance Berhasil Tingkatkan Aset 4,68 Persen