Sosial
Didera Berbagai Penyakit Berat, Tumirin Hidup Merana di Usia Tuanya




Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Sudah sepuluh tahun lamanya Tumirin (70) warga Padukuhan Kedung 2, Desa Karangtengah, Kecamatan Wonosari tak bisa beraktifitas karena penyakit saraf yang membuatnya lumpuh. Tak hanya lumpuh yang membuatnya tidak bisa beraktifitas total, melainkan pandangannya pun juga mulai memudar. Benda atau orang yang berada di depannya pun tak terlihat jelas, hanya terlihat samar-samar.
Ngatijem, istri Tumirin mengatakan, sebenarnya ada beberapa penyakit yang menyerang tubuh suaminya itu. Sebelum lumpuh hingga tak bisa berjalan seperti sekarang ini sebenarnya Tumirin merupakan laki-laki pekerja keras. Di mana kesehariannya ia habiskan untuk mengais rejeki menjadi pande besi. Namun, tiba-tiba kesehatannya mulai terganggu, epilepsi mulai menyerang tubuhnya. Penyakit ini berulang kali kambuh dan membahayakan bapak 6 orang anak ini.
Oleh keluarga, pengobatan kemudian terus dilakukan. Sayangnya di saat penyembuhan penyakit ini, penyakit lain justru bersarang di tubuh pria berpawakan besar itu. Penyakit saraf tiba-tiba menyerang dan membuat kakek malang ini mulai tak bisa berjalan. Tak berselang lama, ia lalu dinyatakan lumpuh oleh tim medis. Penyakit ini juga menyerang syaraf bola matanya yang kemudian membuat pandangan Tumirin mengalami gangguan. Ia tak begitu bisa melihat dengan jelas benda atau orang yang ada di depannya.
“Sebelum lumpuh bapak itu ke pasar tapi tiba-tiba kakinya merasa lemas dan tidak bisa menopang, dari situ kemudian kakinya mulai tidak kuat untuk menopang beban badannya sendiri,” ucap Ngatijem, Sabtu (23/02/2019).
Deraan cobaan tak kunjung usai. Lantaran berbagai penyakit berat yang menerpa tubuhnya tersebut, Tumirin lambat laun mengalami depresi.




“Ada ganggunan kejiwaan juga kata dokter. Sehingga pengobatannya juga harus rutin,” imbuhnya.
Hidup Tumirin pun seolah bergantung pada obat. Dalam sehari ia dapat mengkonsumsi 8 hingga 10 butir obat-obatan agar penyakitnya tidak kambuh. Mulai dari obat epilepsi, kejiwaan, vitamin hingga obat tidur. Maklum, jika malam hari pria berambut itu jarang sekali bisa tidur, sehingga harus diminumi obat tidur. Menurut Ngatijem, jika sejam saja telat meminumkan obat akan berakibat fatal.
Pasalnya sakit epilepsi yang diderita dapat sewaktu-waktu kambuh dan membahayakan Tumirin. Ataupun untuk obat kejiwaannya jika tidak diminumkan ia sakitnya kambuh dan jika di luar batas bisa membahayakan keluarga lantaran sering berbuat nekat meski tak bisa berjalan.
Pihaknya sendiri cukup beruntung lantaran untuk pengobatan maupun obat-obatan masih dicover oleh bantuan dari pemerintah.
Tumirin tinggal di sebuah rumah semi permanen. Ia tinggal bersama istri dan di samping-sampingnya merupakan rumah anaknya yang kondisinya pun tidak jauh berbeda. Meski tinggal tak begitu jauh dari pusat kota, namun kehidupan keluarga ini jauh berbeda dibandingkan dengan keluarga lain. Beberapa tahun lalu pun juga pernah mendapat bantuan pembangunan rumah dengan biaya dari pemerintah sebesar 7,5 juta. Namun dana itu tidaklah mencukupi, swadaya pun juga belum mencukupi. Sehingg hanya separuh saja yang telah terbangun. Untuk jendela pun juga belum terpasang sehingga hanya ditutup dengan selembar tikar yang masih utuh.

Rumah yang dihuni Tumirin dan istrinya
Di dalam rumah yang Tumirin huni itu, ia berada di sebuah kamar tidur beralaskan kasur kapuk tipis, dengan bantal dan selimut seadanya. Ia terpaksa ditidurkan di lantai lantaran mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Dulu tidurnya di tempat tidur tapi kalau epilepsinya kambuh bahaya. Beberapa kali terjatuh dari atas tempat tidur,” ucapnya.
Bantuan dari pemerintah berupa beras rastra pun semula didapat oleh keluarga ini. Namun setelah ada pergantian program bantuan itu keluarga Tumirin pun tak lagi mendapatkan. Untuk PKH juga tidak mendapat. Saat ini hanya BPJS yang menolobg keluarga ini untuk mencover biaya pengobatan.
Ujian keluarga ini ternyata tak sampai di situ, Ngatijem sebenarnya ingin sekali bekerja untuk dapat menghidupi biaya kesehariannya sendiri maupun pengobatan suaminya. Namun apalah daya, ia tidak bisa bekerja lantaran setiap kali ia keluar rumah Tumirin selalu berteriak memanggil namanya. Selama ini, untuk biaya keseharian maupun makan ia hanya ditopang oleh anak-anaknya.
“Bengak bengok golei yen mboten enten niku. Nggih pingine nyambut damel nopo mawon ten ngalas nopo pripun, tapi jompone mboten saget ditinggal,” tambahnya.
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
Pemkab Gunungkidul Naikkan Gaji Pamong dan Staf Kalurahan
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Angka Kemiskinan di Gunungkidul Masih 15,18%
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
Gunungkidul Ajukan Tambahan Vaksin PMK 20 Ribu Dosis
-
Peristiwa1 minggu yang lalu
3 Korban Laka Laut Pantai Drini Ditemukan Meninggal, 1 Masih Dalam Pencarian
-
Pemerintahan1 minggu yang lalu
Gelontoran Anggaran Rp 1,5 Miliar Untuk Perbaikan Gedung Sekolah
-
Uncategorized1 minggu yang lalu
Jumlah Pengguna Kereta Api Membludak saat Libur Panjang, PT KAI Daop 6 Klaim Bisa Dorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah
-
Pemerintahan1 minggu yang lalu
Keluarga Korban Laka Laut di Pantai Drini Akan Terima Asuransi
-
Pemerintahan1 minggu yang lalu
BKPPD Periksa 2 ASN Yang Diduga Terlibat Perselingkuhan
-
Peristiwa1 minggu yang lalu
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Mengapung di Telaga
-
bisnis3 minggu yang lalu
Sleman City Hall Hadirkan Blooming Fortune dan Rangkaian Event Menarik Sambut Imlek 2025
-
Sosial5 hari yang lalu
Bupati Gunungkidul Kukuhkan Pengurus FPRB Baru
-
Peristiwa1 minggu yang lalu
Belasan Wisatawan dari Mojokerto Terseret Ombak Pantai Drini