Sosial
Dinas Kesehatan: 26% Rumah di Gunungkidul Masih Belum Miliki Jamban Sehat






Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Wilayah Kecamatan Saptosari berhasil mengurangi jumlah jamban tidak sehat melalui Pagu Indikatif Wilayah Kecamatan. Dana ratusan juta yang digelontorkan pemerintah hampir 90 persen diantaranya digunakan untuk program jambanisasi. Harapannya dengan telah berkurangnya jamban tidak sehat itu dapat meningkatkan kwalitas kesehatan masyarakat. Sebuah upaya yang positif mengingat sebelumnya, Kecamatan Saptosari menjadi yang terbanyak memiliki jamban tak sehat.
Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul belum lama ini melakukan pendataan terkait dengan ketersediaan jamban sehat di tiap rumah warga Gunungkidul. Pendataan sendiri dilakukan dengan melibatkan Puskesmas-puskesmas yang ada di setiap wilayah. Dalam pendataan tersebut, diperoleh data bahwa 26 persen masyarakat masih belum memiliki jamban sehat.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, Priyanta Madya Satmaka memaparkan, belum lama ini Puskesmas terjun ke lapangan untuk melakukan pendataan terkait dengan ketersediaan jamban sehat di rumah tinggal warga masyarakat. Jamban sehat yang dimaksud adalah jamban yang menggunakan leher angsa.
“Data dari puskesmas kemarin, ada sekitar 26 persen penduduk belum memiliki jamban sehat,” ujar Priyanta, Selasa (15/10/2019).
Ia menjelaskan, nantinya data tersebut akan terus diupdate melalui data Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Artinya, petugas akan mendatangi rumah ke rumah atau door to door untuk melihat kondisi di lingkungan masyarakat secara riil.







“Jadi tidak hanya jamban sehat saja, tetapi terkait dengan sosialisasi dan deteksi dini penyakit yang diderita masyarakat,” imbuh dia.
Lanjut Priyanta, nantinya saat data PIS-PK digabungkan, akan didapat data lebih valid berapa jumlah keluarga di Gunungkidul yang belum memiliki jamban sehat. Menurutnya, saat ini upaya penurunan jumlah warga yang belum memiliki jamban sehat juga dilakukan oleh pihak kecamatan melalui Pagu Indikatif Wilayah Kecamatan (PIWK).
“Jadi PIWK itu juga untuk stimulan jamban sehat. Seperti di Saptosari yang mengalokasikan kurang lebih 90 persen dana yang didapat untuk stimulan jamban sehat,” ucapnya.
Lebih lanjut dikatakan, di Kabupaten Gunungkidul sudah ada peraturan yang mengharuskan APBDes mengalokasikan anggaran sebagai stimulan jamban sehat atau rehab rumah tidak layak huni (RTLH). Dalam aturan tersebut tertuang aturan angka minimal untuk program RTLH.
“Minimal 10 bisa 5 untuk jamban sehat, 5 untuk RTLH, kalau bisa lebih banyak maka akan lebih baik. harapan kami yang belum memiliki jamban sehat bisa semakin berkurang,” kata Priyanta.
Ia memaparkan, tadinya wilayah yang terbanyak belum memiliki jamban sehat adalah di Saptosari. Namun upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah serta kecamatan dan desa mampu memngurangi jumlah jamban tidak sehat di wilayah tersebut.
“Dulu memang di Saptosari. Tetapi saat ini sudah tidak lagi,” kata dia.
Sementara itu Camat Saptosari, Jarot Hadi Atmojo menambahkan, pihaknya setiap tahunnya mendapatkan anggaran stimulan. Dana stimulan yang diberikan oleh pemerintah tersebut kemudian digunakan untuk pembangunan jamban sehat masyarakat Kecamatan Saptosari.
“Kecamatan Saptosari mendapatkan dana sebesar Rp 100 juta tiap tahunnya. Dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan jamban sehat, dengan besaran pembangunan per jambannya Rp 2,5 juta,” ucap Jarot.