Sosial
Gizi Buruk Jadi Sorotan, Pemkab Gunungkidul Tak Mau Kecolongan






Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Persoalan gizi buruk di Indonesia seolah tak pernah rampung terselesaikan. Tiap tahun, laporan kasus gizi buruk terus tercatat bahkan tak jarang beberapa diantaranya meninggal dunia. Seperti kasus gizi buruk di Asmat, Papua yang tengah menjadi sorotan nasional baru-baru ini. Bagaimana tidak, Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan gizi buruk yang terjadi di wilayah paling timur Indonesia tersebut telah menewaskan sebanyak 61 orang.
Masalah gizi kronis yang terjadi di Asmat membuat pemerintah daerah lainnya waspada. Seperti hal nya yang terjadi di Gunungkidul. Seolah tak mau kecolongan, pemerintah melakukan pendataan ulang terkait jumlah kasus yang menimpa di wilayahnya. Belajar dari kejadian di Asmat, pemerintah sepertinya akan lebih efektif bekerja dalam memantau dan memeriksa gizi kesehatan masyarakat.
Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, tercatat jumlah kasus gizi buruk di Gunungkidul mencapai 0.58% dari 38.679 balita. Angka tersebut dinilai masih berada di bawah rata-rata DIY sekitar 1,5%. Persentase gizi buruk tersebut pun juga masih jauh berada di bawah rata-rata nasional yang mencapai tiga persen.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunngkidul, Dewi Irawaty mengatakan, kasus gizi buruk yang menjadi KLB di Kabupaten Asmat, Papua disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan buruknya sanitasi. Berbeda dari kasus gizi buruk di Gunungkidul yang disebabkan karena kurangnya energi protein sehingga mengganggu pertumbuhan anak.
"Kasus gizi buruk yang terjadi di Gunungkidul masih merupakan kasus murni, belum kasus gizi buruk dengan penyerta campak," ungkap Dewi, Rabu (17/01/2018).







Meskipun wilayah Gunungkidul dianggap masih aman, namun pihaknya terus berupaya melakukan pencegahan sejak dini. Untuk itu pihaknya menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk turut serta melakukan pantauan dan dapat mengambil sikap jika mendapati kasus gizi buruk di wilayahnya.
"Yang bisa kita lakukan ialah dengan peningkatan pemantauan penimbangan berat badan di Posyandu. Sehingga ketika ditemukan adanya anak yang tak naik berat badannya dapat segera mendapatkan penanganan," imbuh dia.
Selain itu, di tingkat desa, Dewi mengatakan bahwa saat ini sudah ada pemberian makanan tambahan penyuluhan dari APBDes. Namun bagi yang sudah mengalami gizi buruk maka itu merupakan tanggung jawab puskesmas untuk melakukan pemulihan.
"Pemberian makanan tambaban pemulihan bagi balita gizi buruk diberikan oleh Puskesmas," pungkas dia.