fbpx
Connect with us

Advertorial

Hidup Sendiri di Atas Gunung Tanpa Tetangga, Pasutri Lansia Harus Jalan Ratusan Meter Cari Air

Diterbitkan

pada

BDG

Ngawen,(pidjar.com)–Potret menyedihkan dialami oleh warga Padukuhan Sumberan RT 03/RW 03, Desa Tancep, Kecamatan Ngawen. Pasangan suami istri berusia lanjut yang tak memiliki anak itu harus mengisi masa tuanya di sebuah gubuk yang jauh dari waga.Tak ada listrik maupun akses memadai untuk menuju ke rumahnya. Namun kondisi pasangan tersebut seolah luput dari perhatian.

Adalah Marjuki dan Katinem, diusianya yang sudah masuk kepala 6 ini hanya hidup berdua di tengah hutan pegunungan. Selain tempat tinggalnya yang terbuat seadanya dari bambu yang berlubang, kondisi diperparah dengan tak adanya listrik yang mengalir ke gubuk itu. Bahkan untuk mengambil air saja, tubuh yang renta tersebut harus berjalan kaki sekitar 500 meter dengan medan yang sulit menuju sumber air.

Berita Lainnya  Ibu Rumah Tangga Seminggu Pergi Tak Kunjung Pulang, Keluarga Lapor Polisi

“Ke tempat tetangga pun ribuan meter jauhnya. Ke jalan raya pun jaraknya sekitar 2 km,” kata Ketua Paguyuban Manunggaling Kwulo Tancep (MKT), Ngadio, Senin (16/04/2018).

Meski panas menyengat saat terik dan dingin menusuk tulang saat hujan, keduanya tak punya pilihan selain menempati gubuk yang dianggap tak layak tersebut. Setiap malam pasangan lansia ini hanya mengandalkan lampu teplok sebagai penerang untuk melawan gelapnya malam.

Untuk memenuhi kesehariannya, Marjuki harus berjuang mencari nafkah dengan menjual kayu bakar dan menawarkannya kepada tetangga dan warga lain yang membutuhkan. Namun, tidak setiap hari warga membutuhkan kayu bakarnya. Sehingga hasil yang didapat pun tak selalu memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Berita Lainnya  Rumah Makan Unik ini Bikin Kegiatan Vaksinasi, Begini Cara Daftarnya

Sebab satu pikul kayu yang dijualnya, Marjuki hanya menjual dengan harga sekitar Rp 20 ribu saja. Itupun tidak setiap harinya dia terima. Paling tidak dalam satu minggu ia hanya bisa menjual 3 kali atau bahkan pernah hanya terjual 1 kali dalam seminggu. Uang tersebut tentu saja tidak cukup untuk membeli beras ataupun lauk pauk yang sehat dan bergizi. Oleh karenanya ketika ia tidak memiliki uang, hanyalah gaplek thiwul yang ia santap bersama istri tercintanya.

Merasa prihatin dengan kondisi kedua lansia itu, Paguyuban MKT yang dibentuk atas inisiasi warga Desa Tancep, Kecamatan Ngawen untuk bergerak di bidang sosial di desanya, memberikan bantuan sembako untuk sementara meringankan beban hidup keduanya.

Berita Lainnya  AHY yang datang bersama rombongan

"Sembako seadanya kita berikan untuk dapat dimanfaatkan simbah berdua. Adapun dananya ini hanya seadanya dari patungan anggota," kata Ketua MKT Ngadiyo.

Lebih lanjut dikatakan, MKT sendiri merupakan Paguyuban masyarakat peduli Desa Tancep dimana setiap dua bulan sekali memiliki agenda untuk memberikan bantuan kepada warga yang membutuhkan dan tidak produktif, seperti lansia atau janda yang hidup seorang diri.

“Ini merupakan kali ke tujuh kami berbagi dengan warga kurang mampu. Untuk bantuan kepada Mbah Marjuki sudah kami serahkan Minggu kemarin. Semoga dengan bantuan sembako tersebut bisa membantu meringankan bebannya,” ucap dia.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler