fbpx
Connect with us

Budaya

Kecintaan Suyitno Kecil, Rela Mbecak untuk Cari Modal Buat Gamelan

Diterbitkan

pada

BDG

Gedangsari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Gamelan bagi Suyitno warga Padukuhan Tembrono (01/10), Kalurahan Tegalrejo, Kapanewon Gedangsari bukan lagi sebuah alat musik tradisional. Akan tetapi, menurut pria 60 tahun ini, gambelan juga bagian dari hidupnya. Sejak duduk sebagai siswa kelas 3 Sekolah Rakyat (SR) dirinya sudah sangat tertarik dengan gamelan.

Suyitno sering kali mengamati orang-orang bermain gamelan. Dari situ ia kemudian ikut belajar memainkannya, tahun 1966 silam tumbuhlah rasa kemauan yang kuat untuk bisa ikut melestarikan alat musik tradisional ini dan membuat serta merakit gamelan secara mandiri.

Memasuki tahun 1970-an, keinginannya untuk membuat gamelan makin kuat. Ia sadar betul harus memiliki modal untuk membuatnya, karena biayanya tidak sedikit dan membutuhkan bahan baku yang berkualitas ia lantas bekerja ke kota. Tak begitu mencolok memang, untuk menghidupi dirinya dan mendapatkan modal ia menjadi tukang becak.

Berita Lainnya  Modernisasi Pertanian Bendung, Libatkan Profesor Hingga Segera Gunakan Drone Pupuk

Dari situ, setiap kali mendapatkan uang tarikan becak selalu ia sisihkan. Uang yang didapat kemudian digunakan untuk membeli bahan baku gamelan.

“Pertama kali saya dapat uang terus ke Lempuyangan beli besi, tak bawa pulang. Saya pahat dan ukir sendiri, saya pas-paskan akhirnya berhasil,” kata Suyitno saat ditemui di rumahnya, sembari mengenang perjalannya dulu.

Gamelan rakitannya ternyata jadi dan memiliki irama yang sesuai. Kemudian ia memberanikan diri menggunakan gamelan yang ia buat untuk mengiringi sejumlah dalang. Kecintaannya terhadap gamelan ternyata menjadi ladang rejeki baginya kini.

“Sekarang ini yang mesan ya rerara kalurahan, kadang juga ada permintaan dari Surabaya,” kata dia.

Pidjar.com Minggu (15/11/2020) pagi tadi memiliki kesempatan berkunjung dan melihat Suyitno merakit gamelan. Saat berada di rumahnya, ia bersama empat pekerja sedang mengukur angsang dan kuningan agar suaranya merdu.

Berita Lainnya  Penjelasan DLH Mengenai Penutupan Goa di Proyek JJLS Gunungkidul

Menurut dia, gamelan itu bak pasangan suami istri, antara angsang dan juga kuningan, tembaga ataupun perunggu yang hendak digunakan bisa bersuara merdu.

“Istilahnya harus seirama biar bisa selalu seiring sejalan. Alhamdulillah dari keinginan yang kuat sekarang berbuah manis dengan usaha yang sungguh-sungguh,” kata Suyitno sambil tersenyum.

Kendati tinggal di ujung wilayah Gunungkidul yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Suyitno mengaku, produknya tetap banyak diminati. Ia sendiri secara pakem menjaga betul identitas gamelan dari Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Ciri khas (identitas) gamelan saya di ujungnya selalu dibikin lengkung dengan penuh ukiran,” ujarnya.

Bagi lansia ini, gamelan merupakan suatu cikal bakal terbentuknya budaya. Kesakralan gamelan sendiri baginya menjadi pemersatu kesenian dalam suatu pertunjukan budaya.

Berita Lainnya  Asah Kemampuan Fisik, Bupati Gunungkidul Ajak Paskibraka Latihan Bersama

“Harapan saya gamelan ini dianggap sebagai titi laras kehidupan, bahwa kehidupan manusia ini memang harus penuh harmoni,” pungkas Suyitno.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler