event
Kerusakan Iklim Akibat Polarisasi Politk, Allisa Wahid : Organisasi Keagamaan Punya Peran Penting






Jogja, (pidjar.com) — Fenomena pemanasan global yang terjadi sejak beberapa waktu lalu mengakibatkan dampak bagi kehidupan manusia dan semesta alam.
Iklim yang berubah secara terus menerus ini disebabkan karena adanya interaksi antara komponen-komponennya dan faktor eksternal seperti erupsi vulkanik, variasi sinar matahari dan faktor-faktor lain yang disebabkan oleh kegiatan manusia, seperti perubahan pengunaan lahan, penggunaan bahan bakar fosil dan polarisasi politik.
Direktur Nasional Jaringan Gusdurian, Allisa Wahid mengatakan, saat ini dunia, khususnya Indonesia sedang menghadapi tiga jurang besar. Pertama, jurangspiritual dimana banyak masyarakat yang sudah mulai meninggalkan nilai luhur dan mengejar duniawi. Kedua, jurang sosial yang membuat sesama manusia banyak berkonflik, baik internal kelompok, antar agama maupun antar suku.
“Terakhir adalah jurang ekologis dimana kita mengeksploitasi ibu pertiwi ini sedemikian rupa sehingga kemarahannya itu juga terasa dalam bentuk bencana alam. Di Indonesia, kita banyak sekali mengalami peningkatan bencana alam tetapi sebagian besar masyarakat Indonesia tidak sadar bahwa ini akibat dari perubahan iklim, ” katanya dalam konferensi pers Sidang Raya General Assembly ACT Alliance dengan tema Hope in Action – Together for Justice, di Royal Ambarrukmo Hotel Yogyakarta, Selasa (29/10/2024).
Allisa menyebut, banyak masyarakat yang merasa bahwa bencana alam ini merupakan nasib dan takdir yang harus diterima. Maka di sinilah letak persoalan besar yang harus diurai. Karenanya, organisasi masyarakat sipil terutama organisasi berbasis agama punya posisi unik dalam penyadaran dan pencegahan masyarakat terhadap perubahan iklim.







“Organisasi agama itu landasannya nilai-nilai spiritual. Kedua, organisasi berbasis agama itu hubungan antara umat dan pemimpinnya sangat dekat. Mudah untuk dimobilisasi. Ketiga, pengambil keputusan itu rata-rata juga umat beragama, karena itu sebetulnya organisasi beragama juga bisa mempengaruhi pengambil keputusan dan organisasi umat beragama juga punya banyak resources sampai pedalaman,” jelasnya.
Lebih lanjut Allisa mengajak organisasi masyarakat sipil dan organisasi beragama bersama-sama maju ke depan untuk mengambil peran yang lebih besar terutama untuk mengingatkan pihak-pihak terkait.
“Ya (mengingatkan) sektor industri, terutama sektor industri ekstraktif, sektor pemerintah untuk bertanggungjawab dan segera mengambil langkah untuk memperbaiki situasi terkait dengan krisis iklim kita,” imbuhnya.
General Secretary World Council of Churches, Rev. Prof. Dr Jerry Pillay menambahkan, dalam Sidang Majelisnya di Karlsruhe pada tahun 2022, Dewan Gereja-Gereja se-Dunia (WCC) mengidentifikasi keadilan iklim sebagai prioritas utama bagi persekutuan ekumenis di tahun-tahun mendatang. Selain itu, pihaknya juga membentuk Komisi Keadilan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan.
“Interaksi antara pemanasan global yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil yang terus berlanjut serta ekstraksi dan konsumsi sumber daya alam yang tak terkendali, sedang merusak jalinan spesies dan ekosistem yang menjadi dasar bagi semua kehidupan. Hal ini mengancam mata pencaharian, kesehatan, sumber makanan dan air, serta memperburuk dampak bencana alam, merugikan mereka yang paling rentan dan meningkatkan ketidakadilan secara global,” ungkapnya.
Sementara Director of YAKKUM Development and Humanitarian Programs, Arshita menambahkan, sebagai organisasi berbasis gereja yang juga anggota ACT Alliance di Indonesia sangat memahami bahwa di dunia banyak sekali permasalahan dan tantangan. Diantaranya adalah ketidakadilan ikilim, ketidakadilan sharing kekuasaan dan sumber daya, serta penurunan akses partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dan kemanusiaan.
“YAKKUM percaya bahwa percakapan yang jujur diantara berbagai aktor, baik itu aktor antar iman, lembaga-lembaga, pemerintah, kelompok di masyarakat adalah satu hal yang penting dan akan membantu kita mengurangi polarisasi, mengurangi kecurigaan, membantu kita mencari solusi dari berbagai permasalahan, ” jelasnya.
Arshita menegaskan, semua pihak harus merubah percakapan di dalam ruang pertemuan penting menjadi sebuah aksi konkrit yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan tadi. Hal itu akan membawa kita semua berbeda. Jadi sebagai aktor lokal dan komunitas beriman di Indonesia, YAKKUM ingin berkontribusi menciptakan solusi-solusi yang inklusif, berkelanjutan dan adil, ” pungkasnya. (Ken).
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Bupati Endah Harapkan Tradisi Urbanisasi Mulai Berkurang
-
Pemerintahan1 minggu yang lalu
Akhirnya Gunungkidul Akan Kembali Punya Bioskop
-
Sosial4 minggu yang lalu
Istri Wakil Bupati Gunungkidul Dilantik Jadi Ketua Tim Penggerak PKK, Ini Hal yang Akan Dilakukan
-
film2 minggu yang lalu
Diputar Bertepatan Momen Lebaran, Film Komang Ajak Rayakan Perbedaan
-
bisnis4 minggu yang lalu
PT Railink Raih Penghargaan 7th Top Digital Corporate Brand Award 2025
-
Uncategorized3 minggu yang lalu
Milad ke 12, Sekolah Swasta Ini Telah Raih Ribuan Prestasi
-
bisnis3 minggu yang lalu
Hadirkan Zona Baru, Suraloka Interactive Zoo Siap Berikan Pengalaman Interaktif dan Edukatif
-
bisnis3 minggu yang lalu
Sambut Lebaran 2025, KAI Bandara Beri Diskon Tiket dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis
-
Peristiwa3 minggu yang lalu
Jelang Lebaran, Polisi Himbau Warga Waspadai Peredaran Uang Palsu
-
bisnis4 minggu yang lalu
Catat Kinerja Positif di Tahun 2024, WOM Finance Berhasil Tingkatkan Aset 4,68 Persen
-
Peristiwa2 minggu yang lalu
Kebakaran di Rongkop, Bangunan Rumah Hingga Motor Hangus Terbakar
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Puluhan Sapi di Gunungkidul Mati Diduga Karena Antraks