fbpx
Connect with us

Sosial

Perkokoh Persaudaraan dan Toleransi Melalui Sekolah Kebhinekaan

Diterbitkan

pada

BDG

Paliyan,(pidjar.com)–Beragam aliran kepercayaan dan agama dianut oleh masyarakat Gunungkidul. Meski demikian, keanekaragaman ini tidak memecahkan solidaritas dan kekeluargaan yang terjalin di masyarakat. Beragam aliran yang ada mendorong sejumlah tokoh untuk membentuk Sekolah Kebhinekaan di Gunungkidul. Dengan harapan, adanya sekolah kebhinekaan ini toleransi semakin kuat dan hubungan satu sama lain baik pemeluk agama maupun penganut kepercayaan lebih erat dan lebih baik lagi. Di Gunungkidul, sekolah kebhinekaan sendiri telah beberapa kali digelar.

Kepala Sekolah Kebhinnekaan Gunungkidul Angkatan III, H. Lutfi Kharis Mahmud mengatakan, sekolah kebhinnekaan ini diikuti oleh puluhan pelajar dari Gunungkidul. Para pelajar tersebut terdiri dari latar belakang agama dan kepercayaan yang berbeda. Beberapa kali pertemuan dilakukan secara bersamaan dengan tujuan menanamkan nilai keragaman kepercayaan atau agama kepada para siswa ini.

“Arus informasi yang berkembang pesat saat ini relevan untuk dibangun pemahaman yang baik pada diri anak muda agar makin terampil merawat toleransi dan perdamaian lintas agama dan kepercayaan. Hal yang paling mendasar adalah menanamkan agar tidak menduakan dasar negara. Pancasila harus mendarah daging pada diri kata dan perbuatan anak muda di tengah berbagai ancaman dan godaan,” kata Lutfi, Senin (26/08/2019).

Selama mengikuti sekolah kebhinekaan, para peserta (siswa) diajak untuk menginap di rumah-rumah ibadah. Mulai dari Gereja, Pura, Pondok Pesantren, dan Vihara. Dengan demikian dapat memperkaya pengalaman hidup masing-masing peserta. Kegiatan ini menjadi ciri khas Gunungkidul di mana toleransi yang tinggi antar penganut agama menjadi keunggulan tersendiri.

“Hal yang mendasari diadakannya kegiatan ini adalah untuk mendorong anak muda lintas agama agar terampil dan toleran dalam membangun persaudaraan lintas agama secara lahir batin yang selama ini cenderung masih bersifat teoritis. Berbagai pengalaman baik tentang toleransi, pemahaman yang benar menghadapi kemajemukan agama dan kepercayaan, hingga praktik langsung bergaul dengan lintas agama,” tambah dia.

Kegiatan ini sendiri dilakukan secara bergilir. Sabtu dan Minggu kemarin kegiatan sekolah kebhinnekaan diselenggarakan di Pondok Retret Selogiri Komplek Gua Maria Tritis, Desa Giring, Kecamatan Paliyan. Setiap tahunnya, sekolah kebhinekaan ini diikuti oleh sejumlah tokoh agama mulai dari GP Anshor NU, Klasis Gereja Kristen Jawa, Rayon Katolik Paroki Santo Petrus Kanisius, Majelis Budhayana Indonesia, Parisadha Hindu Darma Indonesia, Fatayat NU, Badan Kerja Sama Gereja Kristen, Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang ada di Kabupaten Gunungkidul.

Para peserta sekolah kebhinekaan berkunjung ke Goa Maria Tritis, Desa Giring, Kecamatan Paliyan, Minggu (25/08/2019) kemarin

Sementara itu, fasilitator Sekolah Kebhinnekaan, Albertus Wahyu Widayat, memaparkan, ada beberapa materi pokok dan cukup mendasar yang harus dilalui para peserta utusan semua komunitas agama sampai dinyatakan lulus. Mulai dari teori identitas, pengelolaan media sosial sebagai alat kampanye keberagaman, pemahaman Pancasila dan Konstitusi, perjumpaan dan dialog tokoh agama, dasar resolusi konflik, pengelolaan keberagaman dengan pendekatan hak asasi manusia beragama, Membangun komunitas keberagaman dan berbagai pembelajaran memperkuat keberagaman Indonesia.

Berita Lainnya  Sejumlah Masjid Terpantau Masih Laksanakan Tarawih Berjamaah

“Harapan kami dengan materi yang kami berikan ini para siswa memiliki nilai positif dalam berbaur dan bersosialisasi di kalangan masyarakat. Mereka (pemuda) paham bagaimana pentingnya toleransi dalam kehidupan terlebih ditengah keberagaman yang ada,” tucap Wahyu Widayat.

Salah seorang Kader PC NU yang menjadi peserta Sekolah Kebhinekaan, Rini Krisnawati mengungkapkan, ia pribadi merasa senang mengikuti kegiatan semacam ini. Pasalnya selain menambah wawasan juga menambah pertemanan. Ia juga dapat mengetahui cara ibadah dan beberapa aturan lain di masing-masing penganut kepercayaan atau agama.

“Tambah saudara dan mudah-mudahan lebih tertanam jiwa saling menghargai, agar jauh dari perpecahan. Penasaran memang dulunya dengan cara ibadah atau hal-hal lain dalam agama masing-masing,” ucap Rini.

Sekolah Kebhinnekaan sendiri sudah berdiri sejak tiga tahun lalu, 2017 dan 2018 kemarin kegiatan serupa juga dilakukan oleh para penggagas Sekolah Kebhinnekaan.

Berita Lainnya  Harga Pakan Lebih Mahal Dari Ongkos Makan Manusia, Peternak Pilih Jual Sapinya

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler