fbpx
Connect with us

Politik

Sidang Perdana Gugatan Pencoretan Wakil Ketua DPRD Gunungkidul di PTUN, Kuasa Hukum Persoalkan SK

Diterbitkan

pada

BDG

Bantul,(pidjar.com)–Keputusan pencoretan caleg Partai Gerindra dari Dapil 2, Ngadiyono dari daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Gunungkidul memasuki babak baru. Sang Wakil Ketua DPRD Gunungkidul yang tak terima dengan keputusan tersebut membawa putusan tersebut ke ranah persidangan. Ngadiyono menggugat KPU Gunungkidul atas keputusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta. Pada Selasa (05/03/2019) siang tadi, kasus gugatan yang dilayangkan Ngadiyono ini telah memasuki tahapan sidang perdana di gedung PTUN Yogyakarta, Bantul.

Adapun agenda sidang perdana ini adalah pembacaan gugatan dan jawaban dari KPU. Sidang yang diketuai oleh Andriyani Masyitoh bersama dua hakim anggota yakni Kukuh Santiadi dan Rahmi Afriza diawali dengan pembacaan gugatan oleh hakim ketua. Dalam gugatan yang dilayangkan, terdapat lima poin yang berkaitan dengan obyek sengketa Surat Keputusan (SK) KPU tentang perubahan atas keputusan tentang penetapan DCT DPRD Kabupaten Gunungkidul. Ngadiyono bersama kuasa hukumnya menyebut bahwa keputusan tersebut ada banyak kejanggalan diantaranya obyek sengketa bertentangan dengan Perundang-undangan serta substansi obyek sengketa telah melanggar peraturan. Persidangan sendiri akan digelar sebanyak 5 kali sampai pada putusan lantaran sesuai aturan, gugatan semacam ini harus selesai dalam 21 hari kerja. Sidang lanjutan akan digelar pada Senin (11/03/2019) mendatang dengan agenda bukti surat dari kedua belah pihak.

Berita Lainnya  Baru Berumur Dua Tahun, Truk Pemadam Milik Damkar Sudah Rusak

“Untuk sidang putusannya pada tanggal 25 (Maret 2019),” ucap Andriyanti sesaat sebelum menutup persidangan.

Kuasa Hukum Ngadiyono, Romi Habie menyatakan bahwa pihaknya menemukan ada banyak kejanggalan dalam SK yang digunakan KPU untuk pencoretan kliennya. Nantinya, pihak kuasa hukum akan melakukan pengujian terkait sah atau tidaknya SK tersebut.

Ia beberkan lebih lanjut, beberapa diantara kejanggalan yang ditemukan oleh tim kuasa hukum adalah kesalahan pengetikan tahun pada SK itu. Pihaknya juga menemukan adanya salah ketik terkait pencantuman dasar hukum pencoretan Ngadiyono dari DCT.

“Di SK tertulis peraturan KPU (PKPU) nomor 31 tahun 2019, yang sebenarnya tidak ada, seharusnya yang benar adalah PKPU nomor 20 tahun 2018 dan diperbaharui terakhir PKPU nomor 31 tahun 2018. Jadi syarat formilnya sudah dilanggar,” ujar Romi.

Ia juga mempertanyakan perihal dasar hukum yang digunakan KPU dalam mencoret Ngadiyono. Menurutnya, KPU telah semena-mena mengambil hak politik kliennya dengan melakukan pencoretan. Keputusan pengadilan terhadap Ngadiyono yang menjadi dasar hukum KPU mencoret Ngadiyono disebutnya tidak sesuai. Kesalahan Ngadiyono yang telah diputus pengadilan yaitu penggunaan fasilitas negara seharusnya tidak bisa dijadikan dasar lantaran dalam surat KPU nomor 1725 dinyatakan bahwa pencoretan dilakukan terhadap caleg yang melakukan tindak pidana pemalsuan surat atau pemalsuan dokumen.

Berita Lainnya  Wisata Alam Disebut Relatif Aman Dari Penyebaran Covid, Pariwisata Gunungkidul Bisa Mulai Dibuka Pekan Depan

“Beliau hanya mendapatkan hukuman percobaan. Nah keputusan ini yang nantinya akan kami uji,” imbuhnya.

Ketua KPU Gunungkidul, Ahmadi Ruslan Hani

Sementara itu, menanggapi gugatan tersebut, Ketua KPU Gunungkidul, Ahmadi Ruslan Hani mengakui perihal adanya kesalahan penulisan tahun pada peraturan KPU dalam SK Pencoretan Ngadiyono. Meki begitu menurutnya kesalahan ketik ini dianggap masih sesuai dengan substansi yang ada.

Dasar hukum pencoretan yang mengacu pada vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Sleman dianggap Ahmadi memenuhi untuk menjadi dasar pencoretan Ngadiyono. Merujuk Undang-undang Pemilu tahun 2017, menyebut bahwa sanksi yang dikenakan kepada terdakwa kasus pidana Pemilu adalah pembatalan sebagai DCT.

“Sesuai dengan Pasal 25 Undang-undang 7 tahun 2017, peserta Pemilu yang terdaftar dalam DCT anggota DPRD kota/Kabupaten yang melakukan tindak pidana Pemilu, dan ada surat putusan dari pengadilan berkekuatan hukum tetap bisa menjadi dasar untuk pembatalan (peserta pemilu dari DCT),” ucapnya.

Menurut Hani, hal serupa sebetulnya juga terjadi di Kabupaten Belitung, yaitu kasus penggunaan fasilitas milik negara dan yang bersangkutan dikenai sanksi pidana pemilu. Namun terdapat perbedaan dengan kasus Ngadiyono, di mana kelanjutan kasus di Belitung masih proses banding.

Berita Lainnya  ATM BRI Kepek Dirusak, Polisi Gelar Olah TKP

“Kebetulan kalau yang bersangkutan ini (Ngadiyono) tidak banding dan berarti sudah ada keputusan hukum tetap. Pada putusan pengadilan dengan tegas menyebut putusan pidana pemilu,” ujarnya.

Ia juga menerangkan bahwa meski dicoret, nama Ngadiyono tetap akan ada dalam kartu suara. Meski begitu, pemilih Ngadiyono nantinya akan dimasukkan kepada Partai Gerindra sebagai pengusung.

“Surat suara sudah dalam proses cetak jadi tidak bisa diubah lagi,” pungkasnya.

Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler