Sosial
Berikan Sanksi Sosial, Warga Padukuhan Ini Sepakat Makamkan Pelaku Gantung Diri Secara Tak Lazim






Tanjungsari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Prosesi pemakaman Pawiro Karno (90) warga Padukuhan Kayu Bimo, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari nampak sangat berbeda jika dibanding dengan prosesi serupa terhadap warga lainnya. Oleh warga, jenazah pelaku gantung diri ini hanya langsung dibalut dengan tikar tanpa dikafani bahkan tanpa dimandikan terlebih dahulu.
Prosesi yang tak lazim ini sendiri merupakan kesepakatan dari warga Padukuhan Kayubimo khususnya kepada warganya yang meninggal dunia secara tak lazim, khususnya bunuh diri. Mereka menganggap para pelaku gantung diri tidak pantas disucikan sebagai bentuk sanksi sosial. Warga perlu memberikan sanksi sosial agar nantinya warga setempat berpikir dua kali untuk melakukan aksi nekat.
Dukuh Kayu Bimo, Sutino mengatakan bahwa tradisi pemakaman pelaku gantung diri tanpa dikafani dan dimandikan tercetus tiga tahun lalu. Tepatnya saat salah seorang warga Kayu Bimo meninggal karena gantung diri.
“Dulu sekitar tiga tahun lalu ada warga kami yang gantung diri dan prosesi pemakamannya disucikan dulu. Tapi setelah itu malah jadi polemik dan gejolak warga,” kata Sutino kepada pidjar-com-525357.hostingersite.com, Jumat (02/11/2018) kemarin.
Ia menjelaskan, warga menganggap, orang yang matinya tidak normal atau bunuh diri sebenarnya tidak perlu disucikan maupun diberi kain kafan. Selain itu, warga juga sepakat untuk tidak memasukan pelaku bunuh diri ke rumah duka.







“Hal ini disepakati warga Kayu Bimo sampai sekarang,” imbuhnya.
Ia menceritakan, pemakaman terhadap pelaku gantung diri, Pawiro Karno pada beberapa hari lalu menggunakan adat tersebut. Ia juga mengatakan tidak ada penolakan dari pihak keluarga maupun masyarakat setempat.
“Saya yang bilangin ke keluarganya, dan keluarga mempersilahkan untuk dimakamkan seperti itu. Di padukuhan lain yang ada di Tanjungsari juga seperti itu kalau makamkan orang gantung diri, tapi kemarin itu kebetulan terjadi di Kayu Bimo,” ujarnya.
Namun demikian, dirinya tidak menampik adanya warga luar Padukuhan yang tidak sepaham dengan kesepakatan itu. Akan tetapi, Sutino beranggapan bahwa perlakuan ini sudah menjadi adat yang disepakati masyarakat bersama.
Selain prosesi pemakaman yang terbilang tak lazim, tempat yang digunakan untuk gantung diri beserta barang-barang milik pelaku bunuh diri turut dibersihkan dengan cara dibakar. Menurut Sutino, hal itu dipercayai mampu menjauhkan kawasan Kayu Bimo dari pulung gantung.
“Gantung dirinya kan di kandang, kemarin sudah dirobohkan dan kayu untuk mengaitkan tali tampar itu dibakar semua. Baju dan kasur juga dibakar biar barang itu (Pulung gantung) tidak datang lagi,” ucapnya.
Sutino menjelaskan, alasan disepakatinya adat tersebut adalah sebagai saksi sosial terhadap pelaku bunuh diri. Selain itu juga sebagai peringatan agar warga tidak melakukan tindakan serupa.
Sementara itu, salah satu keluarga pelaku bunuh diri, Murwanti mengaku menyetujui proses pemakaman tersebut. Mengingat hal itu merupakan hasil kesepakatan bersama warga Kayu Bimo.
“Keluarga nurut saja apa yang disarankan pak Dukuh, memang sebaiknya seperti itu (dimakamkan tanpa disucikan karena tidak normal meninggalnya). Kalau ditanya ikhlas ya diikhlas-ikhlaskan saja,” ujarnya.