Connect with us

Sosial

Akui Terima Aliran Dana Penebangan Belasan Ribu Jati, Sinder BDH Karangmojo Justru Salahkan Petani

Diterbitkan

pada

BDG

Karangmojo, (pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Polemik siapa yang paling bertanggung jawab terkait janggalnya penebangan 11 ribu batang kayu jati yang dilakukan oleh HKM Wonorejo masih misteri. Bahkan, saat ini kisruh ini semakin panas dan melebar. Sejumlah pihak disebut telah menerima aliran dana hasil penebangan yang disebut merugi tersebut. Dan dalam perkembangannya, sejumlah pihak mulai saling menyalahkan satu sama lain.

Terlepas dari polemik yang terjadi, kondisi riil di lapangan yakni di Blok 37 Hutan Wonorejo, Nglipar sendiri sangat memprihatinkan pasca penebangan besar-besaran tersebut. Disinyalir, telah terjadi degradasi fungsi hutan jati bahkan mengarah ke illegal loging yang dilakukan HKM Wonorejo. Lemahnya fungsi pengawasan dari Resort Pemangku Hutan (RPH) Nglipar dan Badian Daerah Hutan (BDH) Karangmojo dituding menjadi salah satu penyebab utama.

Blok 37 seluas 100 hektar HKM Wonorejo memang berada di bawah pengawasan RPH Nglipar yang masuk dalam ruang lingkup BDH Karangmojo yang dipimpin oleh Sinder Kehutanan. Dalam hal ini, BDH Karangmojo yang membawahi 5 RPH memiliki luasan lahan yang menjadi ruang lingkup kerjanya mencapai 3324.9 hektar hutan yang tersebar di sekitar Kecamatan Karangmojo hingga Nglipar.

Dalam Surat Perintah Kerja Nomor 525/01184 yang ditandatangani Aji Sukmono, Kepala Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Yogyakarta tanggal 10 Juli 2019, dengan tegas telah memerintahkan BDH Karangmojo, RPH Nglipar dan KTH HKM Wonorejo untuk melakukan penebangan pohon jati di Blok 37 seluas 100 hektar di mana diatas lahan seluas itu terdapat 22.012 batang pohon jati dengan volume mencapai 1.457.222 meter kubik sejak 15 Juli 2019 hingga 22 November 2019.

Berita Lainnya  Cerita Koesnanto, Bos Kuliner Bebek Yang Restorannya Jadi Tempat Makan Siang Presiden Jokowi

Meski telah ada perintah resmi, Sinder atau Kepala BDH Karangmojo, Hermiyanto justru membantah keterlibatan pihaknya dalam penebangan itu.

“HKM Wonorejo itu kan statusnya mirip seperti HPH (Hak Pengelolaan Hutan) di luar Jawa. Lha kita kan di BDH dan RPH hanya diminta oleh HKM Wonorejo untuk monitoring penebangan. Dan itu sudah kita lakukan bersama mantri, mandor termasuk polhut lapangan. Jadi porsi kita hanya pendampingan dan fasilitasi teknis, soal itu dijual lakunya berapa dapatnya berapa kubik, itu semua di luar ranah kita untuk turut campur. Semua murni haknya HKM,” kelit Hermiyanto.

Ia menilai apa yang dilakukan oleh Kelompok Tani Hutan HKM Wonorejo sudah benar dan sesuai prosedur yang ditentukan. Masalah harga penjualan kayu jati yang rendah, dalam penilaian Hermiyanto lantaran pohon jati yang ditebang memang belum tinggi nilai ekonomisnya.

“Dalam pantauan kami, banyak yang masih A1 atau garis tengah 15 centimeter ke bawah. Itukan nilai ekonomisnya sangat murah, A2 sedikit apalagi A3nya. Di sisi lain biaya operasional kelompok untuk penebangan per batangnya juga kelewat besar. Bayangkan, potongan kayu yang sebenarnya bisa diangkut satu orang tapi ternyata digotong empat orang, lha ini kan nggak efektif dan memperbesar biaya operasional,” lanjutnya.

Terkait tuntutan anggota HKM Wonorejo yang menuntut ganti rugi, Hermiyanto justru menyalahkan anggota kelompok. Para petani tersebut dinilainya tidak paham apa itu artinya dibentuk kelompok tani hutan.

“Lha yang menuntut itukan sifatnya perorangan anggota kelompok. Padahal SK yang diterbitkan pemerintah dan dapat ijin itu kelompok bukan perorangan. Mereka belum memahami bahwa kelompok itu sekumpulan orang yang bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Kalau masalah teknis penebangan hingga pembagian hasil kepada anggota, kita di BDH maupun RPH tidak boleh masuk sebab bukan ranah atau wewenangnya, itu ranahnya internal kelompok. Sebab mereka memiliki ijin sendiri dari Balai KPH. Kita dapatnya ya hanya komisi 6% dari hasil penjualan kayu itu,” sambung dia.

Meski awalnya menolak dituding menerima uang dari pengurus kelompok dalam ketugasannya sebagai pegawai kehutanan yang membawahi wilayah kerja KTH HKM Wonorejo, namun akhirnya Hermiyanto mengakui adanya aliran dana tersebut.

Berita Lainnya  Ajak Masyarakat Bersholawat, Habib Syech Himbau Masyarakat Selektif Dalam Memilih Wakil Rakyat

“Ya mungkin anggaran monitoring itu yang mereka pengurus HKM Wonorejo maksudkan. Sebab kedatangan kami ke sana kan karena diminta oleh pengurus HKM. Lha kalau tidak diminta kan kita tidak datang, jadi wajar kalau kemudian mereka menganggarkan dana untuk biaya monitoring,” kelit Hermiyanto.

Dalam laporan keuangan yang disampaikan Ketua KTH HKM Wonorejo, Wardoyo yang disampaikan saat mediasi dengan anggotanya di Balai Desa Kedung Poh, disebutkan ada aliran dana hingga mencapai belasan juta rupiah untuk petugas monitoring. Setelah dirinci, diketahui aliran dana itu mengarah kepada personel-personel petugas Garnis hingga Sinder Kehutanan.

Tudingan Hermiyanto sendiri langsung mendapatkan tanggapan dari Ketua HKM Wonorejo Unit Nglorog, Basuki Rahmat. Dengan nada keras, Basuki balik menuding petugas RPH hingga BDH yang kurang faham tujuan didirikannya HKM.

Berita Lainnya  Warga Sadeng Halau Kedatangan Nelayan Dari Luar Daerah

“Yang menanam kayu jati di lahan HKM itu orang atau bukan? Apakah dahulu dari pemerintah memerintah Pak, Mbah menanamlah jati besok kalau panen hasilnya untuk Wardoyo (red-Ketua KTH HKM Wonorejo) dan kalian menonton lah begitu? Jadi saya menilai justru sinder yang tidak faham tujuan dibentuk dan didirikannya KTH HKM kan untuk kesejahteraan anggota dan warga sekitar hutan. KTH HKM dibentuk bukan untuk mensejahterakan orang-orang tertentu atau kesejahteraan makelar kayu,” jawab Basuki Rahmad dengan sengit.

Atas statement yang disampaikan Sinder BDH Karangmojo, Basuki Rahmad mengaku hendak mengambil langkah dengan mendatang Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY. Sebab dalam persoalan penebangan 11.000 batang kayu jati berbagai ukuran di Petak 37, anggota KTH HKM Wonorejo sangat dirugikan. Sebanyak 11.000 batang kayu jati dijual dengan harga tak masuk akal yakni hanya meraup uang Rp 492.582.300,- sementara biaya operasional untuk penebangan justru menembus angka Rp 521 juta.

“Demi masyarakat, kita akan terus mencari keadilan,” tutup dia.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

bisnis2 bulan yang lalu

Tegaskan Komitmen di Hari Bumi, KAI Bandara Wujudkan Langkah Menuju Masa Depan Berkelanjutan

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – Dalam rangka memperingati Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April, PT Railink sebagai operator KAI...

Pariwisata3 bulan yang lalu

Masa Angkutan Lebaran 2025, Penumpang KA Bandara Capai 390 Ribu

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – PT Railink KA Bandara Medan dan Yogyakarta mencatat sebanyak 390.475 ribu masyarakat menggunakan layanan Kereta Api...

bisnis3 bulan yang lalu

Libur Lebaran, Stasiun Yogyakarta Optimalkan Peran Sebagai Stasiun Integrasi Antarmoda

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja,(pidjar.com) – Stasiun Yogyakarta memiliki keunggulan sebagai stasiun integrasi antar moda yang mampu melayani pemudik dan masyarakat untuk berwisata...

bisnis3 bulan yang lalu

Sambut Lebaran 2025, KAI Bandara Beri Diskon Tiket dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – Dalam rangka menyambut momen Lebaran 2025, PT Railink KAI Bandara di Medan dan Yogyakarta memberikan diskon...

bisnis5 bulan yang lalu

Libur Panjang Isra Mi’raj dan Imlek, 79 Persen Tiket Terjual di Daop 6 Yogyakarta

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com)– PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 6 Yogyakarta mencatatkan penjualan tiket kereta api yang signifikan pada libur...

Berita Terpopuler