Sosial
Batas Usia Pernikahan Menjadi 19 Tahun, Permohonan Dispensasi Nikah di Gunungkidul Diperkirakan Akan Melonjak






Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Permohonan dispensasi pernikahan di Gunungkidul diperkirakan bakal mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal itu menyusul akan disahkannya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan oleh DPR tentang perubahan batas minimal usia perkawinan untuk laki-laki dan perempuan minimal 19 tahun. Dalam UU sebelumnya, usia perkawinan minimal adalah 16 tahun bagi perempuan.
Humas Pengadilan Agama Kabupaten Gunungkidul, Barwanto memperkirakan, bakal ada lonjakan permohonan pernikahan dini di Gunungkidul. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir ini, kebanyakan yang mengajukan dispensasi pernikahan laki-laki karena batas minimal 19 tahun. Untuk perempuan rata-rata berusia di atas 16 tahun.
“Nanti akan tambah banyak kalau kemarin kebanyakan laki-laki kalau saat ini bisa dua duanya (perempuan dan laki-laki harus berusia minimal 19 tahun),” jelas Barwoto, Selasa (17/09/2019).
Ia menjelaskan, data yang ada di Pengadilan Agama Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2017 menyebutkan ada 67 pasangan yang mengajukan dispensasi menikah. Kemudian pada tahun 2018, ada sebanyak 79 pasangan yang mengajukan dispensasi nikah dini ke Pengadilan Agama.
“Dari 79 yang diberikan dispensasi ada 77 pasangan, untuk tahun 2019 sampai bulan Agustus ini, sudah ada 34 pengajuan dispensasi,” katanya.







Dikatakannya, tidak semua permohonan pernikahan dini tersebut dikabulkan. Menurutnya, pengajuan pernikahan banyak dilakukan lantaran adanya kasus hamil di luar nikah.
“Kalaupun belum hamil kadang hubuingan sudah erat sudah sering menginap, rata-rata sudah melakukan hubungan badan, misal sudah tunangan. Rata-rata kalau ditanya begitu, kalau sudah hamil ada bukti tes itu, yang banyak sudah hamil itu,” ucapnya.
Barwanto menambahkan, pihaknya cukup dilematis jika harus mengabulkan permintaan pernikahan dini. Di satu sisi ada Perbup yang melara pernikahan dini, namun jika sudah hamil di luar nikah, ada janin yang harus dilindungi.
“Kita dilematis, di satu sisi perbup yang melarang pernikahan dini. Tapi kalau sudah hamil ada janin yang harus dilindungi. Dari sisi kematangan jiwa sebenarnya mereka belum layak,” papar Barwanto.
Adapun perkawinan dini akibat kehamilan di luar nikah menurutnya berdampak pada perceraian. Alasan yang kerap ditemui yakni adanya alasan ketidakcocokan antar pasangan muda itu.
“Nikah karena hamil setelah menikah ada beberapa itu lelakinya pergi gak pulang lagi ke perempuan. Mungkin terpaksa menikahi. Macem-macemlah di masyarakat itu,” imbuh dia.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sendiri terus berusaha menekan angka pernikahan dini. Sejumlah inovasi dilakukan masing-masing Organisasi perangkat daerah untuk menekan angka pernikahan dini ini. Seperti salah satunya yang dilakukan drg, Dyah Mayun Haranti. Koordinator UPT Puskesmas Gedangsari II ini menginiasasi gerakan ayo tunda usia menikah cegah stunting atau singkatan Ayunda Simenik sego seceting di Kecamatan Gedangsari.
Program Ayunda Simenik dimulai tahun 2013 lalu, dan ada penurunan angka pernikahan dini yang signifikan. Pada tahun 2013 sebanyak sembilan kasus, di tahun 2014 ada enam kasus, tahun 2015 sebanyak dua kasus, dan tahun 2016 tidak ada kasus.
“Inovasi ini masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016.Tidak berhenti disitu, inovasi Ayunda Si Menik dilanjutkan dengan inovasi Ayunda Si Menik Makan Sego Ceting, yakni Ayo Tunda Usia Menikah Mengawali Semangat Gotong Royong Cegah Stunting,” ujar Bupati Gunungkidul, Badingah.