Sosial
Berawal Dari Grup Musik Gereja, Kidung Etnosia Kini Sukses Rajai Panggung-panggung Besar






Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Musik orkestra bisa jadi masih sangat asing bagi kalangan masyarakat awam khususnya di Kabupaten Gunungkidul. Di Gunungkidul sendiri, memang event yang melibatkan grup musik orkestra masih sangat minim dan bisa dihitung dengan jari.
Masih minimnya penggemar orkestra tak lantas membuat Agustinus Bambang Prasetya, seorang musisi muda asli Gunungkidul bergeming dalam menekuni musik ini. Sejak beberapa waktu lalu, Bambang, begitu sapaan akrabnya, mendirikan grup orkestra Kidung Etnosia. Selama berdiri, Kidung Etnosia yang diisi para musisi muda sendiri terhitung cukup sukses. Salah satu yang menarik dari grup ini adalah mampu membaurkan alunan khas orkestra dengan jenis musik lainnya yang lebih populer.
Pada awal berdirinya tahun 2010 silam, Kidung Etnosia berawal dari grup musik gereja yang dimainkan oleh muda-mudi Katolik (Mudika) Desa Pulutan, Kecamatan Wonosari. Selain musik gereja, kelompok ini pun kemudian mulai memainkan genre lainnya. Berbagai genre musik seperti pop, keroncong, campursari, dangdut, congdut sukses dilahap oleh Kidung Etnosia yang berarti Lantunan Etnis Indonesia. Alhasil, berangsur-angsur penggemarnya pun terus meluas dan tak hanya di kalangan umat gereja di Desa Pulutan saja.
“Awal mula kami memainkan beberapa genre musik, gamelan, keroncong dan musik Etnik Nusantara,” tukas Bambang, saat bincang-bincang dengan pidjar-com-525357.hostingersite.com, Rabu (12/12/2019) siang.
Baru tahun 2013, Bambang mulai berinisiatif untuk mengembangkan aliran musik dengan berkolaborasi dengan jenis orkestra yang tentu saja masih sangat asing di Bumi Handayani. Ia mulai mengenalkan Kidung Etnosia dalam perayaan Paskah di aula gereja, menyaksikan opening musik klasik, kolaborasi koor, gamelan dan tarian.







“Sampai tahun 2017, kami diberi kesempatan dalam perayaan Evolutian SMAN 1 Wonosari untuk mengiringi sang maestro campursari, Didi Kempot,” ucap Bambang.
Sejak itu, kelompok orkestra Kidung Etnosia makin dikenal. Mereka bermain dari panggung ke panggung mulai dari satu hajatan ke hajatan lainnya hingga ke panggung besar.
“Kami memainkan berbagai genre musik untuk setiap pertunjukkan. Mungkin keanekaragaman bermusik ini yang akhirnya menjadi daya tarik,” ucap dia.
Dalam bermain musik, Bambang mengaku, kelompok orkestranya tidak memiliki pelatih. Kedisiplinan dalam belajar bersama menjadi kunci utama Kidung Etnosia bisa sebesar sekarang.
“Hanya dalam setiap latihan saya mengenalkan aturan-aturan dalam bermusik, mengenalkan istilah simbol dalam musik dan mengenalkan not balok mulai dari dasar,” bebernya.
Selama ini, bagi kiprah Kidung Etnosia Bambang mengaku tidak lepas dari peran gereja. Terutama dalam musik-musik liturgi gereja.
“Musik liturgi yang kami maksud mengandung unsur inkulturasi musik tradisi, etnik Indonesia, keroncong, bahkan musik barat,” jelasnya.
Kini, Kidung Etnosia kian naik daun dengan memadukan orkestra dan campursari. Tentu saja hal ini sesuatu yang unik mengingat musik orkestra sendiri berasal dari barat sementara campursari berasal dari timur.