Pendidikan
Buntut Surat Edaran SDN III Karangtengah, Dinas Kumpulkan Kepala SD dan SMP Untuk Diberikan Pembekalan






Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Memasuki tahun ajaran baru, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Gunungkidul akan melakulan pembinaan kepada para kepala sekolah yang ada di tingkat SD dan SMP. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan pembekalan agar dalam pembuatan kebijakan nantinya tidak menuai kontroversi dan gejolak di tengah masyarakat.
Kepala Disdikpora Gunungkidul, Bahron Rosyid menjelaskan, pihaknya saat ini terus melakukan pendampingan kepada para pemangku kebijakan di tingkat SD dan SMP yang ada di Gunungkidul. Pendampingan ini menurut Bahron sangat penting, agar nantinya dalam perumusan kebijakan, para kepala sekolah tersebut bisa membuat kebijakan yang tak hanya tepat dan sesuai aturan namun juga tidak memicu polemik di tengah masyarakat.
“Sudah kami lakukan pembinaan dan pendampingan. Sebentar lagi tanggal 15 besok kan sudah mulai efektif kegiatan belajar mengajar,” kata Bahron, Selasa (09/07/2019).
Ia mengatakan, kebijakan ini dibuat tak lepas dari pengalaman yang terjadi dalam viralnya surat edaran di SD N III Karangtengah yang sebelumnya sempat mewajibkan para siswi barunya untuk mengenakan pakaian muslim. Disebutkan Bahron, kasus yang terjadi di SD N III Karangtengah kemarin menjadi evaluasi bagi pihaknya. Ke depan dinas menjamin tidak akan ada lagi kebijakan yang dapat menuai kontroversi.
“Kami jamin tidak ada lagi, kemarin itu juga bukan sebuah kesengajaan,” jelasnya.







Sementara itu, Wakil Bupati Gunungkidul, Immawan Wahyudi menambahkan, kasus yang pernah terjadi di SD N III Karangtengah itu murni karena ketidakpahaman kepala sekolah dalam merumuskan regulasi. Sehingga kemudian muncul kebijakan yang sangat membuat heboh beberapa waktu belakangan ini.
“Murni ketidakpahaman dalam merumuskan regulasi maupun kebijakan,” tandas Immawan.
Ketidakpahaman yang dimaksud tersebut menurut Immawan menjadi potret kecil bagaimana seseorang yang mempunyai kedudukan dalam menentukan kebijakan belum memahami regulasi yang ada. Sehingga, hal ini nantinya akan menjadi bahan evaluasi pihaknya bagaimana memberikan pembekalan terhadap mereka yang mempunyai kewenangan agar tidak salah dalam merumuskan kebijakan.
“Saya mengusulkan bagaimana mereka (orang-orang yang mempunyai kekuasaan membuat kebijakan), kalau mau membuat regulasi harus paham filosofi sosiologis apa regulasi itu dibuat. Sehingga tidak terjadi hal semacam ini. Sama sengan kasus yang SKTM itu, itu juga ketidakpahaman,” pungkas Immawan.