Connect with us

Sosial

Derita Keluarga Miskin Yang Ijazah Dua Anaknya Bertahun-tahun Ditahan SMK N 1 Nglipar Karena Tak Mampu Bayar Tunggakan

Diterbitkan

pada

BDG

Nglipar,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)--Nasib terkatung-katung harus dialami oleh sejumlah jebolan SMK Negeri 1 Nglipar. Hingga saat ini, mereka bahkan tidak bisa melamar kerja sesuai dengan strata pendidikan terakhir lantaran terbentur ijazah yang masih tertahan di sekolah. Ironisnya, ijazah yang seharusnya menjadi hak para siswa pasca menyelesaikan studinya tersebut tak diserahkan karena para alumni itu masih mempunyai tunggakan. Tak memiliki uang untuk membayar tunggakan tersebut membuat mereka hanya bisa pasrah.

Bahkan, ada pula mantan siswa SMK Negeri 1 Nglipar yang lulus sejak tahun 2013 lalu, artinya sudah lebih dari 5 tahun berlalu hingga saat ini masih belum dapat mengambil ijazah lantaran tunggakan pembayaran sekolah yang belum terselesaikan.

Sejumlah alumni sekolah negeri itupun harus menerima nasib saat melamar pekerjaan hanya dapat menyodorkan ijazah SMP sebagai tamatan terakhir. Akhirnya, mereka harus rela mendapatkan pekerjaan yang kurang layak karena faktor kualifikasi pendidikan terakhir itu.

Seperti yang dialami oleh keluarga Widodo Mulyo, warga Padukuhan Kaligede, Desa Pilangrejo, Kecamatan Nglipar. Kemiskinan membuat Widodo tak bisa mengambil ijazah anak-anaknya yang telah lulus dari SMK Negeri 1 Nglipar. Seperti misalnya putri pertamanya lulus di tahun 2013 silam, Arsita Dyah Putriana tergolong anak berprestasi di sekolah tersebut di masa itu. Diceritakan Widodo, saat bersekolah, putrinya memang sangat berprestasi di mana seringkali mendapat predikat juara kelas hingga kemudian ditunjuk sekolah untuk menjadi wakil dan mengikuti berbagai macam perlombaan. Kerja keras Dyah dalam mengharumkan nama sekolah pada akhirnya tidak berpengaruh dalam proses pelolosan ijazah pasca kelulusan. Ijazah Dyah tak pernah bisa diambil Widodo karena tidak mempunyai uang untuk membayar tunggakan.

“Belum bisa diambil sampai sekarang, karena tunggakan masih ada sekitar 900 an ribu. Ya itu sejak putri saya lulus 2013 lalu, kalau punya sedikit tabungan digunakan untuk biaya hidup jadi belum bisa ambil dokumen itu,” terang Widodo Mulyo didampingi istrinya Suparti, Kamis (18/10/2018) siang.

Tak sampai di situ saja, nasib yang sama juga terjadi pada anaknya yang lain. Pada tahun 2015 silam, putra keduanya yang juga lulus dari SMK yang sama lagi-lagi ijazahnya tertahan. Ketidakmampuan Widodo melunasi tunggakan pembayaran membuat sang putra, Anang Rizky harus pasrah tak bisa membawa pulang ijazahnya.

Berita Lainnya  Cerita Groginya Petugas Polisi Yang Harus Beralih Peran Menjadi Guru Pengganti Bagi Para GTT Yang Mogok Kerja

Nasib sebagai orang miskin dituturkan Suparti membuat ia selalu mendapatkan perlakuan yang kurang ramah karena memang memiliki sejumlah tunggakan. Seperti ketika dirinya berniat untuk meminta fotokopi ijazah putranya dengan legalisir. Justru perlakuan tidak enak diperoleh oleh dirinya. Saat itu dia yang hendak meminta dokumen itu untuk keperluan melamar kerja diminta agar melunasi sesuai besaran tunggakan. Akan tetapi dia hanya membawa uang kurang lebih 255 ribu, uang tersebut sebagian antara 200-250 diberikan ke pada pihak sekolah agar dirinya mendapat fotokopi ijazah ligalisir.

“Awalnya saya diam kalau tidak pakai uang fotokopi itu diberikan atau tidak. Ternyata tidak, setelah saya keluarkan uang besarannya lupa 200 atau 250 ribu beberapa lembar fotokopi ijazah legalisir anak saya langsung diberikan,” ucap Suparti.

Rumah milik kerabat yang ditumpangi oleh Widodo bersama keluarganya

Fotocopy legalisir ijazah tersebut menurut Suparti akan digunakan anaknya untuk mengikuti tes penerimaan karyawan di sebuah perusahaan cukup besar. Namun sayang pada saat itu sang putra urung lolos.

“Anak saya sekarang cuma bekerja di sebuah rumah makan dengan ijazah SMP,” lanjutnya.

Perlakuan kurang mengenakan dari pihak sekolah pun masih bertubi-tubi dirasakan oleh keluarga yang hanya menumpang di rumah saudaranya itu. Beberapa bulan lalu, saat ujian kenaikan kelas, putra ketiga pasutri ini yang duduk di kelas XI SMK Negeri 1 Nglipar juga mendapat perlakuan berbeda.

Hasta, sang putra ketiganya itu, tidak mendapat nomor ujian karena dianggap masih memiliki tunggakan pembayaran. Selama kurang lebih 3-4 hari, Hasta harus mengerjakan ujian tak bersama teman-temannya di ruang kelas melainkan harus menyendiri di ruang guru.

Berita Lainnya  Resahnya Para Lurah Menyikapi Kabar Dana Desa Terancam Distop

“Sakit hati saya rasanya. Perlakuan berbeda terus kami terima, Alhamdulillahnya ada satu guru yang membantu saat itu langsung mengajak putra saya ke kelas lantaran mendapat perlakuan berbeda. Hasta sebenarnya mendapatkan bantuan PIP (Program Indonesia Pintar) dan tidak pernah saya ambil karena untuk menutup biaya sekolah,” imbuh Suparti diamini pula suaminya.

Ujian kembali dirasakan oleh keluarga ini setelah putra keempatnya kemarin mendaftarkan sekolah itu ditolak. Sebuah hal yang cukup aneh menurut Suparti karena nilai ujian sang putra mencapai lebih dari 19. Saat itu entah mengapa pihak sekolah seolah berbelit-belit, dan pada akhirnya ia harus rela putranya tidak diterima di sekolah itu. Padahal dari sisi persaingan SMK N 1 Nglipar itu kekurangan murid sebanyak 18 orang. Justru yang diterima siswa yang jarak rumahnya cukup jauh dengan nilai di bawah 20.

“Pembedaan perlakuan lagi yang kami terima. Saya juga jengkel wong orang tua lain saja sampai didatangi ke rumah untuk kembali ke sekolah, tapi saya tidak. Tidak ada undangan secara lisan atau tertulis. Suami saya sampai tanya dasar penerimaan siswa itu apa kenapa seolah berbelit-belit. Kalau memang permasalahannya karena keluarga kami masih memiliki tunggakan ya terus terang saja kami terima,” ujar dia.

Penahanan ijazah yang berimbas pada sulitnya mencari pekerjaan juga dialami oleh alumnus SMK N 1 Nglipar, Tri Ardianto. Tri yang lulus sejak tahun 2012 lalu ini terpaksa harus memupus cita-citanya untuk dapat bekerja di sebuah perusahaan besar dan membahagiakan kedua orang tuannya.

Sejak tahun 2012 lalu, ia belum pernah melihat selembar ijazah yang seharusnya ia miliki. Berulang kali ia mendaftar pekerjaan di perusahaan besar namun terpaksa ia pupus lantaran dalam persyaratan diharuskan untuk melampirkan ijazah atau fotokopi legalisir. Saat ini dengan predikat lulusan SMK favorit di Nglipar itu, ia hanya dapat bekerja sebagai penjual cilok dan jeruk peras di wilayah Babarsari.

Berita Lainnya  Jadi Tempat Pendaratan dan Berkembang Biak, Pantai Gunungkidul Usulkan Jadi Wilayah Konservasi Penyu

Padahal Tri Ardianto sendiri juga pernah berprestasi di sekolah, yakni juara 1 saat kelas XI. Kala itu ia hanya menerima hadiah bebas SPP 1 bulan. Selebihnya pembiayaan kemudian tetap dibebankan pada keluarga. Saat lulus dulu ia pernah membayar 1 juta namun sayang ijazah asli juga tidak ia dapatkan. Hanya beberapa lembar fotokopi legalisir saja. Selama kurun waktu 6 tahun ini, ia harus melunasi tunggakan sebesar Rp 1.750.000 untuk dapat mendapatkan dokumen haknya itu.

“Belum bisa ambil wong pendapatan juga tidak menentu, boro-boro nabung, habis buat wira wiri,” ucap Tri Ardianto.

Sekitar 10 hari lalu, ayahnya sempat meminta bantuan untuk mengambilkan ijazah. Namun kala itu ia justru diminta untuk membayar sekitar 750 ribu kepada salah seorang yang bekerja di SMK itu. Namun permintaan itu tidak diindahkan oleh pihak keluarga, dan membiarkan ijazah itu tetap tertahan.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi, Kepala SMK Negeri 1 Nglipar, Susanto sempat berkelit pihaknya melakukan penahanan ijazah. Namun ketika didesak dengan menyertakan nama-nama alumnus yang ijazahnya masih tertahan, barulah ia mengakuinya. Menurut Susanto, hal tersebut perlu dilakukan meski menyadari jika tindakan semacam itu tidak diperbolehkan.

Adapun beberapa pertimbangan yang membuat SMK Negeri 1 Nglipar terpaksa menahan ijazah mantan siswa diantaranya adalah untuk mengedukasi wali murid agar menaati janji dan kesepakatan terdahulu jika biaya segala sesuatunya harus diselesaikan sebelum pengambilan ijazah. Dirinya pun juga mengatakan beberapa hari lalu terdapat dua siswa lulusan tahun 2012 dan 2014 yang mengambil ijazah tertahan tanpa uang tunggakan, namun seharusnya kewajiban itu tetap harus dilakukan.

“Pada intinya kita itu ingin mengedukasi masyarakat untuk pemenuhan kewajiban. Jangan sampai lupa akan kewajiban pembayaran,” kata dia.

Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Pariwisata2 minggu yang lalu

Masa Angkutan Lebaran 2025, Penumpang KA Bandara Capai 390 Ribu

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – PT Railink KA Bandara Medan dan Yogyakarta mencatat sebanyak 390.475 ribu masyarakat menggunakan layanan Kereta Api...

bisnis2 minggu yang lalu

Libur Lebaran, Stasiun Yogyakarta Optimalkan Peran Sebagai Stasiun Integrasi Antarmoda

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja,(pidjar.com) – Stasiun Yogyakarta memiliki keunggulan sebagai stasiun integrasi antar moda yang mampu melayani pemudik dan masyarakat untuk berwisata...

bisnis4 minggu yang lalu

Sambut Lebaran 2025, KAI Bandara Beri Diskon Tiket dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – Dalam rangka menyambut momen Lebaran 2025, PT Railink KAI Bandara di Medan dan Yogyakarta memberikan diskon...

bisnis3 bulan yang lalu

Libur Panjang Isra Mi’raj dan Imlek, 79 Persen Tiket Terjual di Daop 6 Yogyakarta

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com)– PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 6 Yogyakarta mencatatkan penjualan tiket kereta api yang signifikan pada libur...

bisnis3 bulan yang lalu

Demi Lancarnya Perjalanan KA, Pusdalopka Rela Tak Ada Libur

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – Salah satu elemen penting yang memainkan peran strategis dalam menjaga kelancaran operasional kereta api adalah Pusat...

Berita Terpopuler