Sosial
Enam Kapanewon Sudah Laporkan Terdampak Kekeringan, Dropping Air Pemerintah Belum Bisa Dilakukan


Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Kekeringan saat ini telah melanda kawasan Bumi Handayani. Satu per satu kecamatan yang tersebar di sejumlah titik sudah mulai merasakan dampak dari bencana yang sebenarnya telah terjadi setiap tahun ini. Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, saat ini sudah ada enam kapanewon di Gunungkidul yang terkena imbas kekeringan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, Eddy Basuki menuturkan, setidaknya sudah ada enam kapanewon yang telah melaporkan wilayahnya terpapar kekeringan. Enam Kapanewonan tersebut masing-masing adalah Girisubo, Rongkop, Semanu, Tepus, Paliyan dan Saptosari.
“Mereka melaporkan persediaan air bersih di sebagian wilayah mereka telah habis. Sumber-sumber air bersih seperti sungai, telaga ataupun juga mata air tinggal sedikit bahkan mulai mengering,” jelas Edy Basuki, Selasa (14/07/2020).
Dikatakan Edy, dari enam kapanewon tersebut belum ada yang melaporkan detail. Artinya untuk kalurahan mana saja yang terdampak belum dilaporkan secara jelas.
“Nama kalurahannya belum muncul secara spesifik,” imbuh Edy.
Kendati wilayahnya sudah terpapar kekeringan, namun keenam kapanewon tersebut belum mengajukan permohonan bantuan droping air bersih kepada pemerintah. Kemungkinan besar mereka masih membeli air bersih dari para penyedia jasa layanan air bersih ataupun bantuan dari pihak swasta.
“Kami telah bersiap untuk menghadapi musim kemarau pada 2020 ini, anggaran yang kami siapkan sebanyak Rp. 700 juta. Kami juga sudah melakukan pemetaan wilayah,” jelas Edy.
Menurutnya, masing-masing kapanewon telah dimintai data terkait dengan wilayah yang rawan kekeringan. Penyaluran air bersih untuk wilayah yang berpotensi kekeringan juga sudah disiapkan. Namun begitu, ada sistem berbeda yang diterapkan pada penyaluran kali ini.
Terpisah, Kepala Dukuh Bareng, Kalurahan Kemiri, Kepanewonan Tanjungsari, Winarsih menceritakan, hujan sudah tidak datang di wilayah kepanewonan Tanjungsari hampir sebulan lamanya. Sementara sumber air bersih mulai hilang dan tidak lagi bisa dimanfaatkan oleh warga.
Akibatnya untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga terpaksa membeli air dari para penyedia jasa layanan angkutan air. Dalam 3 minggu terakhir ini sebagian besar warga padukuhan tersebut sudah harus membeli air bersih guna memenuhi kebutuhan mereka. Satu tangki ukuran 5000 liter warga, harus menebusnya dengan harga Rp 150.000 hingga Rp170.000.
“Lah mau bagaimana lagi Kita tidak ada air karena hujan sudah menghilang,”ujar Winarsih.
Untuk mengambil air bersih memang warga harus berjalan cukup jauh jika mengandalkan sumber mata air yang masih bisa dimanfaatkan. Sebagian warga sendiri masih ada yang memilih untuk mengambil air dari sumber meski memang cukup menguras tenaga. Dipaparkannya, jumlah warga yang melakukan hal ini sangat sedikit karena memang cukup menguras waktu.
Bantuan air pun sudah mengalir kepada warga yang tinggal di padukuhan tersebut terutama dari pihak swasta. Bantuan tersebut sangat membantu itu warga apalagi di tengah pandemi covid 19 yang belum berakhir seperti sekarang ini. Minimal uang untuk membeli air bisa dialokasikan ke kepentingan yang lain.
“Alhamdulillah kalau ada bantuan. Sekarang kan serba sulit mau beli air rasanya mahal karena tidak ada duit,” tutupnya.
-
Uncategorized1 hari yang lalu
Perebutan Gelar Triple Crown 2025 di Indonesia Indonesia Derby 2025
-
event2 hari yang lalu
Gunungkidul Geopark Night Specta Kembali Digelar, Simak Jadwal dan Bintang Tamunya
-
musik1 hari yang lalu
Tahun ke-11, Prambanan Jazz Festival Gaet Kenny G dan EAJ
-
Budaya1 hari yang lalu
Yogyakarta International Dance Festival Digelar di Jogja, Diikuti 8 Negara
-
Sosial16 jam yang lalu
Pelatihan Teknis Budidaya Kelapa Sawit Tingkatkan Kapasitas Petani di Sumatera Utara