Sosial
Kejati DIY Selidiki Rapid Tes Miliaran, Kepala Dinkes: Kontrak Kami Berbeda Dengan RSUD Wonosari


Wonosari, (pidjar.com)–Dugaan adanya mark up harga rapid test bagi belasan ribu petugas KPPS saat pergelaran Pilkada Gunungkidul tahun 2020 lalu mencuat ke publik. Adanya dugaan tersebut diperkuat dengan datangnya sejumlah petugas Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY ke Gunungkidul beberapa waktu lalu. Sejumlah petugas dari Kejati DIY mendatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Gunungkidul, Dinas Kesehatan Gunungkidul, dan RSUD Wonosari untuk meminta informasi maupun dokumen terkait kontrak program yang menghabiskan anggaran hingga miliaran rupiah ini.
Adapun kabar tersebut ditanggapi oleh Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawaty. Menurut Dewi, Kejati DIY disebutnya belum secara resmi masuk untuk menyelidiki kontrak kegiatan rapid test untuk petugas KPPS KPU Gunungkidul. Walau demikian, ia membenarkan bahwa ada petugas dari Kejati DIY yang datang terkait dengan program tersebut. Namun, para petugas tersebut masih sebatas mencari-cari informasi.
“Masih mencari-cari informasi, memang terkait dengan program rapid tes untuk petugas KPPS,” ucap Dewi.
Ia menambahkan, posisi Dinas Kesehatan Gunungkidul pada kesepakatan pengadaan rapid test bagi petugas KPPS saat Pilkada Gunungkidul tahun 2020 ialah dalam kaitannya pelayanan dan pengadaan. Hal ini lantaran, untuk proyek sebesar ini, memang hanya Dinas Kesehatan serta RSUD Wonosari yang memiliki sumber daya manusia petugas pelayanan yang memadai.
Dipaparkan Dewi, dalam tahapan Pilkada Gunungkidul 2020 silam, KPU Gunungkidul memiliki program untuk melakukan rapid antibodi pada semua petugas di lapangan. Adapun proses tes rapid antibodi sendiri berlangsung 2 tahap, yaitu saat dilakukan petugas verifikasi faktual untuk berkas dukungan calon bupati independen dan kemudian para petugas di TPS. Untuk Dinas Kesehatan sendiri kemudian menandatangani nota kesepahaman untuk program rapid antibodi kepada belasan ribu petugas KPPS yang bertugas di TPS. Sementara untuk kontrak, ditandatangani oleh Kepala Puskesmas yang tersebar di seluruh Gunungkidul.
“Kami dari Dinas Kesehatan hanya sekedar nota kesepahaman, kalau yang tanda tangan kontrak langsung dari Puskesmas. Karena mereka yang melakukan pelayanan,” lanjut dia.
Berkaitan dengan hal tersebut, Dewi menyebut bahwa kontrak dengan KPU antara Puskesmas dengan RSUD Wonosari adalah berbeda. Untuk kontrak dengan Puskesmas sendiri, disesuaikan dengan Perbup Perbup no 92 tahun 2020 tentang Perubahan atas Perbup no 22 tahun 2020. Dalam Perbup tersebut, harga maksimal untuk rapid tes antibodi adalah Rp 128.000. Dalam kontrak sendiri, disepakati harga per orang untuk rapid tes antibodi adalah Rp 128.000 dan ditambah dengan uang pendaftaran sebesar Rp 15.000.
“Harganya Rp 143.000, kontrak kita masih di bawah ketetapan Pemerintah saat itu,” ulasnya.
Meski menyebut adanya perbedaan kontrak antara RSUD Wonosari dengan Dinas Kesehatan, Dewi mengaku tak mengetahui nilai kontrak yang disepakati dengan RSUD Wonosari. Sesuai dengan regulasi saat itu, RSUD Wonosari memang tidak melapor ke Dinas Kesehatan.
“Baru tahun ini RSUD Wonosari dalam kaitannya ketugasannya melapor ke Dinas Kesehatan,” papar Dewi.
Sebelumnya, Ketua KPU Gunungkidul, Ahmadi Ruslan Hani membenarkan perihal adanya permohonan permintaan data dari Kejati DIY berkaitan dengan kontrak pelaksanaan rapid tes. Permohonan sendiri masuk ke KPU Gunungkidul pada hari Rabu (19/01/2022) silam. Kemudian, pihaknya telah menyerahkan seluruh dokumen tersebut sehari setelahnya pada Kamis (20/01/2022). Menurut Hani, dokumen yang diberikan sendiri berupa kuitansi, kontrak, kelengkapan dokumen pembayaran, hingga realisasinya.
“Dokumen sudah kami serahkan ke petugas Kejati DIY,” beber Hani saat dikonfirmasi.
Hani menjelaskan, untuk kontrak pelaksanaan sendiri memang per orangnya adalah Rp 212.000. Pihak KPU yang bekerja sama dengan RSUD Wonosari telah melakukan rapid tes kepada ribuan petugas KPU yang akan melakukan verifikasi lapangan untuk berkas dukungan calon Bupati Independen.
Ia menambahkan, dalam prosesnya, ada ratusan petugas KPPS yang menolak untuk dilakukan rapid test. Ada berbagai alasan yang dikemukakan para petugas tersebut. Diantaranya adalah trauma, ada yang tengah hamil, hingga mengaku baru saja menjalani tracing maupun yang lainnya.
Informasi yang berhasil dihimpun pidjar.com, rapid tes sendiri dilaksanakan kepada seluruh petugas KPPS di lingkungan KPU Gunungkidul. Untuk petugas verifikasi faktual sendiri berjumlah sekitar 2950 orang. Sementara untuk petugas TPS berjumlah 13.300 orang.

-
Sosial4 minggu yang lalu
SMP Swasta Ini Borong Juara di LBB Gunungkidul 2023
-
Peristiwa4 minggu yang lalu
Tragis, Warga Prigi Tewas Usai Terlindas Bus Pariwisata di Jalan Jogja-Wonosari
-
Sosial4 minggu yang lalu
Asa Warga Karangnongko Miliki Jalan Layak Akhirnya Terwujud, Pria Ini Berjalan Merangkak
-
Hukum4 minggu yang lalu
Komplotan Pencuri Baterai Tower Telekomunikasi Diringkus Petugas
-
Peristiwa4 minggu yang lalu
Selingkuhi Warganya, Oknum Dukuh Dituntut Mundur
-
Politik4 minggu yang lalu
Empat Program Kunci Untuk Kemajuan Gunungkidul
-
Hukum4 minggu yang lalu
Kasus Naik Penyidikan, Korban Bullying di SD Elite Ternyata Sempat Opname di RS
-
Peristiwa3 minggu yang lalu
Disapu Angin Kencang, Sejumlah Rumah di Semin Rusak
-
Pemerintahan6 hari yang lalu
Besaran UMK 2024 Telah Disepakati, Gunungkidul Menjadi Yang Terendah se-DIY
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Kemarau Panjang, BPBD Gunungkidul Terus Layani Permintaan Droping Air
-
Politik4 minggu yang lalu
Gelontoran Anggaran Rp 48 Miliar Untuk Pilkada Gunungkidul 2024
-
Sosial1 minggu yang lalu
Sekian Lama Tak Disentuh Pemerintah, Pengusaha Muda Bangun 2 Ruas Jalan