Sosial
Komunitas Pecinta Ayam Aduan Ini Larang Keras Anggotanya Jadikan Sabung Ayam Sebagai Ajang Judi






Ngawen,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Mendengar istilah adu ayam atau sabung ayam mungkin akan sangat kental dengan perjudian. Namun, stigma ini tak berlaku bagi komunitas di Gunungkidul ini. Dalam komunitas yang dinamai Komunitas Penggemar Ayam Bangkok Gunungkidul, justru menyediakan arena bertarung khusus ayam aduan. Namun perlu diketahui, sabung ayam yang dilakukan itu untuk perbaikan kwalitas ternak ayam. Para anggota yang datang dilarang keras untuk bertaruh.
Diungkapkan oleh salah satu pengurus Komunitas Penggemar Ayam Bangkok Gunungkidul, Wahyu atau populer disapa Om Joy, komunitas ini terbentuk sejak tahun 2015 lalu. Saat itu, sejumlah peternak ayam aduan bercerita mengenai keluh kesah beternak ayam aduan.
Kemudian dari situ, mereka memutuskan untuk membuat tempat guna menyalurkan hobi adu ayam. Yang patut diperhatikan menurut Om Joy, di lokasi adu ayam ini ia tegaskan tidak ada embel-embel perjudian yang mengiringi.
Ia menceritakan bahwa pada awalnya, untuk mencari lokasi yang nantinya akan digunakan latihan ayam aduan tersebut sangatlah sulit. Sebab lokasinya berdekatan dengan pemukiman warga di Padukuhan Kampung Kidul, RT 04 RW 02 Kecamatan Ngawen.
“Akhirnya kita ngobrol dan meminta izin ketua RT RW setempat dan dibubuhkan materai untuk beberapa kesepakatan termasuk larangan perjudian, narkoba dan miras hingga akhirnya baru disetujui,” ujar Om Joy, Minggu (16/02/2019).







Dari situlah kemudian sejak Maret 2015 dimulailah Latihan Barsama (Latber) adu ayam yang diikuti oleh seluruh penggemar ayam aduan. Peserta yang datang tidak hanya dari wilayah sekitar Kecamatan Ngawen saja, namun juga berbagai wilayah di Gunungkidul.
“Setelah itu kita buat grup di FB namanya KOMUNITAS PENGGEMAR AYAM BANGKOK GUNUNGKIDUL (ABANG GUNDUL). Awalnya hanya ada 10 anggota grup, tapi saat ini sudah sampai 50 ribuan,” ujar Om Joy.
Pada awal dibentuk, ia sebagai admin grup menyebarkan informasi terkait dengan adanya Latber ayam aduan. Informasi yang disebar pun direspon oleh para penghuni grup.
“Biasanya 10 sampai dengan 100 orang yang datang di setiap latber. Tapi tidak semua membawa ayam. Ada yang hanya menonton saja,” ujar dia.
Untuk dapat mengikuti latber, Om Joy menjelaskan, setiap peserta harus membayar biaya kontribusi sebesar Rp 15 ribu rupiah. Uang tersebut, pada akhirnya pun dinikmati oleh para peserta sendiri sebab, saat mengikuti latber peserta juga akan mendapatkan beberapa fasilitas.
“Biaya kelengkapan latber seperti pembungkus taji, air, dan untuk sekedar minuman dan makanan kecil, misalpun masih sisa itu digunakan utk pembelian geber, kurungan, perbaikan lokasi latber tempat duduk, maupun memasang atap biar gak kepanasan,” terang dia.
Di samping itu, komunitas ini juga memberikan kontribusi untuk RT lingkungan mereka melakukan latber. Meskipun tidak menyebut nominal, namun uang tersebut diberikan setiap bulan.
“Kami juga memberikan kontribusi untuk RT setempat, setiap bulannya meskipun hanya sedikit,” imbuh dia.
Om Joy menjelaskan, dalam latber, setiap peserta hampir memiliki tujuan yang sama, yakni mereka hendak mengetahui seberapa hebat kwalitas ayam yang mereka ternakkan. Sehingga dapat diketahui pula, jika peranakan yang dihasilkan kurang bagus mereka akan berganti indukan.
“Ada yang memang mengasah kehebatan ayam ternakannya sendiri. Ada juga yang berusaha mencari pejantan, latber juga merupakan lokasi seleksi begitu,” imbuh dia.
Om Joy menyebut, memang hal yang sulit menghapus stigma negatif terkait dengan ayam aduan khususnya mengenai perjudian. Namun secara perlahan, komunitas yang ia bentuk itu membuktikan bahwa melalui ayam aduan ini juga dapat meningkatkan taraf ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan bagi sejumlah orang.
“Banyak contoh, seperti bisa jual beli hasil ternakan, bisa laku mahal. Sekarang juga muncul bakul (penjual) ayam online lewat grup ini. Jadi kami rasa memang ada beberapa dampak positif yang dihasilkan,” imbuh dia.