fbpx
Connect with us

Politik

Mantan Pj Sekda Ungkap Bahaya Janji Manis Hibah 100 Juta per Padukuhan

Diterbitkan

pada

BDG

Wonosari,(pidjar.com)– Tak hanya baliho maupun banner bergambar pasangan calon Bupati Gunungkidul, sejak beberapa waktu terakhir ini, kawasan Gunungkidul juga dipenuhi dengan banner pasangan Sutrisna-Sumanto perihal janji memberikan anggaran senilai 100 juta per padukuhan setiap tahun. Skema dana yang diberikan sendiri berupa hibah per tahun.

Sejumlah tokoh hingga masyarakat umum menilai program ini tidak realistis sebab porsi anggaran yang begitu besar dan tidak berimbang dengan APBD yang dimiliki oleh Pemkab Gunungkidul. Janji ambisius ini jika ditepati, akan membutuhkan anggaran hingga ratusan miliar mengingat Gunungkidul memiliki ribuan padukuhan.

Mantan Kepala BKAD Gunungkidul sekaligus Pj Sekda, Supartono mengatakan, debat yang diselenggarakan kemarin memberikan gambaran mengenai visi misi dan arah pembangunan, pemeberdayaan yang akan dijalankan oleh para paslon jika berhasil menduduki kursi Gunungkidul 1. Menurutnya semua program yang digagas baik, namun dirinya sedikit menyoroti tentang konsep dana hibah atau anggaran 100 juta untuk setiap padukuhan.

Berita Lainnya  Sebelum Masa Kampanye, Partai Politik dan Caleg Dilarang Pasang Atribut

“Program ini menurut hemat saya kurang pas dan sangat berat untuk direalisasikan. Semua tahu jika kondisi keuangan daerah (Gunungkidul) yang sangat terbatas,” terang dia.

Sepengetahuannya yang telah berkecimpung di pemerintahan Gunungkidul hingga puluhan tahun, kondisi keuangan daerah tidaklah besar. Dalam mencetuskan program hingga menjalankannya sendiri harus ada skala propritas dengan memperhatikan aturan, kondisi daerah dan kondisi keuangannya.

“Tidak bisa semudah itu dalam memanfaatkan anggaran daerah. Harus sesuai skala prioritas dan aturan yang berlaku. Masyarakat harus paham, kemampuan anggaran daerah itu seberapa contoh sepengetahuan saya dana untuk pendidikan itu 20 persen kemudian bidang kesehatan 10 persen dan lainnya yang harus ditaati oleh Pemkab,” tandas pejabat kesayangan mantan Bupati Badingah ini.

“Belum lagi belanja pegawai itu mencapai lebih dari 50 persen. Memang sumber anggaran ada beberapa namun sudah memiliki plot pemanfaatannya dan diatur dalam peraturan serta petunjuknya,” imbuh Supartono.

Supartono menyebt janji kampanye ini sangat tidak realistis karena jika dipaksakan dana hibah Rp 100 per tahun untuk 1.431 padukuhan, tentu akan menjadi boomerang bagi pemerintahan. Program-program pembangunan dan pemberdaayaan serta kebutuhan pemerintahan dan pegawai akan terhambat.

Berita Lainnya  NasDem Telah Kantongi Nama Calon Wakil Bupati Pendamping Wahyu Purwanto

Sesuai dengan UU nomor 13 tahun 2013, Kepala Dukuh masuk sebagai perangkat desa sedangkan struktur di padukuhan hanya ada RW dan RT saja. Tentu dua elemen ini tidak bisa menjalankan program pemerintah.

“Di kalurahan sendiri ada sumber dana desa, alokasi dana desa sehingga nantinya manajemen keuangannya akan menjadi susah ketika di pedukuhan mendapatkan suplai dana hibah,” paparnya.

“Sepengetahuan saya hibah harus ada semacam proposal yang diajukan ke bupati. Baru kemudian bupati klarifikasi ke OPD untuk mengecek kondisi yang ada, itupun harus memenuhi beberapa persyaratan yang ada,” imbuh dia.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, program yang diusung oleh Sutrisna Wibawa-Sumanto ini masih perlu dievaluasi oleg timnya. Program ini mungkin bersifat temporer atau cost major. Karena ada ketentuan bantuan sosial ketentuan yang krusial perlu dipahami oleh pemerintah daerah.

Berita Lainnya  Proses Coklit Data Pemilih Pemilu 2019 Dirampungkan, Panwaslu Temukan Sejumlah Pelanggaran

Disinggung mengenai program hibah anggaran Rp 100 juta per padukuhan itu akan mengganggu keuangan dan jalannya program pemerintahan lain atau tidak, dia menegaskan akan sangat berpengaruh dalam segala hal.

“Di desa sudah mengelola obyektif dana desa dan ADD sedangkan ada kucuran dana keistimewaan. Tentu akan sangat mengganggu, sifatnya pembangunan,” paparnya.

Selain itu dirinya juga menyoroti mengenai program penyelesaian jalan rusak di Gunungkidul yang hanya memakan waktu 2 tahun saja. Ia mencontohkan, status jalan di Gunungkidul terbagi menjadi 4 kategori mulai dari jalan nasional, provinsi dan desa. Apabila jalan yang menjadi kewenangan desa atau kalurahan dibangun dengan anggaran kabupaten akan menjadi pemasalahan hingga menjadi temuan BPK.

“Ya bisa overlap to itu, bisa dobel juga penganggarannya namun pelaksanaan hanya satu. Rawan nantinya menjadi temuan BPK jika aturan ditabrak,” pungkasnya.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler