fbpx
Connect with us

Budaya

Melestarikan Budaya Merti Dusun Masyarakat Giricahyo, Wujud Terima Kasih Terhadap Berkah Yang Maha Kuasa

Diterbitkan

pada

BDG

Purwosari,(pidjar.com)–Masyarakat di Kabupaten Gunungkidul masih sangat menjunjung tinggi adat dan tradisi peninggalan nenek moyang. Seperti yang dapat dilihat di Padukuhan Wuni, Desa Giricahyo, Kecamatan Purwosari.

Setiap usai panen tiba masyarakat selalu menggelar tradisi Merti Dusun. Tradisi ini bentuk syukur warga masyarakat kepada Tuhan atas limpahan rahmat dan berkah serta rejeki.

Dukuh Wuni, Timtim Alip menjelaskan bahwa Merti Dusun mengambil dari kata perti (diperteni) yang artinya dijaga, dirawat sehingga tercipta dusun yang adem ayem toto titi tentrem. Baik dari keadaan alamnya maupun manusianya atas ijin dan limpahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.

"Tradisi ini bentuk syukur warga masyarakat kepada Tuhan atas segala limpahan anugerahNya," kata Titim, Selasa (03/04/2018).

Asal mula kegiatan Merti Dusun di wilayah Desa Giricahyo tidak lepas dari cikal bakal masyarakat yang membuka hutan belantara Desa Giricahyo hingga turun temurun sampai saat ini menjadi desa yg memiliki 7 padukuhan. Diawali pada Rabu pon, (Padukuhan Jombor), Rabu Kliwon ( Padukuhan Karang Tengah, Jurug, Jati, Jambu); Rabu Pahing (Gabug) dan penutup di Padukuhan Wuni yang jatuh pada hari Senin Pahing pasca panen.

Berita Lainnya  Pemerintah Longgarkan Kegiatan Budaya, Anak-anak Karangrejek Suka Ria Berebut Gunungan

"Rangkaian ini berdasarkan dusun tertua di Desa Giricahyo. Kita kemarin Senin (02/03/2018) menggelar tradisi merti dusun itu," imbuh dia.

Dalam kegiatan yang digelar kemarin, diawali dengan reresik (bersih-bersih) dusun tekaning sumbering toyo (sampai sumber air). Bersih dusun berupa kerja bakti gotong royong masyarakat sampai dengan sumber air.

"Karena air adalah sumber kehidupan dan dulu satu-satunya air di Giricahyo adalah dengan tadah hujan salah satunya adalah telaga. Telaga yang selalu dirawat, dijaga dan dilestarikan agar tetap mampu menahan air hujan hingga musim kemarau," imbuh dia.

Ditambahkannya, air telaga merupakan sumber penghidupan petani guna pertaniannya serta hewan ternak rojo koyo. Warga masyarakat juga menggelar boja kawilujengan (kenduri) di telaga. Warga masyarakat berkumpul di telaga membawa hasil bumi yg ada dan memanjatkan doa kepada Tuhan untuk tetap menurunkan rahmat-Nya.

"Acara kemudian dilanjutkan dengan ziarah kubur yang telah menjadi adat tradisi turun temurun bila merti dusun dilalui dengan rangkaian besik. Anak cucu diharapkan mengingat leluhur yang telah wafat mendahului dan memohonkan tempat mulia disisi-Nya," lanjut dia.

Berita Lainnya  Gumbregan di Tengah Teror Anthraks, Warga Pakelrejo Panjatkan Doa Khusus

Melihat lebih dalam, masyarakat mewujudkan ucapan syukur warga masyarakat dengan kenduri adanya gunungan berisi berbagai jajanan pasar dan hasil bumi. Warga masyarakat baik orang tua dan anak-anak berkumpul jadi satu berdoa dan ditutup dengan makan bersama.

"Sebagai pungkasan, pagelaran seni kethoprak disuguhkan sebagai penutup rangkaian semua acara. Semua warga masyarakat berbondong-bondong berkumpul menyaksikan kesenian kethoprak yang menjadi wujud seni asli budaya timur," pungkas dia.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler