Sosial
Meski Tak Sehat dan Bau, Warga Terbiasa Gunakan Jamban Cemplung




Saptosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Warga di Kabupaten Gunungkidul belum sepenuhnya menerapkan gaya hidup bersih dan sehat. Seperti halnya di Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari dimana masih banyak warga yang menggunakan jamban cemplung untuk membuang hajat.
Salah seorang warga di Padukuhan Ngloro, Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari, Kariyah menuturkan, telah menggunakan jamban cemplung sejak lama. Sebagai seorang pemulung barang-barang bekas, Ia mengaku tidak mampu membuat WC yang layak dan sehat karena terbentur biaya.
“Sebetulnya ingin punya WC yang sehat, tapi penghasilan hanya pas-pasan untuk makan,” katanya saat ditemui wartawan ketika bekerja, Jumat (09/03/2014).
Kepemilikan jamban merupakan salah satu indikator lingkungan ramah ekologi dan sehat. Namun sayangnya, di Gunungkidul masih banyak masyarakat yang tak memilikinya. Beberapa jenis jamban yang dominan, di antaranya ialah jamban cemplung. Bentuknya pun sederhana. Hanya berdinding anyaman bambu atau kain, sementara tinja dibuang pada sebuah tanah yang digali.
Warga sendiri mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pembuangan tinja yang dibuang ke tanah galian menimbulkan bau yang tidak sedap. Namun kebanyakan dari mereka mengabaikan hal tersebut. Selain karena terbentur biaya, bertahun-tahun menggunakan jamban cemplung sudah menjadi hal yang sangat biasa bagi mereka.




“Sudah biasa. Kalau bau ya bau, tapi sudah biasa juga sih sama baunya. Ya habis mau gimana lagi, kita mampunya begitu,” cerita Kariyah.
Lingkungan yang tercemar tinja, dipastikan menjadi ruang yang baik bagi penularan penyakit infeksi. Salah satu dampak yang membahayakan dari salah urus tinja ialah diare. Berdasarkan data dari WHO, diare bukan sembarang penyakit. Pasalnya tak sedikit dari penderita yang kemudian meninggal dunia.
Tetangga Kariyah, Siti namanya, juga mengaku hal yang sama. Dirinya merasa sudah terbiasa dengan keseharian membuang hajat di jamban cemplung. Namun sama seperti warga lainnya yang masih menggunakan jamban cemplung, bantuan berupa MCK yang layak diharapkan menyasar padanya.
“Harapannya sih sama, sama-sama butuh bantuan WC. Kalau mau bangun sendiri, uang lebih baik untuk makan saja,” kata dia.
Tinggal di negara yang beriklim tropis, potensi penularan penyakit melalui lalat cenderung tinggi. Tinja yang tersimpan dalam tanah menjadi tempat terbaik lalat menempatkan telurnya. Tanpa adanya isolasi tinja, maka akan memicu kedatangan serangga yang berpotensi menyebarkan penyakit menular.
“Alhamdulillah kalau ada program bantuan MCK. Semoga kami yang belum dapat segera terdaftar dalam program mereka,” harap Siti.
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
Pemkab Gunungkidul Naikkan Gaji Pamong dan Staf Kalurahan
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Angka Kemiskinan di Gunungkidul Masih 15,18%
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
Gunungkidul Ajukan Tambahan Vaksin PMK 20 Ribu Dosis
-
Sosial2 hari yang lalu
43 Tahun Berdayakan UMKM Gunungkidul, Koperasi Marsudi Mulyo Terus Berinovasi
-
Peristiwa2 minggu yang lalu
3 Korban Laka Laut Pantai Drini Ditemukan Meninggal, 1 Masih Dalam Pencarian
-
Pemerintahan1 minggu yang lalu
Gelontoran Anggaran Rp 1,5 Miliar Untuk Perbaikan Gedung Sekolah
-
Sosial1 minggu yang lalu
Bupati Gunungkidul Kukuhkan Pengurus FPRB Baru
-
Info Ringan3 hari yang lalu
Dibalut Horor, Film Petaka Gunung Gede Angkat Kisah Sahabat Sejati
-
Uncategorized2 minggu yang lalu
Jumlah Pengguna Kereta Api Membludak saat Libur Panjang, PT KAI Daop 6 Klaim Bisa Dorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah
-
Peristiwa1 minggu yang lalu
Gempa 5,2 SR Guncang Gunungkidul
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
BKPPD Periksa 2 ASN Yang Diduga Terlibat Perselingkuhan
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Keluarga Korban Laka Laut di Pantai Drini Akan Terima Asuransi