Sosial
Musim Kemarau Yang Masih Membawa Berkah Bagi Petani Cabai Karangrejek






Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Raut wajah sumringah terpancar dari wajah Kani (50) warga Karangsari RT 28 RW 12, Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari. Di tengah terik matahari yang menyengat, dirinya tetap bersemangat melakukan aktifitas panen cabai di ladang yang disewanya.
Ditemui pidjar-com-525357.hostingersite.com, Kani tengah memetik cabai keriting hijau dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya masih dibalut perban lantaran mengalami patah tulang, menggenggam hasil petikannya.
Sebuah keranjang yang berupa ember bekas berada di dekatnya. Hasil panenan itu kemudian ia masukan untuk nantinya dikumpulkan ke dalam karung.
Kani mengatakan bahwa ladang tersebut telah ia garap selama satu tahun terakhir. Biasanya, pada musim penghujan tiba, ladang itu ia gunakan untuk menanam palawija.
“Lahan ini nyewa milik desa, jadi saya hanya nggarap saja. Berhubung ini musim kemarau ya saya tanami cabai,” kata Kani kepada pidjar-com-525357.hostingersite.com, Jumat (26/10/2018).







Ia menjelaskan, tidak ada kerumitan dalam melakukan budidaya cabai keriting. Perawatan seperti tanaman lainnya, yakni dipupuk dan tak kalah penting disiram mengingat saat musim kemarau cuaca sangat terik.
“Di sini ada sumur, jadi kita menyiraminya. Kalau tidak disiram tanaman ini akan mati, karena tanahnya merah terkena panas sedikit langsung kering. Cabainya juga akan busuk,” kata Kani sambil menunjukkan cabai busuk yang ia sendirikan untuk kemudian dibuang.
Ia mengatakan selama musim kemarau tiba, dirinya sudah empat kali melakhkan panen. Panen pertama sempat membuatnya gelisah, pasalnya hasil panen yang ia peroleh sangat sedikit.
“Pertama hanya panen 16 Kg, kedua 60 Kg, ketiga sekitar 1,25 kwintal, sekarang yang keempat belum selesai tapi sudah dapat 80 Kg,” kata dia.

Kani memanen tanaman cabai di lahan sewaannya sebelum digantikan tanaman palawija
Namun demikian, meskipun tidak begitu banyak, harga cabai yang selalu stabil di pasaran memberikan keuntungan kepada dirinya. Ia selama ini juga mengaku tidak ada perubahan harga yang begitu signifikan meskipun beredar pemberitaan dolar meningkat.
“Harganya stabil kisaran Rp 13 ribu sampai Rp 15 ribu per kilogramnya. Kalau dikalikan hasilnya sudah lumayan,” kata dia.
Kani menambahkan, masa petik ke empat ini merupakan akhir dari masa tanaman cabai itu. Sebab, setelah hujan tiba, lahan yang ia gunakan akan kembali ditanami oleh tanaman palawija.
“Setiap waktu tanah ini selalu bisa dimanfaatkan, kalau musim penghujan ya palawija, kalau kemarau kita tanami cabai,” ucap dia.
Sementara itu, petani lainnya, yakni Sri (55) mengaku bahwa kendala yang dialami adalah sulitnya air. Sehingga hanya lahan-lahan di sekitar sumur yang bisa ditanami cabai.
“Ada lahan di sana, tapi tidak ada sumur, kita tidak berani menanaminya,” pungkas dia.