Sosial
Selera Musik Kawula Muda Bergeser, Anak Band Gunungkidul Makin Terdesak Boomingnya Panggung Dangdut





Wonosari, (pidjar.com)–Industri musik tanah air dalam beberapa waktu terakhir didominasi oleh genre dangdut. Fenomena tersebut tak terjadi di tingkat nasional saja, namun juga merembet ke pelosok-pelosok daerah termasuk Gunungkidul. Meskipun genre lainnya masih tetap eksis, namun belum mampu menggeser dominasi genre dangdut yang dinilai musik serta pesannya lebih dekat dengan masyarakat. Kemudian bagaimana nasib band-band musik di Gunungkidul? Menjadi sebuah pertanyaan lantaran memang saat ini, event-event musik bergenre pop, rock maupun lainnya sangat jarang ketika masyarakat maupun penyelenggara hiburan lebih banyak memilih pentas musik dangdut.
Salah satu musisi senior Gunungkidul, Bayu Chandra, berpendapat aliran dangdut hingga mendominasi selera masyarakat saat ini tak terlepas dari mulai banyaknya variasi jenis musik yang muncul saat ini. Menurutnya, banyaknya penggemar dangdut dimulai ketika penyanyi-penyanyi dangdut mulai menjajaki industri musik nasional. Dengan demikian, musik dangdut yang identik dengan masyarakat kalangan bawah mulai beranjak naik kelas dan menyebar ke seluruh pelosok-pelosok negeri.
Sebelum maraknya musik dangdut seperti saat ini, Bayu sempat membuat band lokal Gunungkidul beraliran pop-punk yang saat itu cukup terkenal di masyarakat khususnya pemuda Gunungkidul. Berangkat dari hobi bermain musik, ia bersama dua temannya kemudian pada tahun 2008 menciptakan lagu dan merekamnya di studio musik. Berawal dari hal tersebut, dengan band bernama Biskoeit panggung-panggung musik lokal maupun daerah serta sorak-sorai penggemar sempat ia rasakan. Ia masih ingat betul, bagaimana genre-genre musik pop ataupun pop-punk saat itu masih sangat dominan dan digemari oleh masyarakat khususnya kalangan muda.
“Wah kalau yang paling berkesan itu ya pas di Alun-Alun Wonosari. Pas manggung semua penonton hafal lagunya, ya itu paling berkesan,” ucapnya ketika ditemui pidjar.com, Rabu (01/12/2021).
Menurutnya, dengan maraknya musik dangdut saat ini turut berdampak pada turunnya eksistensi band-band musik aliran lainnya. Ia tak menampik jika fenomena tersebut turut terjadi di Gunungkidul. Aliran pop-punk yang pernah ia jalani mulai terkikis seiring viralnya musim-musik dangdut di tanah air.
“Begitu dangdut naik kan sekarang eksistensi band-band musik mulai turun, drastis bahkan. Selera musik masyarakat berubah,” ungkap Bayu.
Berubahnya selera masyarakat tersebut menurutnya juga dipicu oleh perkembangan teknologi yang menjadikan musik lebih mudah untuk diakses kapanpun dan dimanapun. Berbeda dengan dahulu yang mengandalkan radio untuk mendengar musik yang masih didominasi musik-musik pop ataupun pop-punk. Selain itu, internet dan media sosial menyajikan variasi jenis musik yang lebih banyak sehingga selera masyarakat dapat berubah.
“Sosial media dan youtube kan naik terus, dan orang kan arahnya ke internet. Nah mereka akhirnya semakin bervariatif melihat dan mendengar genre musik-musik. Sumbernya lebih variatif,” terangnya.
Namun begitu, ia menyampaikan jika musisi-musisi Gunungkidul masih aktif namun kemungkinan belum terlihat karena beralih ke media sosial. Dibandingkan dengan dulu yang mengandalkan panggung offline, kini musisi-musisi juga lebih memilih platform media sosial untuk memunculkan karyanya. Menurutnya, dilihat dari potensi kreatifitas musik di Gunungkidul tak kalah dengan yang lainnya. Namun mungkin karena berbagai hal sehingga belum dapat mewarnai industri musik nasional. Ia juga berharap jika nantinya ada musisi Gunungkidul yang dapat melangkah jauh di industri musik tingkat nasional.
“Dan mereka itu masih eksis sebenarnya meski jarang terlihat, tapi kebanyakan sekarang beralih jadi solo padahal tadinya anak band. Sering juga upload ke youtube, malahan mungkin orang Gunungkidul tidak tahu, penontonnya mungkin malah dari luar,” ujar Bayu.
Namun sebagai musisi, boomingnya genre dangdut ini tidak banyak yang bisa ia lakukan. Hal ini lantaran karakter musik yang telah menjadi industri. Semua adalah mekanisme pasar di mana terbentuk budaya maupun kegemaran masyarakat. Ia hanya berpesan kepada para musisi atau anak band Gunungkidul untuk terus berkarya sembari berharap ke depan, pasar musik bisa kembali berubah drastis dengan adanya momentum.
“Mungkin sedang eranya saja,” tutup dia.


-
Peristiwa1 minggu yang lalu
Tabrakan di Kepek, 2 Pelajar SMA Tewas
-
Hukum2 minggu yang lalu
Ajak Check In Bocah SD, Remaja 19 Tahun Diamankan Polisi
-
Kriminal2 minggu yang lalu
Klithih Beraksi di Jalan Wonosari-Jogja, Serang Pemotor Wanita
-
Hukum2 minggu yang lalu
Siswi SMP Disetubuhi Kakeknya Hingga Berkali-kali
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
Dipicu Hamil di Luar Nikah, Ratusan Anak di Gunungkidul Ajukan Dispensasi Nikah
-
Kriminal2 minggu yang lalu
Tertangkap Bobol Home Stay, Dua Pelajar Babak Belur
-
Peristiwa1 minggu yang lalu
Ikuti Google Map, Pengemudi Wanita dan Anaknya Tersesat Hingga ke Tengah Hutan
-
Peristiwa2 minggu yang lalu
Mengaku Hendak Diadopsi, Bayi 1 Hari Ternyata Dijual di Media Sosial
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Gedung Pusat Oleh-oleh Produk Gunungkidul Dibangun di Kawasan Krakal
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Penataan Wajah Kota Dilanjutkan Lagi Tahun Ini, Pemkab Anggarkan Belasan Miliar
-
Pariwisata2 minggu yang lalu
Jaya Hingga Ambruknya Obyek Wisata Sri Gethuk Yang Sempat Hits
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
JJLS Tersambung 2025 dan Kekhawatiran PHRI Jalur Kota Sepi Wisatawan