Sosial
Tak Pernah Dikelola Pemerintah, Warga Minta Bangunan Hunian Tetap Dirobohkan






Patuk,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Program Hunian Tetap (Huntap) Desaku Impianku yang berada di Padukuhan Dugo, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk ternyata selama ini mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Pasalnya, ada sejumlah aktifitas dan beberaopa faktor lainnya yang mengakibatkan warga setempat tidak nyaman dan merasa resah dengan adanya belasan KK yang hingga saat ini tinggal di huntap tersebut. Namun selama ini, interaksi yang dari para penghuni dengan masyarakat sekitar sendiri kurang baik dan ada beberapa aktifitas yang dianggap menyimpang.
Program huntap ini sendiri merupakan program dari Kementerian Sosial yang sudah sejak tahun 2015 lalu telah dibangun. Berselang setahun setelah proses pembangunan selesai, yaitu pada tahun 2016, rumah-rumah tersebut mulai dihuni oleh para gelandangan dan pengemis.
Kepala Dukuh Doga, Suharno menjelaskan, selama ini warga sebenarnya sudah jengah dengan keberadaan huntap tersebut karena berbagai persoalan yang muncul. Pengelolaan huntap pun juga dianggap tidaklah teratur atau carut marut sehingga tidak tertata dan terkooridnasi dengan baik. Ia dan masyarakat berharap agar huntap tersebut segera dirobohkan dan dipindahkan ke tempat lain. Selama ini, status kependudukan warga Huntap tidak jelas karena masih dari daerah asal mereka masing-masing.
“Saya itu tidak bisa memantau siapa saja yang datang. Siapa saja yang dibawa oleh warga huntap. Iya kalau orang baik, kalau tidak. Apalagi bagaimana nanti kalau untuk persembunyian teroris atau juga pengedar narkoba, kan kita tidak pernah tahu wong mereka tidak pernah laporan,” imbuhnya.
Di sisi lain ia juga mengeluhkan mengenai buruknya interaksi warga Huntap dengan warga setempat. Di mana para penghuni huntap sama sekali tidak pernah bersosialisasi, dan ikut dalam kegiatan sosial yang berlangsung di wilayah itu.







“Mau ambil tindakan juga bingung to, kalau mau memberi teguran juga ada rasa enggan karena mereka bukan warga saya,” papar Suharno.
Rasa malasnya semakin bertambah karena ketika berurusan dengan warga Huntap tersebut, dia justru yang menjadi ujung tombak. Seperti ketika ada Surat Peringatan (SP) dari Dinas Sosial soal pengosongan huntap tersebut, ia justru diminta untuk membagikan dan memasang SP tersebut ke seluruh warga huntap.
“Ya saya enggan to, ndak enak. Terpaksa saya ajak pak Babinsa dan juga pak Aman (Kasie Pembangunan Desa Nglanggeran) ketika menempel SP 1 tersebut,” jelasnya.
Selama ini, warga huntap memang belum pernah secara resmi menemui dirinya dan warga Doga yang lain meski hanya untuk sekedar kulanuun. Namun, ia mengakui jika pada awal pembangunan, sempat ada pendamping warga Huntap yang menemui dirinya untuk menyampaikan maksud tujuan program tersebut.
“Tapi kalau tidak dikelola buat apa. Robohkan saja terus dipindah,”tandas dia.
Bahkan, lanjutnya, ada beberapa rumah yang telah berpindah ke pemilik yang lain dengan cara jual beli di bawah tangan. Sehingga ia mempertanyakan kemurnian warga yang tinggal di Huntap tersebut benar-benar warga miskin, gelandangan ataupun pengemis. Karena ia menjumpai ada warga huntap yang memiliki usaha warung di terminal, pemilik warung pecel lele dan lainnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pelayanan Desa Nglanggeran, Anwar Rohman menuturkan, pangkal persoalan dari Huntap Desaku Impianku tersebut sebenarnya adalah ketiadaan pengelola. Selama ini, warga Huntap tersebut dilepas begitu saja tanpa aturan yang jelas dan tanpa ada sistem pengelolaan.
“Dengan begitu kan tidak diketahui siapa yang masuk, siapa saja yang keluar. Karena tidak pernah ada laporan sama sekali,”ujar Anwar.
Menurutnya, jika dikelola dengan benar dan dengan baik, ia yakin Huntap Desaku Impianku ini akan berhasil. Bahkan bisa menjadi percontohan nasional terkait penanganan gelandangan dan pengemis agar bisa hidup mandiri. Karena ketika sudah mandiri maka warga Huntap diminta pindah untuk diganti dengan warga miskin lainnya.
Sejak beberapa bulan lalu dari sejumlah petugas sudah mulai berkoordinasi mengenai wacana relokasi. Dinas Sosial berkeinginan merelokasi hunian tersebut ke Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (Balai RSBKL) di Kota Yogyakarta. Kemudian untuk Huntap di Nglanggeran ini rencananya untuk lokasi pelatihan semata.
“Namun warga sana bersikeras menolak direlokasi,” tutup dia.