Sosial
Masyarakat Gunungkidul Lebih Prioritaskan Biaya Untuk Merokok Daripada Biaya Kesehatan






Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul menyebut bahwa masyarakat Gunungkidul masih kurang memperhatikan kesehatan. Ironisnya, hal tersebut justru dilakukan warga yang tergolong dalam kategori miskin. Salah satu indikatornya adalah masyarakat yang mementingkan biaya rokok daripada untuk biaya kesehatan.
Sekretaris Dinkes Gunungkidul, Priyanta Madya Satmaka mengatakan, merujuk dari data Badan Pusat Statistik (BPS), biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk merokok saat ini cukup tinggi. Dia juga menyebut bahwa masyarakat lebih mementingkan biaya pembelian rokok dari pada biaya kesehatan.
“Saya membaca data dari BPS, jadi bisa dikatakan mereka lebih mementingkan rokok daripada kesehatannya,” kata Priyanta saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (19/11/2018) kemarin.
Selain data dari BPS, banyaknya perokok di Gunungkidul dibuktikan dari hasil survey PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Di mana hasil survey itu menyebut ada 46,2% perokok dalam setiap rumah tangga di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2017 silam.
“Ada buktinya lagi, dari data Indeks Keluarga Sehat (IKS) tahun 2017 malah ada 49,6 persen perokok dalam setiap rumah tangga (di Gunungkidul.red),” ujarnya.







Mengenai data perokok sendiri, untuk tahun 2018 ini pihaknya belum bisa menyebutkan angka pasti. Namun pihaknya memprediksi bahwa jikapun ada penurunan belum ada 50 persen.
“Paling masih di bawah 50 persen, karena dari tahun-tahun lalu perbandingannya sangat tipis,” kata dia.
Dilanjutkan Priyanta, menurut alalisis yang dilakukan pihaknya, akibat budaya konsumsi rokok tersebut, terut berperan aktif dalam menyumbang masyarakat yang mengidap penyakit. Namun, disinggung mengenai jumlah warga yang menderita penyakit akibat merokok, dirinya belum bisa mengungkapkannya secara gamblang.
“Kalau itu (data orang yang sakit karena rokok) belum dirinci ya, biasanya akhir tahun itu. Yang jelas mereka sakitnya itu biasanya sakit jantung atau (kanker) paru-paru,” katanya.
Ditanya mengenai adakah upaya khusus pihaknya untuk menekan jumlah perokok di Kabupaten Gunungkidul, Priyanta mengakuinya ada dan saat ini terus digencarkan pihaknya. Namun hal itu dinilainya belum memberi dampak secara signifikan.
“Untuk menurunkannya (jumlah perokok) masih berat ya, karena jaman sekarang banyak yang masih muda-muda itu (pelajar) sudah pada merokok,” katanya.
Sementara itu, Kepala Seksi Statistik Sosial BPS Kabupaten Gunungkidul, Paulus Hendri Laksono membenarkan bahwa mayoritas warga di Kabupaten Gunungkidul mengutamakan pengeluaran untuk rokok. Hal itu merujuk hasil servei yang dilakukan pihaknya pada tahun 2017 lalu.
“Tahun lalu kita lakukan survei, dan hasilnya warga sini (Gunungkidul) rata-rata per orang mengeluarkan uang Rp 42.558 untuk beli rokok setiap bulannya. Dari survei itu kebanyakan yang membeli rokok adalah kalangan menengah ke bawah,” ujarnya.
Pengeluaran untuk biaya membeli rokok tersebut memang lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran per bulan terkait biaya kesehatan masyarakat di Gunungkidul.
“Dari survei, rata-rata per orang (di Gunungkidul) mengeluarkan uang Rp 41.280 untuk biaya kesehatannya,” pungkasnya.