Sosial
Cerita Rutinem, Sosok Ibu yang Rawat ODGJ Selama Puluhan Tahun






Rongkop,(pidjar com)–Suara yang tidak jelas Edi Pranowo hampir setiap pagi terdengar selama puluhan tahun belakangan ini. Pria yang berusia lebih dari kepala tiga ini merupakan putra dari Broto Yuwono dan Rutinem. Keluarga ini tinggal di Padukuhan Ploso, Kalurahan Petir, Kapanewon Rongkop.
Kepada pidjar-com-525357.hostingersite.com, ibunda Edi, Rutinem mengaku, anaknya ini mengalami gangguan jiwa sejak duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Meskipun dua anaknya yang lain normal, Ratinem yang kini semakin tua dengan telaten tetap merawat Edi.
Setiap paginya ia menyiapkan sarapan untuk Edi. Setiap pagi suara sang buah hati yang sudah dewasa tersebut menghiasi telinganya dan sang suami. Begitu keras didengar, ucapannya pun juga acak sangat sulit dipahami.
Namun, situasi di rumah Rutinem ini sudah dianggap biasa oleh masyarakat setempat. Tak hanya Edi, sebanyak 23 warga di Kalurahan Petir Kapanewon Rongkop ini memang menderita gangguan jiwa. Atau lazim disebut Orang Dalam Gangguang Jiwa.
“Sudah biasa saya merawat anak, lihat puluhan warga lainnya juga bernasip sama dengan saya,” ucap Rutinem, Selasa (01/09/2020).







Rutinem sendiri mengaku sudah lebih dari 27 tahun merawat Edi. Namun demikian dengan kondisi masyarakat yang terbuka dan tidak mengucilkan ia lebih kuat menjalani takdir ini.
“Warga disini baik, tidak yang ngucilkan saya atau anak saya, memang Edi ini kadang kumat kadang stabil,” ulasnya.
Sejenak melihat kondisi Kalurahan Petir memang nampak biasa. Kondisi alam yang merupakan perbukitan batu nampak gersang terutama di musim kemarau seperti saat ini. Warga juga susah untuk menangkap sinyal untuk sekedar komunikasi.
Masyarakatnya hidup berdampingan satu sama lain. Hanya saja, istimewanya, di desa ini, tidak menganggap ODGJ merupakan aib. Cara memperlakukan ODGJ cukup istimewa.
Kaliyem, warga setempat misalnya. Rumahnya tak jauh dari rumah Edi, di Padukuhan Ploso. Ia mengaku biasa saja manakala bertemu dengan Edi.
“Ya biasa, suka menyapa, sering ketemu di jalan,” jelas Kaliyem.
Kesepatakan bersama pemerintah kalurahan setempat untuk menjadikan Kalurahan Petir ramah jiwa ia pegang dalam sanubarinya. Sebelum ada kesepakatan pun, Kaliyem memang menganggap orang tua Edi seperti saudara sendiri.
“Kami tetanggaan sudah puluhan tahun, sudah nak kemranak (dari awal lajang sampai punya cucu), sering sambelan bareng, bantu membantu,” ucap dia.
Lurah Petir, Sarju mengatakan, warganya berjumlah 3.824 jiwa penduduk Kalurahan Petir. Tentu, jumlah ODGJ yang puluhan bukanlah hal mudah bagi Sarju menentukan arah kebijakannya dalam meretaskan kemiskinan.
“Kami sudah mendeklarasikan sebagai Kalurahan Ramah Jiwa pada 2015 lalu,” papar Sarju.
Kalurahan Ramah Jiwa ini, lanjut Sarju, memegang prinsip tidak membeda-bedakan satu sama lain meskipun dengan warga ODGJ. Sarju memastikan tidak ada satupun ODGJ yang dikucilkan oleh masyarakat.
“Kalau mereka (penyandang ODGJ) datang, tidak terus kami pergi, tapi tetap kami ajak komunikasi,” ungkapnya.
Puluhan ODGJ yang tinggal di Kalurahan Petir tidak satupun dipasung. Atau juga dipersekusi oleh lingkungannya. Memanusiakan ODGJ menjadi kunci keberhasilan kesembuhan penyakit kejiwaan ini.
“Masyarakat kami ajak kerjasama dan respon nya baik, misalnya pada 2020 ini saja, dari awalnya 31 sembuh dan tinggal 29 yang masih gangguan jiwa,” jelas Sarju.
Awalnya gebrakan ini dimulai dari Forum Komunikasi Lentera Jiwa yang terbentuk 9 Mei 2017 lalu. Warga Kalurahan Petir bahu membahu mengatasi persoalan ODGJ. Pratama Windarta Ketua Lentera Jiwa yang juga perangkat desa di Kalurahan Petir, menuturkan, Lentera Jiwa dapat tetap eksis hingga saat ini berkat kesadaran dan bantuan seluruh warga demi menjadikan Desa Petir, kampung yang benar-benar ramah jiwa. Tak sepeser pun dana dari pemerintah yang diterima hingga kini.
“Awalnya masyarakat yang keluarganya termasuk ODGJ kami kumpulkan kami kuatkan jiwanya,” ucap Pratama.
Kemudian, warga sekitar diajak berkomunikasi. Komunikasi ini bertujuan untuk tidak mengintimidasi juga mencemooh warga dengan status ODGJ ataupun keluarganya.
“Warga juga menyepakati, kebetulan ODGJ disini jumlahnya tertinggi di Gunungkidul, pemerintah juga kesulitan memetakan penyebabnya,” tutup Pratama.
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Bupati Endah Harapkan Tradisi Urbanisasi Mulai Berkurang
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Akhirnya Gunungkidul Akan Kembali Punya Bioskop
-
film2 minggu yang lalu
Diputar Bertepatan Momen Lebaran, Film Komang Ajak Rayakan Perbedaan
-
bisnis3 minggu yang lalu
Hadirkan Zona Baru, Suraloka Interactive Zoo Siap Berikan Pengalaman Interaktif dan Edukatif
-
Uncategorized4 minggu yang lalu
Milad ke 12, Sekolah Swasta Ini Telah Raih Ribuan Prestasi
-
bisnis4 minggu yang lalu
Sambut Lebaran 2025, KAI Bandara Beri Diskon Tiket dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis
-
Peristiwa2 minggu yang lalu
Kebakaran di Rongkop, Bangunan Rumah Hingga Motor Hangus Terbakar
-
Sosial1 minggu yang lalu
Komitmen HIPMI Gunungkidul Jaga Kebersamaan dan Dukung Kemajuan Investasi Daerah
-
Peristiwa4 minggu yang lalu
Jelang Lebaran, Polisi Himbau Warga Waspadai Peredaran Uang Palsu
-
bisnis4 minggu yang lalu
Catat Kinerja Positif di Tahun 2024, WOM Finance Berhasil Tingkatkan Aset 4,68 Persen
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Pemeriksaan Selesai, Bupati Segera Jatuhkan Sanski Terhadap 2 ASN yang Berselingkuh
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Puluhan Sapi di Gunungkidul Mati Diduga Karena Antraks