fbpx
Connect with us

Budaya

Dibangun Dengan Joglo Wah, Balai-balai Padukuhan di Ngawen Ini Jadi Yang Termewah di Gunungkidul

Diterbitkan

pada

BDG

Ngawen,(pidjar.com)– Joglo merupakan rumah adat Jawa. Di mana pada setiap sudut dan perintilan bangunan rumah jenis ini memiliki filosofi serta nampak megah. Di Kapanewon Ngawen, saat ini banyak dibangun Joglo-joglo megah untuk fasilitas umum khususnya sebagai bangunan balai padukuhan. Dengan bangunan yang relatif megah dan fasilitas yang memadai, balai-balai ini mulai dimanfaatkan masyarakat untuk menggelar berbagai macam kegiatan.

Ada sekitar 5 padukuhan di Kapanewon Ngawen yang memiliki bangunan balai padukuhan berbentuk Joglo yang megah nan kokoh. Tak hanya swadaya masyarakat yang luar biasa, namun bantuan dari berbagai sumber merealisasikan mimpi masyarakat untuk memiliki Joglo megah ini. Bisa dibilang, balai padukuhan di Kapanewon Ngawen ini menjadi salah satu yang termewah di Gunungkidul.

Adapun beberapa lokasi yang memiliki bangunan Joglo sebagai Balai Padukuhan yaitu Padukuhan Cikal, Sabrang, Sambirejo, Kalurahan Watusigar, dan Padukuhan Jurangjero, Kalurahan Jurangjero, Kapanewon Ngawen. Selain Joglo kokoh nan megah juga berdiri di taman Wisata Soka.

Berita Lainnya  Kementrian Perindustrian Tunjuk Dua Ponpes di Gunungkidul Ikuti Program Santripreneur

Kepada pidjar.com, Angga Sandy Farisma yang merupakan salah satu donatur terbesar mengatakan, pihaknya memang sengaja menyebar bantuan sejumlah Joglo di wilayah Kapanewon Ngawen. Dipilihnya joglo yang bahkan terhitung mewah dan bagus ini, karena selain ingin memberikan fasilitas umum kepada masyarakat, juga untuk melestarikan rumah adat jawa yang mulai ditinggalkan.

Ia melihat, pamor Joglo mulai kalah dengan bangunan modern. Bahkan saat ini, justru banyak joglo Gunungkidul yang dijual hingga keluar daerah.

“Sebenarnya beberapa lokasi ini sudah memiliki bangunan balai padukuhan akan tetapi memang perlu renovasi. Kebetulan arahnya sama, kami memiliki keinginan untuk nguri-uri budaya Jawa yang mana salah satunya identik dengan rumah adat yakni Joglo maka balai padukuhan kami bangun sebuah Joglo,” kata politisi muda Gerindra ini.

“Budaya harus dilestarikan, sebagai generasi penerus tentu jangan sampai tidak mengentahui apa yang jadi warisan leluhur salah satunya ya rumah adat. Jawa memiliki rumah bentuk Joglo, Limasan, dan Kampung,” tuturnya.

Berita Lainnya  Mencicipi Hasil Produksi Awal Kopi Gunung Gambar, Cikal Bakal Sentra Kopi Asli Gunungkidul

Berkaitan dengan bantuan Joglo ini diupayakan akan bertambah tentunya disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang dimiliki. Selain nilai budaya diharapkan ada nilai edukasi dan kebersamaan atas bantuan yang diberikan tersebut.

“Kalau gambarannya saya ingin ada sentra jadi kalau mau lihat Joglo ya di Kalurahan Watusigar, mau lihat bangunan Limasan di Kalurahan Beji, jenis bangunan Kampung di wilayah mana. Nilai edukasi dan budayanya ada,” jelas dia.

Ia mengatakan, selain bantuan bangunan Joglo ada beberapa jenis bantuan lain yang ia berikan untuk kebersamaan warga Kapanewon Ngawen. Sebagai contohny adalah lapangan olahraga di Padukuhan Daguran Lor yang saat ini masih dalam proses pembangunan.

Apa yang ia berikan ini tak lepas dari swadaya masyarakat setempat. Ia sangat berterimakasih atas sambutan warga Ngawen yang luarbiasa dan berantusias untuk lebih maju serta bersama melestarikan buaya yang ada.

“Antusias masyarakat luar biasa sekali,” dia.

Sementara itu, Dukuh Sambirejo Kalurahan Watusigar, Etik menambahkan, saat itu kondisi bangunan balai Padukuhan di wilayahnya memang membutuhkan renovasi. Saat dilakukan koordinasi (rapat) bersama warga memang disepakati untuk dilakukan pembangunan dengan swadaya masyarakat serta beberapa donatur. Sesuai dengan keinginan masyarakat yang memiliki pusat kegiatan yang representatif dan memiliki nilai budaya maka dibangun Joglo yang dibantu oleh beberapa pihak salah satunya Sumanto dan anaknya, Angga yang merupakan tokoh asli.

Berita Lainnya  Sebulan Dirawat di Rumah Sakit, Mantan Wakil Bupati Gunungkidul Berpulang

“Dulu bebarengan dengan perubahan nomenklatur Desa menjadi Kalurahan, Kapanewon menjadi Kecamatan dan beberapa aturan yang ada. Di mana sekarang terkait dengan pemerintahan ada yang kembali menggunakan nomenklatur lama dan mengedepankan budaya Jawa, masyarakat memiliki keinginan memiliki balai padukuhan yang memiliki budaya Jawa. Saat itu kami lakukan komunikasi dengan berbagai pihak, swadaya masyarakat disokong oleh bantuan pak Sumanto dan beberapa donatur lainnya,” papar dia.

“Alhandulillah sekarang Joglo sudah berdiri dan digunakan untuk kegiatan masyarakat. Tinggal beberapa finishing saja, tapi untuk bangunan sudah berdiri dan digunakan,” tutupnya

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler