fbpx
Connect with us

Sosial

Didera Penyakit Hidrosephalus, Bocah 15 Tahun Ini Hanya Miliki Bobot 16 Kilogram

Diterbitkan

pada

BDG

Saptosari,(pidjar.com)–Siapapun yang melihat Aditiya Wahyu Indra, warga Padukuhan Bendom Desa Krambilsawit, Kecamatan Saptosari pasti diliputi dengan rasa iba. Bagaimana tidak, di usianya yang menginjak 15 tahun, bocah yatim ini hanya memiliki bobot tubuh sekitar 16 kilogram. Sejak bayi, Aditiya menderita penyakit Hidrosephalus.

Setiap harinya, Adit sapaan Aditiya yang merupakan putra ke 3 pasangan Almarhum Wardi dan Kaniyem (48) hanya bisa berbaring ditempat tidur sambil merengek seolah merasakan sakit. Kepalanya yang membesar seukuran bola basket membuatnya sulit bergerak. Badannya juga terlihat kurus kering, hanya tulang berbalut kulit membuatnya semakin tak mampu banyak bergerak.

Mulutnya terus menganga sambil mengeluarkan suara serak. Sebuah selang berukuran kecil nampak terhubung dari kepala hingga perut Adit.

Lantaran kondisinya tersebut, sejak kecil Adit tidak pernah lagi merasakan kakinya memijak tanah. Untuk duduk saja dirinya tidak mampu.

Setiap hari, sang ibu, Kaniyem yang merawat dan mengurusi segala keperluan Adit. Setiap terdengar rintihan atau rengekan putranya, dengan sigap ia langsung datang dan merangkulnya. Sebagai orang tua tunggal, beban hidup Kaniyem tentu sangat berat. Merawat anak yang sakit sembari harus memikirkan kebutuhan harian menjadi menu wajibnya setiap waktu.

Berita Lainnya  Wawasan Kebangsaan dan Jati Diri Bangsa Mulai Memudar, Penghidupan Kembali Mata Pelajaran PMP Dinilai Sangat Krusial

“Adit itu kalau diolok-olok Adit jelek begitu langsung marah, tetapi kalau ada yang bilang Adit ganteng dia langsung ketawa,” kata Kaniyem yang tersenyum kecut sembari meneteskan air mata, Selasa (20/11/2018) siang.

Selama ini, Adit juga tidak mempunyai kemampuan untuk berbicara. Hanya jeritan serta rengekan yang digunakan Kaniyem untuk merespon apa kemauan putranya tercinta itu.

“Kalau makan minum tidak pernah minta karena selama ini saya memberi makan berdasarkan jam. Seperti jam 6 pagi saya beri susu kemudian jam 9 saya beri nasi kemudian susu lagi dan seterusnya,” kata dia.

Untuk makan, Adit harus mendapatkan makanan yang sangat lembut. Bahkan tidak jauh dari tempat tidurnya, blender serta bubur sudah disiapkan untuk menyajikan makanan bagi Adit.

“Kalau tidak diblender tidak bisa makan, harus dihaluskan terlebih dahulu. Kalau minum pakai botol,” kata dia.

Beban yang lebih berat dialami Kaniyam, kala Wardi suaminya meninggal dunia sejak dua tahun lalu. Biaya untuk kebutuhan sehari-hari saja, susah ia cukupi, terlebih untuk biaya berobat.

Berita Lainnya  Dikeluhkan Warga Lantaran Dikerjakan Asal-asalan, Pembangunan Irigasi Simo Terancam Tak Rampung Tepat Waktu

“Dulu saya sempat kerja di Jogja, di angkringan. Adit juga saya bawa kesana. Tapi beberapa hari kemudian uang untuk modal jualan malah hilang terus saya pulang dan hanya menjaga Adit,” kata dia.

Kaniyem yang dengan tekun terus merawat Adit

Sementara itu, Paman Adit, Sukani menambahkan, bahwa penyakit yang diderita Adit sendiri memang sudah sejak lama. Pada awalnya, ia sempat membawa Adit untuk berobat di rumah sakit di Wonosari. Saat itu, Adit yang mengalami sakit panas dan mendapatkan perawatan berupa diinfus di bagian kepala.

“Masa iya anak kecil panas, yang diinfus di bagian kepala. Saya sudah ingatkan sama susternya, tapi tetap dilakukan. Sejak saat itu, kepalanya Adit sudah menjadi benjol,” keluh Sukani.

Dia menjelaskan setelah kejadian itu, Adit harus bolak balik ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Hingga dokter di RS Sardjito menyebut bahwa Adit menderita Hidrosephalus.

Berita Lainnya  Membaca Buku Sejarah Mbah Jobeh, Cikal Bakal Desa Petir

“Belasan kali Adit mendapatkan perawatan. Setiap kali berobat pasti menginap di rumah sakit sedikitnya 2 minggu sampai satu bulan, tahun ini juga pernah dirawat selama satu bulan,” terang dia.

Untuk biaya pengobatan, sejak Adit berusia 3 bulan hingga kini 15 tahun, pihak keluarga membiayainya secara mandiri. Namun untuk bantuan kebutuhan sehari-hari, diakuinya banyak donatur yang berdatangan.

“Tidak ada bantuan, sebisa mungkin dari keluarga mencukupi kebutuhan pengobatan. Kalau donatur juga sudah beberapa kali memberikan bantuan,” kata dia.

Terpisah, Dukuh Bendo, Endi Suryanto mengatakan bahwa pihak Desa Krambilsawit terus berupaya melakukan lobi-lobi terhadap banyak pihak untuk kepentingan Aditiya. Namun demikian, hal tersebut belum mendapatkan hasil positif. Masih belum ada bantuan yang didapat oleh Adit dari pemerintah.

“Justru bantuan yang datang adalah dari donatur-donatur. Kalau dari pemerintah dan puskesmas belum ada sepertinya,” pungkasnya.

Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler