Sosial
Girangnya Masyarakat Magirejo Kini Bisa Terbebas Dari Beli Air 250 Ribu Per Tangki






Gedangsari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Senyum ceria nampak pada gurat wajah warga RT 01 dan 02, RW 02, Padukuhan Magirejo, Desa Sampang, Kecamatan Gedangsari sejak beberapa hari terakhir ini. Asa yang kian terkikis lantaran susah dan mahalnya akses air bersih di Padukuhan Magirejo terhempas sudah setelah warga berhasil melakukan pengeboran air di salah satu pekarangan milik warga. Sumur bor di lahan milik warga setempat, Wagiyanto tersebut mengucur dengan deras. Dari air inilah warga berharap agar masalah terkait dengan kekeringan yang selalu mereka alami bisa teratasi.
Selama ini, akses air bersih memang menjadi hal yang mewah bagi masyarakat Padukuhan Magirejo. Di lokasi tersebut, sangat minim sumber air yang bisa dimanfaatkan warga. Situasi semakin parah ketika menginjak musim kemarau. Salah satu jalan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air adalah dengan membeli dari pihak swasta.
Pembelian air dari pihak swasta ini sangat memberatkan masyarakat. Hal tersebut karena untuk air sebanyak 5.000 liter, warga harus mengeluarkan uang hingga mencapai Rp. 250.000,-. Jika ingin akses gratis, warga harus menempuh perjalanan kaki sejauh 200 meter dengan menaiki bukit yang terjal membawa jerigen untuk mendapatkan air.
Namun segala kepahitan tersebut kini berujung manis. Setelah akhir November kemarin, PKPU Yogyakarta menyumbangkan sejumlah dana untuk membuat sumur bor guna memenuhu kebutuhan warga setempat. Setelah semua lokasi diteliti, warga setempat bersama ahli bor menentukan sebuah lokasi.
“Setelah dua hari selesai bor dengan kedalaman 60 meter kami mendapati air naik dengan kekuatan yang cukup dahsyat,” ucap warga setempat, Sumadi kepada pidjar-com-525357.hostingersite.com, Rabu (11/12/2019).







Lebih lanjut Sumadi menceritakan, saat ini warga secara swadaya tengah mempersiapkan pipa-pipa yang akan dipasang untuk mengaliri masing-masing rumah. Rencananya sumber air ini akan digunakan untuk mengaliri dua RT di Padukuhan Magirejo.
“Lokasi RT 1 dan 2 sama sekali belum ada yang memiliki sumur gali, kami selama ini hanya mengandalkan luweng di atas gunung, jika jalan kaki sekitar 200 meter kalau pake sepeda motor ya satu kilometer bawa jerigen,” ucap dia.
Sementara itu, Dukuh Magirejo, Widodo mengatakan sedikitnya 80 Kepala Keluarga di RT 01 dan 02 hampir putus asa setiap kali musim kemarau tiba. Hal tersebut lantaran air di atas luweng setempat sudah mulai susut, sementara untuk droping harganya cukup fantastis.
“Sampai tempat kami Rp.250.000 itu pun tidak penuh, truk tanki tidak berani naik ke atas dalam kondisi penuh karena medan sangat curam,” ungkap Widodo.
Sementara itu, Camat Gedangsari M. Imam Santoso menyatakan, sejak 2018 lalu, pihaknya memang tengah gencar membuat gerakan Wakaf Mata Air untuk menggantikan Air Mata. Menurutnya gerakan ini diharapkan mambu menstimulus warga untuk mengangkat air dari bawah tanah wilayah Gedangsari.
“Gerakan wakaf ini kami inisiasi, mengajukan proposoal kepada personal maupun koorporasi mengingat biaya pengeboran tanah juga mahal sekitar Rp.350juta, sementara untuk sumur untuk sumur gali sekitar Rp.10juta,” ujar Imam.
Dikatakan Imam, sebelum gerakan ini ia mulai, sebelumnya warga setempat hanya mengandalkan droping air. Sementara menurutnya droping air bukanlah solusi untuk mengatasi kekeringan yang selalu melanda Kecamatan Gedangsari setiap tahunnya.
“Kami bersyukur dengan wakaf stimulan dari pihak ketiga, masyarakat kini makin sadar bahwa air adalah kebutuhan dasar manusia,” pungkasnya.