fbpx
Connect with us

Pemerintahan

Harga Jual Murah, Penyebab Petani Ogah Tanam Kedelai

Diterbitkan

pada

BDG

Wonosari,(pidjar.com)–Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul mendorong agar pertanian kedelai meningkat. Hal ini lantaran mengingat sebagian besar perajin tempe dan tahu yang ada di Gunungkidul masih menggunakan kedelai impor. Padahal, kedelai lokal dinilai memiliki mutu yang lebih baik.

Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan, Raharjo mengatakan, saat ini pihaknya sedang menggencarkan pertanian kedelai non GMO atau kedelai organik di Gunungkidul. Dengan program tersebut, ia berharap dapat mendorong harga kedelai naik, sehingga kemauan petani untuk menanam kedelai kembali meningkat.

"Kedelai GMO ini lebih sehat, kalau impor yang selama ini dipakai itu mengandung GMO," katanya, Selasa (27/03/2018).

Diakuinya, pertanian kedelai di Gunungkidul tidak sebagus padi dan jagung. Padahal, pemerintah menggencarkan target dari program Upaya Khusus (Upsus) Padi Jagung Kedelai (Pajale). Minimnya tanaman kedelai di Gunungkidul, dinilai karena harga jual belum terlalu menguntungkan petani.

Apalagi pemeliharaan tanaman dari penyakit dirasa cukup rewel. Benih pun lebih susah dicari dibanding padi dan jagung. Dengan berbagai kendala yang dihadapi ditambah harga jualnya yang murah, membuat petani di Gunungkidul enggan untuk bertanam kedelai.

Berita Lainnya  Wawasan Anti Korupsi Akan Dimasukan ke Kurikulum Sekolah

"Satu kilogramnya harga jual Rp 7 ribu. Provitasnya pun rendah, hanya 1,2 ton per hektar. Untungnya sedikit sekali, jadi buat petani ini malas untuk menanam kedelai," tutur Raharjo.

Meski begitu, pihaknya tidak lelah untuk mendorong agar petani mau menanam tanaman kedelai untuk mencukup kebutuhan. Apalagi, tahu dan tempe masih menjadi lauk kegemaran masyarakat Gunungkidul. Karena produksi kedelai lokal yang tidak terpenuhi, maka tak heran jika para perajin beralih ke kedelai impor. Padahal, kedelai lokal dinilai memiliki kualitas yang lebih bagus.

Ia menjelaskan, meski perawatan dari hama cukup sulit, namun kedelai bisa ditanam dimana saja. Tidak perlu harus lahan khusus untuk tanaman kedelai, petani bisa menanamnya di pekarangan bahkan tanah pinggir jalan.

Berita Lainnya  Corona Mewabah, Polres Gunungkidul Berikan Dispensasi Perpanjanan SIM

"Jadi ini yang sedang kami tekankan ke para petani. Jika lahan dipakai untuk tanam padi dan jagung, sempatkanlah untuk tanam kedelai juga di pekarangan samping rumah atau pinggir jalan juga bisa. Mudah sebenarnya, karena bisa ditanam di mana saja," jelas Raharjo.

Mengingat benih yang didapat cukup sulit, pihaknya pun ikut membantu dengan mengajukan bantuan benih ke Litbang. Dalam hal ini, Litbang pun ikut memberikan swadaya sebanyak 3 ton. Jumlah ini terbilang cukup lumayan mengingat 1 hektar lahan bisa digunakan kurang lebih 40 kg benih. Sedangkan di Gunungkidul sendiri, sampai bulan Maret ini sudah memiliki 3121 hektar lahan.

Lebih lanjut dikatakan, petani Gunungkidul nemiliki sifat pantang apabila lahannya menganggur. Sehingga apabila telah panen, maka sesegera mungkin lahan tersebut digarap lagi untuk ditanami tanaman lainnya. Oleh karenanya, untuk menghindari agar tanaman kedelai tidak terputus, pemerintah sebisa mungkin menyediakan benih sebelum masa tanam. Sehingga ketika dibutuhkan, benih telah tersedia.

Berita Lainnya  Jadi Syarat Wajib, Wisatawan Luar DIY Harus Tunjukan Hasil Rapid Tes Antigen

"Contohnya bantuan benih dari BPTP 3 ton sudah ditanam di bulan Januari 2018. Sehingga yang biasanya bulan Januari tidak ada tambah tanam kedelai, jadi ada tambah tanam kedelai seluas 175 hektar di bulan Januari. Cara ini menjadi langkah agar ketersediaan kedelai selalu ada meski belum mencukupi," jelasnya.

Saat ini, Gunungkidul memiliki sentra lahan kedelai di Kecamatan Semin, Playen, Semanu, Karangmojo, Wonosari, dan Nglipar. Meski begitu, untuk memperbanyak tanaman kedelai yang ada, Raharjo berharap petani Gunungkidul mau memanfaatkan pekarangan untuk kedelai.

"Selain itu untuk mendorong petani semangat menanam kedelai, telah kita buatkan rumah tempe organik di Playen. Rumah tempe ini akan menjadi pasar para petani kedelai. Kalau ada pasarnya, petani akan semangat menanam. Semakin banyak rumah produksi, otomatis makin banyak pasar yang tersedia, semakin banyak pula petani yang siap menanam kedelai," paparnya.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler