fbpx
Connect with us

Uncategorized

Khutbah di UMY, Haedar : Puasa sebagai Pemenuhan Keseimbangan Hidup Melalui Sikap Tengahan

Diterbitkan

pada

BDG

Jogja,(pidjar.com)– Bulan Ramadhan menjadi momentum bagi umat Islam dalam membangun sikap hidup yang tidak berlebihan. Memiliki kesadaran untuk bersikap ‘tengahan’ atau secukupnya dipandang penting oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, sebagai bentuk keseimbangan hidup, baik itu antara rohani, jasmani, jiwa, fisik, hingga dunia dan akhirat.

Dalam khutbah Idul Fitri 1145 H yang disampaikan, Haedar mengatakan, keseimbangan tersebut akan terbangun melalui sikap hidup yang secukupnya secara utuh serta bermakna.
“Makna tersebutlah yang membedakan hidup manusia bermartabat mulia dengan makhluk lainnya,” kata Haedar, Kamis (11/4/2024).

Haedar menyebut, ada banyak kejadian berupa masalah dan penyakit dalam kehidupan manusia yang seringkali terjadi karena sikap berlebihan, rakus dan melampaui batas. Menurutnya, hal-hal yang terkait dengan penyimpangan maupun penyalahgunaan kekuasaan seperti konflik dan praktik korupsi maupun prahara lainnya dalam kehidupan berbangsa sering terjadi karena mengikuti nafsu menguasai kepentingan yang berlebihan.

Berita Lainnya  Dipercaya Bertuah, Pohon Drini Banyak Diburu Hingga Punah

“Kerakusan dalam meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dapat menimbulkan banyak masalah dan berdampak ke berbagai sektor seperti ekonomi. Timbullah ketimpangan relasi pasar, kegemaran mengimpor, dominasi kekayaan oleh segelintir individu, kesenjangan sosial, hingga konglomerasi yang merusak sistem ekonomi bangsa. Dalam aspek sosial di masyarakat, segala bentuk kekerasan, kriminalitas dan masalah sosial lain pun sering terjadi karena hasrat untuk memenuhi keinginannya melebihi takaran yang semestinya,” ujar Haedar.

Guru besar UMY di bidang Ilmu Sosiologi ini pun menekankan, bahaya yang dapat timbul dengan didasari oleh nafsu yang melampaui batas, cenderung berakhir dengan menghalalkan segala cara dalam berkontestasi di kehidupan. Baik dalam skala kecil maupun besar, hasil yang berupa menang maupun kalah.

Berita Lainnya  Cerita Warga Tungu yang Harus Beli Air Bersih Hingga 200 Ribu Per Tangki Saat Kemarau

“Jika tidak memiliki konsep secukupnya maka seseorang tidak dapat memiliki rasa syukur atas kemenangan maupun sikap tawakal atas kekalahan. Inilah yang menurutnya dapat menimbulkan banyak masalah seperti saling benci dan permusuhan yang keras dalam hubungan antar-manusia,” tandasnya.

Haedar mengungkapkan, pada hakikatnya, puasa bermakna bahwa setiap orang beriman harus memiliki ketahanan diri yang kokoh dari segala urusan duniawi yang berlebihan.

“Harta, kedudukan, kekuasaan, dan hal-hal inderawi lain yang serba menyenangkan manusia harus dipenuhi dengan baik namun juga tetap secukupnya dan tidak melampaui batas,” paparnya.

Haedar berpesan, Allah telah berfirman dan Nabi telah bersabda agar setiap umat Islam cukup seperlunya saja dalam makan, minum serta pemenuhan biologis. Makna yang lebih luas adalah untuk hidup secukupnya dan tidak berlebihan dalam urusan dunia. Ia mengingatkan seluruh jamaah salat Idul Fitri untuk memenuhi semua kebutuhan hidup secara tengahan dan tidak berlebihan.

“Islam mengajarkan kita untuk hidup cukup atas hasil ikhtiar yang halal dan baik, serta menjauhi segala hal yang melampaui batas. Sikap ekstrem yang mengarah kepada hal yang berlebihan, maupun mengurang-ngurangkan tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Pun sama halnya ketika ingin saling mengingatkan dalam kebaikan, harus dengan cara yang baik melalui edukasi dan tidak merasa paling benar sendiri sehingga dapat sejalan dengan pendekatan dakwah yang diajarkan dalam Islam,” pungkasnya.(ken)

 

Berita Lainnya  Ribuan Warga Mengenang Jejak Perjuangan Jenderal Sudirman

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler