Sosial
Kisah Keluarga Wasno Yang Miskin, Tiap Hari Hanya Makan Lauk Sambal Hingga Sang Cucu Pingsan Karena Kekurangan Gizi






Playen,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Ditengah kemajuan yang saat ini banyak digaungkan di Gunungkidul, kehidupan yang harus dialami oleh keluarga Wasno (73) warga Padukuhan Wero, Gading 10, Kecamatan Playen menjadi potret betapa kemiskinan masih membelenggu sebagian warganya. Wasno tinggal berdesak-desakan bersama istrinya, Kasinem (71), anaknya Ratemi, dan cucunya Yuliyanto yang masih duduk di kelas VI SD. Selain tinggal di gubuk sempit yang hanya berdinding kain, keluarga tersebut juga harus rela memakan makanan seadanya. Sambal bawang menjadi menu harian karena tidak memiliki uang untuk membeli lauk pauk yang layak akibat kemiskinan.
Lantaran buruknya asupan makanan yang setiap harinya dikonsumsi, Yulianto Idaprasetyo (14) turut merasakan sakitnya hidup di bawah kemiskinan. Sekilas pun dapat dilihat, tubuhnya nampak kurus, tulang seperti hanya dibungkus kulit.
Bocah yang akrab disapa Yuli itu pernah pingsan saat di sekolah. Tubuhnya lemas, dan saat itu harus dilarikan menuju rumah sakit oleh pihak sekolah.
"Kata dokter saya kurang gizi," kata Yuli kepada pidjar-com-525357.hostingersite.com, Kamis (01/03/2018) pagi tadi.
Diceritakan Yuli, setiap harinya ia memang hanya makan seadanya. Meski begitu, ia tidak pernah mengeluh jika tidak ada makanan.







"Kalau sambal bawang ya lauk pakai itu, kalau untuk lainnya paling kerupuk, itu saja tidak mesti ada," kata Yuli.
Di tengah kondisi ekonomi keluarga yang kekurangan Yuli memiliki cita-cita cukup tinggi. Menjadi polisi adalah impian Yuli.
"Pengen terus sekolah biar bisa jadi polisi," ucapnya penuh semangat.
Tak hanya kekurangan makanan, akibat kemiskinan, Wasno dan keluarganya juga harus tinggal di tempat yang tidak layak disebut sebagai rumah. Sebuah gubuk seluas 2×2 meter persegi dihuni oleh 4 orang anggota keluarga.
Rasa pedih ketika sampai di lokasi tempat tinggal mereka langsung terasa karena yang menjadi dinding gubuk tersebut bukanlah beton, tembok atau bahkan anyaman bambu, melainkan hanya kain bekas spanduk.
Diceritakan oleh Kasinem, mereka menempati gubuk sejak tiga tahun silam. Hal itu dikarenakan rumah milik mereka yang dihuni sebelumnya sudah nyaris rubuh dan berbahaya jika ditempati.
"Rumah saya sudah doyong miring banget, karena takut lalu dirobohkan. Lalu saya nebeng di emperan keponakan saya ini," kata Kasinem.
Ditambahkan Kasinem, di usia tuanya ini, ia dengan ikhlas hati merawat suami tercintanya yang menderita sakit stroke. Berbagai usaha pun telah dilakukan untuk upaya penyembuhan. Namun sampai saat ini suaminya masih belum bisa beraktifitas dengan normal.
"Tanah saya bekas bangunan itu sedikit demi sedikit terjual untuk pengobatan. Meski belum sembuh tapi bisa jalan pelan-pelan," imbuh dia.
Di usianya yang semakin tua serta kondisi fisik yang tidak lagi memadai untuk bekerja, pasangan Wasno dan Kasinem hanya bisa pasrah. Bahkan untuk makan, mereka mengandalakan pemberian dari anak dan saudaranya
"Saudara yang ngasih beras dan lain-lain. Anak saya ada yang disini juga, Ratemi namanya dia kerja serabutan," lanjut dia.