Sosial
Kisah Malang Meliasari, Sejak Bayi Ditelantarkan Orang Tuanya Lantaran Alami Lumpuh Layu






Tepus,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Namanya Meliasari, warga Padukuhan Singkil, Kalurahan Tepus, Kapanewon Tepus. Kondisi bocah berusia 12 tahun ini cukup memprihatinkan. Pertumbuhan perempuan tersebut tidak sama dengan anak-anak di usianya. Sejak lahir, Melia divonis menderita lumpuh layuh. Sehingga kemudian membuat aktifitasnya pun sangat terbatas. Ironisnya, ia sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari kedua orang tua kandungnya.
Meliasari merupakan anak dari pasangan suami Istri Sutarno warga Singkil dan Yeni Kusnawati warga Kabupaten Bantul. Selepas pernikahannya, pasangan ini tinggal di Kabupaten Bantul. Tidak lama dari pernikahan, kemudian dikaruniai buah hati yang diberi nama Meliasari. Setelah 35 hari kelahiran sang bayi itu, keduanya pulang ke rumah orang tua Sutarno di Singkil, Tepus.
Bocah perempuan itu kemudian dititipkan ke Sutini dan Yatmo yang merupakan nenek dan kakeknya. Saat itu, tidak ada pembicaraan panjang dari keluarga ini. Orang tua Melia hanya mengatakan jika ingin kerja keluar kota, sementara anaknya yang masih bayi ditinggal di kampung. Mereka kala itu berdalih jika akan mengirim uang untuk keperluan sang anak.
Sutini dan Yatmo sejak itu mengasuh Melia dengan penuh kasih sayang. Setiap bulannya ternyata tidak pernah ada kiriman uang untuk keperluan cucunya. Bahkan menginjak usia 12 tahun, Melia tidak pernah sekalipun bertemu dan mendapatkan perhatian dari kedua orang tua kandungnya. Baik Sutarno dan Yeni tidak pernah sekalipun menengok putrinya itu.
“Dulu hanya bilang mau keluar kota untuk kerja. Tidak ada pembicaraan apapun, sampai sekarang bahkan tidak pernah ke sini menengok anaknya. Yang pokok mengasuh ya saya sama keluarga sini,” kata nenek Meliana, Sutini, Kamis (06/08/2020).







Melia sendiri sejak dulu hanya bisa terbujur di tempat tidur. Tak ada aktifitas gerak yang dilakukan. Bahkan, untuk berbicara pun tidak bisa. Kesehariannya hanya habis terbaring di kasur kamar sederhana itu. Tubuhnya sangat kecil dan kurus. Seringkali ia hanya terpejam dan sesekali membuka mata.
Melia tinggal bersama kakek dan neneknya di rumah yang sangat sederhana. Tak ada perabot yang mencolok di rumah itu. Ia terbaring di kamar yang kemudian dipasang klambu agar tidak ada nyamuk maupun serangga lain yang masuk.
Aktifitas makan, tidur dan buang air dilakukan di kasurnya itu dengan bantuan nenek ataupun bude-budenya yang dengan setia setiap hari menemani. Ya, aktifitasnya benar-benar terbatas. Bocah ini pun jika ingin makan, minum atau buang air hanya bisa menangis.
Keluarganya yang merawat pun sudah hafal betul. Jika Melia menangis kemudian diberi makan, minum atau diganti popok dan pakaiannya. Untuk mandi, Sutini dan anak-anaknya bergantian memandikan perempuan tersebut.
Kebutuhan keluarga tersebut setiap bulannya cukup banyak. Bagaimana tidak, Melia sendiri disarankan oleh dokter untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi agar kebutuhan tubuhnya terpenuhi. Seperti misalnya susu, roti snack maupun makanan lainnya.
“Kalau pas sakit saya bawa ke dokter terdekat untuk pengobatan. Sarannya makanan untuk dia harus yang bergizi agar tubuhnya tetap sehat,” ujar dia.
Beban berat harus dipikul oleh Sutini dan Yatmo Suwito. Di tengah kesederhanaan keluarga ini, setiap bulannya pengeluaran harus terus bertambah. Meski begitu, keduanya ikhlas mengasuh cucunya yang sakit itu. Untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan setiap hari, Sutini juga tetap bekerja di ladang.
Namun memang waktunya cukup terbatas tidak seperti buruh tani pada umumnya. Karena pada waktu tertentu ia harus mengasuh cucunya. Setiap kali ditinggal bekerja, Melia diasuh oleh kakeknya atau bude serta pakdenya. Pasalnya, bocah malang ini memang membutuhkan pengawasan khusus.
“Kalau saya tinggal ke ladang untuk bekerja ya harus gantian. Mbah kakung atau bude pakdenya tidak kerja di rumah mengasuh Melia,” imbuh dia.
Sementara itu, Ngatiyem anak kedua Sutini, mengatakan, setiap hari datang ke rumah Sutini untuk membantu mengasuh Melia atau sekedar menengok kondisi keponakannya itu. Rasa prihatin tentu dirasakan oleh dia melihat kondisi Melia yang rentan justru tidak mendapat perhatian orang tuanya.
“Dulu adik saya (Sutarno) hanya bilang kalau anaknya ditinggal di sini dia mau kerja,” terang Ngatiyem.
Keluarga ini pun tidak mengetahui keberadaan Sutarno maupun istrinya. Tak ada kabar sama sekali ke pihak keluarga selama 12 tahun ini, entah mereka tinggal di Bantul ataupun di kota lain.
Kondisi Meliasari ini beberapa hari lalu diunggah ke media sosial. Banyak yang merespon dan merasa prihatin atas kondisinya, sejumlah organisasi sosial termasuk utusan Immawan Wahyudi, Wakil Bupati Gunungkidul datang memberikan bantuan permakanan bagi bocah itu dan keluarganya.