Hukum
Konflik Pembebasan Lahan JJLS Berujung Hukum, Warga Kemadang Gugat Pemerintah ke Pengadilan






Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Konflik antara pemerintah dengan warga pemilik lahan terkait dengan proses pembebasan lahan Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) yang nantinya diproyeksikan akan menghubungkan Planjan-Tepus dipastikan berujung dengan meja hijau. Puluhan warga Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari yang terima tanahnya dihargai terlalu kecil mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Wonosari pada Senin (16/04/2018) siang tadi.
Kuasa hukum warga terdampak dari Nusantara Law Firm, Ferry Okta Irawan SH MH mengatakan, langkah ini pada akhirnya ditempuh lantaran ketidakadilan yang diterima warga terdampak. Nilai ganti rugi yang berkisar Rp 50-300 ribu itu dianggap jauh dari kata layak dan tidak masuk akal.
"Kita mengambil perbandingan di desa sebelah. Harga tanah pada tahun 2008 di Planjan, Kecamatan Saptosari itu paling rendah sudah 150 ribu per meter. Masa sekarang turun jadi Rp 50 ribu. Normalnya setiap tahun itu harga tanah semakin naik, bukan turun," kata Ferry.
Lebih lanjut dikatakan, selain ketidakwajaran harga yang diberikan, pihaknya mencurigai adanya beberapa kejanggalan yamg dilakukan oleh Tim Pengadaan Tanah JJLS. Mulai dari proses sosialisasi hingga pemberian ganti rugi.
"Tim pengadaan tanah saat ini mengacu kepada Undang-Undang No 2 Tahun 2012, oke. Tetapi tahapan-tahapan untuk pengadaan tanah itu banyak yang dilewati. Seperti tidak adanya musyawarah harga tanah," lanjut dia.







Selain itu, dalam proses pembebasan lahan tersebut juga berlangsung secara tidak fair. Pasalnya, sejumlah masyarakat merasa mendapatkan tekanan untuk mempersetujui harga yang diberikan tim appraisal.
"Warga dipaksa setuju. Begini, kan setelah proses oengukuran kemudian warga mengikuti sosialisasi penggantian harga tanah. Di situ warga tidak ada rembuk harga tanah hanya langsung diberikan nilai sekian. Jadi pilihamnnya hanya setuju dan tidak tidak ada musyawarah,” keluh dia.
Ferry menambahkan bahwa saat ini ada 37 warga yang mencabut persetujuan dan menyatakan keberatan atas ganti rugi tanah. Untuk itu, dirinya yang ditunjuk sebagai kuasa hukum mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Wonosari dengan harapan akan adanya pertimbangan pemberian harga ganti rugi tanah.
"Kita menggugat Tim Pengadaan Tanah. Dalam hal ini yang masuk tim ada BPN Provinsi DIY, Dinas Tata Ruang, Dinas Pekerjaan Umum dan Tim Appraisal," tegas dia.
Sementara itu, salah seorang warga terdampak, Maryono berharap agar pemerintah lebih memperhatikan betul masyarakat saat ini. Masyarakat tidak akan menghalangi jalannya pembangunan asalkan tidak merugikan warga.
"Kita mendukung, tetapi kalau tanah untuk bertani setiap tahun yang mengasilkan pangan melimpah hanya dihargai Rp 50 sampai Rp 100 ribu per meter, apa itu layak? Uang yang kita terima itu jauh sedikit dari pada hasil panen kami. Kalau untuk beli tanah lagi sudah tidak bisa," kata dia.