fbpx
Connect with us

Sosial

Masih Banyak Pasutri Tak Miliki Buku Nikah, Saptosari dan Paliyan Tertinggi

Diterbitkan

pada

BDG

Wonosari,(pidjar.com)–Pemerintah dituntut agar lebih gencar dalam menyosialisasikan peraturan perundang-undangan kepada masyarakat, khususnya tentang pernikahan. Hal ini lantaran saat ini masih ada ratusan pasangan suami istri (pasutri) di Gunungkidul yang diketahui belum memiliki buku nikah.

Padahal, ketentuan tersebut jelas diatur dalam UU 1/1974 tentang Perkawinan. Namun, selama ini, masyarakat hanya menikah siri tanpa mengurus administrasi sesuai ketentuan negara. Hal ini terbukti pada tahun 2017 lalu dimana Pengadilan Agama Wonosari melakukan sidang isbat sebanyak 101 perkara.

Humas Pengadilan Agama Wonosari, Endang Sri Hartati mengatakan, sidang isbat dilakukan karena para pasutri tidak terdaftar di kantor urusan agama (KUA). Secara legalitas hukum, perkawinannya dinyatakan tidak sah.Padahal mayoritas diantaranya sudah puluhan tahun berumah tangga.

"Rata-rata pemohon isbat sudah berkeluarga 40 tahun setelah ijab kabul. Kebanyakan pernikahan tahun 70an," jelas dia saat ditemui di kantornya, Selasa (27/03/2018).

Endang melanjutkan, sebagian besar diantara mereka yang mengajukan isbat berasal dari pedesaan. Berdasarkan informasi yang didapatnya saat menggelar sidang, pernikahan tidak didaftarkan ke KUA karena masyarakat menganggap sudah cukup sah secara agama sehingga tidak perlu lagi mendaftar kepada negara.

Berita Lainnya  Capaian Vaksin Booster di Gunungkidul Rendah, Dinkes Sebut Masyarakat Sudah Jenuh

Padahal, menurutnya, terdaftarnya pasutri di KUA berpengaruh terhadap pengurusan berbagai administrasi. Selain sebagai bukti pasangan yang sah, buku nikah digunakan untuk pengurusan akta kelahiran anak, sertifikat harta bersama, akses kesehatan, pembagian warisan, haji, dan lain sebagainya.

"Banyak masyarakat kita yang belum paham betapa pentingnya buku nikah. Mereka juga tidak didesak dengan kepentingan-kepentingan, sehingga mereka pun tidak mengurusnya," tutur Endang.

Selain itu, banyak pula dari pasangan yang menikah telah membayar sejumlah uang kepada orang yang menikahkan untuk membantu mengurus penerbitan buku nikah. Namun hingga saat ini buku nikah tersebut belum juga dimiliki. Biasanya, kasus ini terjadi pada pernikahan di tahun 1970-an. Endang memprediksi hal ini terjadi lantaran sistem administrasi yang ada zaman dulu belum terstruktur secara rapi seperti saat ini.

Berita Lainnya  Dapat Bantuan Pompa Air Hidrolik Dari Petinggi TNI, Warga Menggoran Kini Bisa Akses Air Bersih Secara Gratis

Endang melanjutkan, menikah siri memang sah secara hukum Islam. Namun, ketika pasutri dikaruniai anak, perundang-undangan hanya mengakui status sang ibu. Apabila pasangan tersebut memiliki anak dan ingin membuat akta kelahiran, maka hanya orang tua perempuan yang disebutkan. Oleh karenanya, isbat nikah dilakukan untuk membuat legalitas kewalian ayah. Dengan begitu, status anak bisa menjadi lebih jelas.

"Tiap tahun kita selalu mengadakan sidang isbat. Dalam satu tahun, menggelar 2 sampai 3 kali sidang. Sekali sidang biasanya sekitar 50an perkara," sebutnya.

Berdasarkan dari sidang isbat yang digelar setiap tahunnya, Kecamatan Saptosari menjadi yang paling banyak mengikuti sidang. Artinya, masih banyak pasutri di kecamatan ini belum memiliki buku nikah setelah melakukan ijab qabul.

Berita Lainnya  Tiga Pasien Positif Dinyatakan Sembuh, 2 Diantaranya Lansia Berusia 74 Tahun

Seperti tahun 2017 kemarin misalnya, sidang isbat terpadu yang digelar di Pengadilan Agama Wonosari terdapat 52 perkara dari Desa Kanigoro, Saptosari. Sedangkan Desa Karangduwet, Kecamatan Paliyan sebanyak 49 perkara.

"Rata-rata yang sering mengikuti sidang isbat itu di wilayah pesisir. Saptosari paling banyak, entah kenapa kecamatan itu tiap tahunnya yang paling banyak perkaranya dibanding kecamatan lain," tutur Endang.

Pihaknya berharap agar masyarakat yang belum memiliki buku nikah atau buku nikah yang hilang atau rusak dapat mengikuti acara Isbat. Hanya cukup dengan membawa kartu keluarga dan ktp sebagai persyaratan untuk melakukan sidang isbat. Apalagi, manfaat kegiatan isbat dapat dirasakan masyarakat dalam mengurus administrasi, baik itu Akte Kelahiran, Paspor dan sebagainya.

"Kami sudah melaksanakan sosialisasi melalui kepala Desa. Biayanya pun gratis apabila mengikuti sidang isbat massal," jelasnya.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler