fbpx
Connect with us

Pemerintahan

Pembunuhan Monyet Ekor Panjang Bisa Picu Isu Internasional, Ini Solusi Yang Ditawarkan Pemerintah

Diterbitkan

pada

BDG

Wonosari, (pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Gangguan Monyet Ekor Panjang (MEP) di lahan pertanian Gunungkidul masih menjadi persoalan untuk diselesaikan. Tak jarang gangguan MEP di lahan pertanian merugikan para petani karena merusak tanaman pangan. Dalam perkembangannya pun hingga saat ini belum ada solusi untuk mengurangi masalah gangguan MEP di lahan pertanian. Situasi menjadi pelik lantaran di tengah populasi MEP yang semakin banyak, tidak bisa dilakukan pemberantasan dengan pembunuhan lantaran berpotensi menjadi isu internasional.

Sekretaris Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul, Raharjo Yuwono, mengatakan, untuk menangani permasalahan gangguan MEP di lahan pertanian, sebenarnya telah muncul beberapa solusi. Solusi tersebut didapat setelah mengadakan rapat lintas sektor dengan Universitas Gajah Mada (UGM), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta, serta Dinas Lingkungan Hidup Gunungkidul. Dalam sudut pandang konservasi hewan, ia menyampaikan jika MEP berdasar Peraturan Menteri LHK nomor 106 tahun 2018 MEP bukan merupakan satwa dilindungi. Namun begitu, MEP masuk dalam Convention on International Trades on Endangered Species of Wild Flora and Fauna (Cites).

Berita Lainnya  Diperkirakan Sedot Dana 40 Miliar, Penataan Pantai Baron Ditargetkan Selesai 2021

“Cites itu isu global, sehingga kalau solusinya dengan dibunuh, bisa jadi isu internasional. Jadi harus dihindari dengan cara dibunuh,” ucapnya, Senin (31/01/2022).

Ia menambahkan, pada tahun ini BKSDA tengah mengusulkan ke Pemerintah Pusat untuk mengurangi populasi MEP sebanyak 1.500 ekor untuk diekspor. Menurutnya, dari hasil koordinasi yang dilakukan, dalam penanganan MEP perlu pendekatan perbaikan ekosistem habitat MEP. Ia mencontohkan seperti misalnya dengan ditambahnya pemangsa alami semisal elang ataupun ular.

“Selain itu, kalau mengusir tidak boleh sampai membuat stres MEP, karena kalau MEP stres itu kawinnya semakin banyak,” imbuhnya.

Beberapa solusi yang ditawarkan untuk menangani MEP lainnya ialah adanya pembahasan bersama dengan pemerintah daerah lainnya. Menurutnya, MEP di Gunungkidul bisa jadi migrasi dari daerah lain sehingga tidak cukup menyelesaikannya hanya di Gunungkidul saja.

Berita Lainnya  Ancaman Serius Penyakit DBD di Tengah Krisis Stok Darah di Gunungkidul

“Jadi penanganannya tidak spasial, harus ada forum bersama. Tidak bisa hanya di Gunungkidul saja,” terang Raharjo.

Menurutnya, gangguan MEP di lahan pertanian tidak terlepas dari adanya perubahan iklim. Ia mencontohkan, siklus musim kemarau yang lebih panjang daripada biasanya membuat cadangan makanan dan minuman MEP di habitatnya habis. Sehingga kemudian mencari makan ke lahan pertanian warga.

“Kemudian menyediakan air minum di habitatnya supaya tidak masuk ke lahan pertanian warga, memang berat membawa air ke ekosistemnya, tapi itu harus dilakukan untuk mengurangi gangguan MEP. Kalau ada air di habitatnya mereka tidak akan turun. Menanam tanaman pangan jangka pendek dan panjang juga perlu dilakukan,” paparnya.

Lebuh lanjut, ia menyampaikan, dari sudut pandang pertanian, gangguan MEP menjadi kerugian tersendiri bagi petani. Namun dengan beberapa solusi yang ditawarkan tersebut, harapannya dapat mengurangi gangguan MEP.

Berita Lainnya  Rekor Penambahan Terbanyak Terjadi di Gunungkidul, 311 Orang Terkonfirmasi Corona

“Bisa juga menanam tanaman yang berduri di sekeliling lahan pertanian, MEP ini karakternya menghindari duri,” ungkap dia.

Dari pemetaan yang dilakukan oleh BKSDA, ia menyampaikan jika di Gunungkidul memiliki populasi MEP sebanyak 2.000 ekor yang terbagi dalam 25 kelompok.

“Komunikasi dengan masyarakat di desa juga perlu untuk penanaman buah-buahan dan sebagainya. Lha ini harus bareng-bareng semua pihak karena banyak yang harus dikerjakan,” beber Raharjo.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler